Asuhan Keperawatan

Dunia Askep dan Tips Trik Komputer: Oktober 2009

Welcome to My Blog

Selamat Datang di Blog Ini.
Blog ini masih dalam masa perkembangan dan menuju kesempurnaan, agar blog ini lebih berkembang mohon Kritik dan Sarannya.

Blogger sangat berterima kasih karena ANDA mau mengunjungi Blog ini.

"Blog ini tidak akan berkembang tanpa dukungan dan kerja sama dari ANDA."

Terima kasih!!


Mau Jadi Publisher (Penerbit) atau Advertiser (Pemasang) IKLAN??? Klik disini..!!!


Mau berbisnis?? Klik link-link di bawah ini!!

Mau Dapat Uang Gratis, Download caranya disini...

AdsenseCamp

Graha DBS

Anda Pengunjung Ke :

Buku Tamu Blogger

Dimohon ke pada para pengunjung Blog ini untuk mengisi "BUKU TAMU BLOGGER" yang ada di sebelah kanan agar blogger tahu bahwa Anda bukan robot yang mengunjungi blog ini..

Rabu, 21 Oktober 2009

Infeksi Nifas

INFEKSI NIFAS
PRINSIP DASAR

 Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut infeksi nifas. Suhu 38˚C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan diukur peroral sedikitnya 4 kali sehari disebut morbiditas puerperalis. Kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak diketemukan sebab-sebab ekstragenital.
Beberapa faktor predisposisi :
• Kurang gizi atau malnutrisi,
• Anemia,
• Higiene,
• Kelelahan,
• Proses persalinan bermasalah :
- Partus lama/macet,
- Korioamnionitis,
- Persalinan traumatik,
- Kurang baiknya proses pencegahan infeksi,
- Manipulasi yang berlebihan,
- Dapat berlanjut ke infeksi dalam masa nifas.
Penyebab Infeksi Nifas :
1. Streptococcus haemolitikus aerobicus (penyebab infeksi yang berat).
2. Staphylococcus aureus.
3. Escherichia coli.
4. Clotridium Welchii
Cara terjadinya infeksi
1. Tangan penderita atau penolong yang tetutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2. Droplet infeksion. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau pembantu-pembantunya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas harus ditutup dengan masker.
3. Infeksi rumah sakit (hospital infection)
Dalam rumah sakit banyak sekali kuman-kuman patogen berasal dari penderita-penderita di seluruh rumah sakit. Kuman-kuman ini terbawa oleh air, udara, alat-alat dan benda-benda rumah sakit yang sering dipakai para penderita (handuk, kain-kain lainnya).
4. Koitus pada akhir kehamilan sebenarnya tidak begitu berbahaya, kecuali bila ketuban sudah pecah.
5. Infeksi intrapartum, sering dijumpai pada kasus lama, partus terlantar, ketuban pecah lama, terlalu sering periksa dalam. Gejalanya adalah demam, dehidrasi, lekositosis, takikardi, denyut jantung janin naik, dan air ketuban berbau serta berwarna keruh kehijauan. Dapat terjadi amnionitis, korionitis dan bila berlanjut dapat terjadi infeksi janin dan infeksi umum.
Faktor Predisposisi
Partus lama, partus terlantar, dan ketuban pecah lama.
Tindakan obstetri operatif baik pervaginam maupun perabdominal.
Tertinggalnya sisa-sisa uri, selaput ketuban, dan bekuan darah dalam rongga rahim.
 Keadaan-keadaan yang menurunkan daya tahan seperti perdarahan, kelelahan, malnutrisi, pre-eklamsi, eklamsi dan penyakit ibu lainnya (penyakit jantung, tuberkulosis paru, pneumonia, dll).
Klasifikasi
Infeksi terbatas lokalisasinya pada perineum, vulva, serviks dan endometrium.
Infeksi yang menyebar ke tempat lain melalui : pembuluh darah vena, pembuluh limfe dan endometrium.

Penanganan umum
Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalam masa nifas.
Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi nifas.
Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera.
Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan.
Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.


