Asuhan Keperawatan

Dunia Askep dan Tips Trik Komputer: Askep pada Pasien Krisis

Welcome to My Blog

Selamat Datang di Blog Ini.
Blog ini masih dalam masa perkembangan dan menuju kesempurnaan, agar blog ini lebih berkembang mohon Kritik dan Sarannya.

Blogger sangat berterima kasih karena ANDA mau mengunjungi Blog ini.

"Blog ini tidak akan berkembang tanpa dukungan dan kerja sama dari ANDA."

Terima kasih!!


Mau Jadi Publisher (Penerbit) atau Advertiser (Pemasang) IKLAN??? Klik disini..!!!


Mau berbisnis?? Klik link-link di bawah ini!!

Mau Dapat Uang Gratis, Download caranya disini...

AdsenseCamp

Graha DBS

Anda Pengunjung Ke :

Buku Tamu Blogger

Dimohon ke pada para pengunjung Blog ini untuk mengisi "BUKU TAMU BLOGGER" yang ada di sebelah kanan agar blogger tahu bahwa Anda bukan robot yang mengunjungi blog ini..

Rabu, 28 April 2010

Askep pada Pasien Krisis

BAB I
KONSEP DASAR

A. DEFENISI
1. Krisis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang dapat menimbulkan stress, dan dirasakan sebagai ancaman bagi individu. Krisis terjadi jika seseorang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan hidup yang penting, dan tidak dapat diatasi dengan penggunaan metode pemecahan masalah (koping) yang biasa digunakan.
2. Krisis adalah reaksi berlebihan terhadap situasi yang mengancam saat kemampuan menyelesaikan masalah yang dimiliki klien dan respons kopingnya tidak adekuat untuk mempertahankan keseimbangan psikologis.
3. Suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dalam kehidupan seseorang yang mengganggu keseimbangan selama mekanisme coping individu tersebut tidak dapat memecahkan masalah. Selama krisis, individu kesulitan dalam melakukan sesuatu, koping yang biasa digunakan tidak efektif lagi dan terjadi peningkatan kecemasan.

B. KLASIFIKASI KRISIS
Krisis dibagi dalam tiga jenis, yaitu :
1. Krisis perkembangan, terjadi sebagai respons terhadap transisi dari satu tahap maturasi ke tahap lain dalam siklus kehidupan (misalnya., beranjak dari manja ke dewasa).
2. Krisis situasional, terjadi sebagai respons terhadap kejadian yang tiba-tiba dan tidak terduga dalam kehidupan seseorang. Kejadian tersebut biasanya berkaitan dengan pengalaman kehilangan (misalnya., kematian orang yang dicintai).
3. Krisis adventisius, terjadi sebagai respons terhadap trauma berat atau bencana alam. Krisis ini dapat memengaruhi individu, masyarakat, bahkan negara.

C. TAHAP PERKEMBANGAN KRISIS
Fase 1
 Individu dihadapkan pada stressor pemicu.
 Kecemasan meningkat, individu menggunakan teknik problem solving yang biasa digunakan.
Fase 2
 Kecemasan makin meningkat karena kegagalan penggunan teknik problem solving sebelumnya.
 Individu merasa tidak nyaman, tak ada harapan, bingung.
Fase 3
 Untuk mengatasai krisis individu menggunakan semua sumber untuk memecahkan masalah, baik internal maupun eksternal.
 Mencoba menggunakan teknik problem solving baru, jika efektif terjadi resolusi.
Fase 4
 Kegagalan resolusi.
 Kecemasan berubah menjadi kondisi panic, menurunnya fungsi kognitif, emosi labil, perilaku yang merefleksikan pola pikir psikotik.

D. FAKTOR PENCETUS
1. Kehilangan :
 Kehilangan orang yang penting.
 Perceraian.
 Kehilangan pekerjaan.
2. Transisi :
 Pindah rumah.
 Lulus sekolah.
 Perkawinan.
 Melahirkan.


3. Tantangan :
 Promosi.
 Perubahan karir.

E. FAKTOR PENGIMBANG
Dalam penyelesaian suatu krisis harus dipertimbangkan beberapa faktor pengimbang yaitu :
1. Persepsi individu terhadap kejadian.
2. Arti kejadian tersebut pada individu.
3. Pengaruh kejadian terhadap masa depan individu.
4. Pandangan realistic & tidak realistic terhadap kejadian.
5. Situasi yang mendorong / dukungan situasi.
6. Ada orang / lembaga yang dapat mendorong individu.
7. Mekanisme koping yang dimiliki oleh individu.
8. Sikap yang biasa dilakukan individu dalam menangani masalahnya.

F. GEJALA UMUM KRISIS
Gejala Fisik :
 Keluhan somatik (sakit kepala, gastrointestinal, rasa sakit).
 Gangguan nafsu makan (peningkatan atau penurunan BB yang signifikan).
 Gangguan tidur (insomnia, mimpi buruk), sering menangis dan iritabilitas.
Gejala Kognitif :
 Konfusi (sulit berkonsentrasi) ` dan pikiran yang kejar-mengejar.
 Ketidakmampuan mengambil keputusan.
Gejala Perilaku :
 Disorganisasi, menarik diri dan impulsif ledakan kemarahan.
 Sulit menjalankan tanggung jawab peran yang biasa.
Gejala Emosional :
 Ansietas (marah, merasa bersalah), sedih (depresi).
 Paranoid (curiga).
 Putus asa (tidak berdaya).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Peristiwa pencetus, termasuk kebutuhan yang tercantum oleh kejadian dan gejala yang timbul, seperti :
 Kehilangan orang yang dicintai, baik karena kematian maupun karena perpisahan.
 Kehilangan biopsikososial, misalnya ; kehilangan salah satu bagian tubuh karena operasi, sakit, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran social, kehilangan kemampuan melihat dan sebagainya.
 Kehilangan milik pribadi, misalnya ; kehilangan harta benda, kehilangan kewarganegaran, rumah kena gusur.
 Ancaman kehilangan, misalnya ; anggota keluarga yang sakit, perselisihan yang hebat dengan pasangan hidup.
 Ancaman-ancaman lain yang dapat diidentifikasi termasuk semua ancaman terhadap pemenuhan kebutuhan.
2. Mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kejadian. Persepsi terhadap kejadian yang menimbulkan krisis, termasuk pokok-pokok pikiran dan ingatan yang berkaitan dengan kejadian tersebut, seperti :
 Apa arti makna kejadian terhadap individu.
 Pengaruh kejadian terhadap masa depan.
 Apakah individu memandang kejadian tersebut secara realistis.
 Dengan siapa tinggal, apakah tinggal sendiri, dengan keluarga, dengan teman.
 Apakah punya teman tempat mengeluh.
 Apakah bisa menceritakan masalah yang dihadapi bersama keluarga.
 Apakah ada orang atau lembaga yang dapat memberikan bantuan.
 Apakah mempunyai keterampilan menggantikan fungsi orang hilang.
 Perasaan diasingkan oleh lingkungan.
 Kadang-kadang menunjukkan gejala somatic.
3. Tentukan faktor-faktor penyeimbang yang ada, meliputi apakah klien memiliki persepssi yang realistis terhadap krisis yang terjadi, dukungan situasional (mis, keluarga, teman, sumber daya finansial, sumber daya spiritual, dukungan masyarakat), dan penggunaan mekanisme koping.
4. Identifikasi kelebihan klien.
5. Respon, meliputi lima fase, yaitu :
 Fase ini sudah termasuk kejadian itu sendiri dengan karakteristik : syok, panic, takut yang berlebihan, ketidakmampuan mengambil keputusan dan menilai realitas serta mungkin terjadi perilaku merusak diri.
 Terjadi suatu semangat kerjasama yang tinggi antara teman, tetangga, dan tim kedaruratan kegiatan yang konstruktif saat itu dapat mengatasi ansietas dan depresi. Akan tetapi aktifitas yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan keletihan.
 Fase ini mulai terlihat pada satu minggu sampai beberapa bulan setelah terjadi malapetaka. Kebutuhan bantuan orang lain berupa uang, sumber daya, serta dukungan dari berbagai pihak. Perkumpulan akan membantu memberikan masyarakat baru masalah psikologis dan masalah perilaku mungkin terselubung.
 Fase ini berakhir dalam 2 bulan s/d 1 tahun. Pada saat ini individu merasa sangat kecewa, timbul kebencian, frustasi dan perasaan marah. Korban sering membanding – bandingkan keadaan tetangganya dengan dirinya, dan mulai tumbuh rasa benci atau sikap bermusuhan terhadap orang lain.
 Individu mulai menyadari bahwa ia harus menghadapi dan mengatasi masalhnya. Mereka mulai membangun rumah, bisnis dan lingkungannya. Fase ini akan berakhir dalam beberapa tahun setelah terjadi musibah.