ENDOMETRITIS
Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium.
Gambaran klinik tergantung jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita, dan derajat trauma pada jalan lahir. Biasanya demam mulai 48 jam postpartum dan bersifat naik turun (remittens). His royan dan lebih nyeri dari biasa dan lebih lama dirasakan. Lochia bertambah banyak, berwarna merah atau coklat dan berbau. Lochia berbau tidak selalu menyertai endometritis sebagai gejala. Sering ada sub involusi. Leucocyt naik antara 15000-30000/mm³.
Sakit kepala, kurang tidur dan kurang nafsu makan dapat mengganggu penderita. Kalau infeksi tidak meluas maka suhu turun dengan berangsur-angsur dan turun pada hari ke 7-10.
Pasien sedapatnya diisolasi, tapi bayi boleh terus menyusu pada ibunya. Untuk kelancaran pengaliran lochia, pasien boleh diletakkan dalam letak fowler dan diberi juga uterustonika. Pasien disuruh minum banyak.



PARAMETRITIS
Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi beberapa jalan :
Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis.
Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai ke dasar ligamentum.
Penyebaran sekunder dari tromboflebitis. Proses ini dapat tinggal terbatas pada dasar ligamentum latum atau menyebar ekstraperitoneal ke semua jurusan. Jika menjalar ke atas, dapat diraba pada dinding perut sebelah lateral di atas ligamentum inguinalis, atau pada fossa iliaka.
Parametritis ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari seminggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan parametritis. Pada perkembangan proses peradangan lebih lanjut gejala-gejala parametritis menjadi lebih jelas. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas ke berbagai jurusan. Di tengah-tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi secara menetap menjadi naik turun disertai dengan menggigil. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri. Dalam ⅔ kasus tidak terjadi pembentukan abses, dan suhu menurun dalam beberapa minggu. Tumor di sebelah uterus mengecil sedikit demi sedikit, dan akhirnya terdapat parametrium yang kaku. Jika terjadi abses selalu mencari jalan ke rongga perut yuang menyebabkan peritonitis, ke rectum atau ke kandung kencing.




PERITONOTIS
Peritonitis dapat berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe uterus, parametritis yang meluas ke peritoneum, salpingo-ooforitis meluas ke peritoneum atau langsung sewaktu tindakan perabdominal.
Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis, bila meluas ke seluruh rongga peritoneum disebut peritonitis umum, dan ini sangat berbahaya yang menyebabkan kematian 33% dari seluruh kematian akibat infeksi.
Gambaran klinis dan diagnosis :
 Pelvioperitonitis : demam, nyeri perut bagian bawah, nyeri pada pemeriksan dalam, kavum douglasi menonjol karena adanya abses (kadang-kadang). Bila hal ini dijumpai maka nanah harus dikeluarkan dengan kolpotomi posterior, supaya nanah tidak keluar menembus rektum.
 Poeritonitis umum adalah berbahaya bila disebabkan oleh kuman yang patogen. Perut kembung, meteorismus dan dapat terjadi paralitik ileus. Suhu badan tinggi, nadi cepat dan kecil, perut nyeri tekan, pucat, muka cekung, kulit dingin, mata cekung yang disebut muka hipokrates.
Diagnosa dibantu dengn pemeriksaan laboratorium.

PENCEGAHAN
Masa Kehamilan
Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu. Begitu pula koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban, kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.
Masa Persalinan
• Hindari pemeriksaan dalam berulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilitas yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
• Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
• Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus suci hama.
• Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun perabdominal dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
• Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan dengan penderita harus terjaga kesuci-hamaannya.
• Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang harus segera diganti dengan transfusi darah.
Masa Nifas
• Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kndung kencing harus steril.
• Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.
• Tamu yang berkunjung harus dibatasi.

PENGOBATAN SECARA UMUM
Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret vagina, luka operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat dalam pengobatan.
Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil laboratorium.
Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau transfusi darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang dijumpai.
READ MORE - Infeksi Nifas

Metabolisme Lipid (Lemak)

BAB I
PENDAHULUAAN
Definisi
Kelainan metabolisme lipid (lemak) dapat primer (genetik) maupun sekunder (didapat) yang ditandai dengan peningkatan (hiperlipidemia) atau penurunan kadar lipid dalam darah yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan plak pembuluh darah (aterosklerosis). Kelainan kadar lemak dalam darah yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik).