B. PERENCANAAN
Dinamika yang mendasari krisis ditetapkan alternatif penyelesaian, langkah-langkah untuk mencapai penyelesaian masalah, seperti : menentukan lingkungan pendukung dan memperkuat mekanisme koping.
C. TUJUAN
1. Membantu pasien agar dapat berfungsi lagi seperti sebelum mengalami krisis.
2. Meningkatkan fungsi pasien seperti dari sebelum terjadi krisis (bila mungkin).
3. Mencegah terjadinya dampak serius dari krisis misalnya bunuh diri.

D. TINDAKAN KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan yang utama dapat dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu :
1. Manipulasi lingkungan. Ini adalah intervensi dengan merubah secara langsung lingkungan fisik individu atau situasi interpersonalnya, untuk memisahkan individu dengan stressor yang menyebabkan krisis.
2. Dukungan umum (general support). Tindakan ini dilakukan dengan membuat pasien merasa bahwa perawat ada disampingnya dan siap untuk membantu, sikap perawat yang hangat, menerima, empati, serta penuh perhatian merupakan dukungan bagi pasien.
3. Pendekatan genetic (genetic approach). Tindakan ini digunakan untuk sejumlah besar individu yang mempunyai resiko tinggi, sesegera mungkin. Tindakan ini dilakukan dengan metode spesifik untuk individu-individu yang menghadapi tipe krisis dan kombinasi krisis atau jika ada resiko bunuh diri / membunuh orang lain.
4. Pendekatan individual (individual approach). Tindakan ini meliputi penentuan diagnose, dan terapi terhadap masalah spesifik pada pasien tertentu. Pendekatan individual ini efektif untuk semua tipe krisis dan kombinasi krisis atau jika ada resiko bunuh diri/membunuh orang lain.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Koping individual yang tidak efektif berhubungan dengan perpisahan dengan orang lain yang dicintai, yang dimanifestasikan dengan menangis, perasaan tidak berharga dan bersalah.
2. Perubahan proses interaksi keluarga berhubungan dengan anggota keluarga yang dirawat di rumah sakit, ditandai dengan perasaan khawatir, takut, dan bersalah.

F. INTERVENSI
Diagnosa Pertama
TUJUAN : Pasien dapat mengungkapkan perasaan secara bebas.
INTERVENSI :
1. Membina hubungan saling percaya dengan lebih banyak memakai komunikasi non verbal.
2. Mengijinkan pasien untuk menangis.
3. Menunjukkan sikap empati.
4. Menyediakan kertas dan alat tulis jika pasien belum mau berbicara.
5. Mengatakan kepada pasien bahwa perawat dapat mengerti apabila dia belum siap untuk membicarakan perasaannya dan mungkin pasien merasa bahwa nanti perawat akan mendengarkan jika dia sudah bersedia berbicara.
6. Membantu pasien menggali perasaan serta gejala-gejala yang berkaitan dengan perasaan kehilangan.

Diagnosa Kedua
TUJUAN
Keluarga dapat mengungkapkan perasaannya kepada perawat atau orang lain.
INTERVENSI :
1. Melakukan pendekatan kepada anggota keluarga dengan sikap yang hangat, empati dan memberi dukungan.
2. Menanyakan kepada keluarga tentang penyakit yang diderita oleh anggota
keluarganya, seperti timbulnya penyakit, beban yang dirasakan, akibat yang diduga timbul karena penyakit yang didertita oleh anggota keluarga tersebut.
3. Menanyakan tentang perilaku keluarga yang sakit.
4. Menanyakan tentang sikap keluarga secara keseluruhan dalam menghadapi keluarga yang sakit.
5. Mendiskusikan dengan keluarga apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi perasan cemas, takut, dan rasa bersalah.

G. EVALUASI HASIL
1. Perawat menggunakan kriteria hasil yang spesifik dalam menentukan efektifitas implementasi keperawatan.
2. Keselamatan klien, keluarga, dan masyarakat dapat dipertahankan sebagai hasil dari intervensi yang adekuat terhadap ekspresi perilaku yang tidak terkendali.
3. Klien mengidentifikasi hubungan antara stressor dengan gejala yang dialami selama krisis.
4. Klien mengevaluasi solusi yang mungkin dilakukan untuk mengatasi krisis klien memilih berbagai pilihan solusi.
5. Klien kembali ke keadaan sebelum krisis atau memperbaiki situasi atau perilaku.
















DAFTAR PUSTAKA


Dirjen Pelayanan Medik, DEPKES RI. 1994. Pedoman Perawatan Psikiatrik. Jakarta

Niven, Neil. 2000. Psikologi Kesehatan. Jakarta. EGC.

Maramis, W.E. 1980. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya. Airlangga University Press.

Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik edisi 3. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Graha DBS n Th3 Hack3r

AdsenseCamp