Sindroma metabolik atau sindrom X adalah sekelompok kelainan metabolik baik lipid maupun non-lipid yang yang mempunyai karakteristik khusus yaitu obesitas sentral, dislipidemia aterogenik (kadar trigliserida meningkat dan kadar kolesterol high-density lipoprotein (HDL) rendah), hipertensi, dan glukosa plasma yang abnormal1,2,3
Keadaan tersebut di atas berhubungan erat dengan suatu kelainan sistemik yang dikenal sebagai resistensi insulin. Resistensi insulin adalah suatu gangguan respons biologis terhadap insulin, dengan akibat kebutuhan insulin tubuh meningkat sehingga terjadi hiperinsulinemia untuk mempertahankan kadar glukosa plasma agar tetap dalam batas normal. Resistensi insulin berkaitan erat dengan obesitas, khususnya dengan penimbunan jaringan lemak abdominal atau obesitas sentral. Beberapa keadaan resistensi insulin seperti sindroma ovari polikistik, terapi glukokortikoid, atau kehamilan tidak termasuk sindroma metabolik 4
Konsep tentang adanya sekelompok faktor risiko PJK sudah pernah dikemukakan sebelumnya oleh Kylin pada tahun 1933 dengan nama sindroma X terdiri atas obesitas, hiperurisemia, dan hipertensi. Kemudian Reaven pada tahun 1988 memperkenalkan kembali sindroma X dengan jenis faktor risiko yang berbeda yaitu intoleransi glukosa, hiperinsulinemia, trigliserida yang tinggi, HDL-kolesterol rendah dan hipertensi. Selanjutnya semakin banyak faktor risiko penyakit jantung koroner yang diusulkan sebagai bagian dari sindroma X sehingga sindroma ini mendapat beberapa nama lain seperti sindroma resistensi insulin, the deadly quartet, atau sindroma dismetabolik. 4
Ketika seorang wanita dengan metabolik sindrom hamil, kehamilan itu sendiri akan memberikan gejala yang mirip dengan metabolik sindrom yaitu menurunnya sensitivitas terhadap insulin, meningkatnya kadar gula darah, peningkatan kadar trigliserida dan peningkatan tekanan darah. Tentu saja hal ini akan memperparah metabolik sindrom yang sudah diderita dan nantinya dapat mempengaruhi terhadap ibu dan janin.
BAB II
PEMBAHASAN
DISLIPIDEMIA / KELAINAN KOLESTEROL

A.Pengertian DISLIPIDEMIA

Dislipidemia merupakan kelaianan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan ( peningkatan atau penurunan ) Fraksi lipid dalam plasma ,kelaianan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total,kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolsterol HDL.dalam proses terjadinya aterosklerosis ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan ,sehingga dikenal sebagai triad lipid ,secara klinis dislipidemia diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: hiperkolesteromia ,hipertrigliseridemia ,dan campuran hiperkolesteromia dan hipertrigliseridemia.

Dislipidemia baru diobati kalau memang bukan sekunder akibat DM. Pemberian obat hipolipidemia dipertimbangkan bila kadar glukosa darah sudah normal, namun kadar lipid darah masih tetap abnormal walaupun pasien sudah menjalani perencanaan makan rendah lemak selama 3 -6 bulan. Untuk pasien DM yang disertai PJK, tenggang waktu dapat lebih singkat bergantung pada penilaian klinis oleh dokter yang mengelolanya. Selanjutnya dapat dilihat pada buku Konsensus Pengelolaan Dislipidemia pada DM.
B.Faktor risiko Dislipidemia
Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi nya kadar lipid;
• Genetik
• Obesitas
• Merokok
• Obat-obatan (kortikosteroid, retinoid, penghambat adrenegik beta dosis tinggi)
• Kurang olahraga
Untuk mengevaluasi resiko penyakit jantung koroner (PJK) ,perlu diperhatikan faktor-faktor risiko lainnya :
1. faktor resiko fositif
- merokok
- umur (pria 45 thn, wanita 55 thn )
- kolesterol HDL rendah
- hipertensi (TD 140 /90 atau dalam terapi antihipertensi )
- riwayat penyakit jantung koroner dini dalam keluarga ( fist degree :pria , 55 t
Tahun ,wanita < 65 thn,) 2, faktor resiko negatif. - kolesterol HDL tinggi ;mengurangi 1 faktor risiko dari perhitungan total . ATP III menggunakan Framingham Risk Score (FRS) untuk menghitung besarnya risiko penyakit jantung korpner (PJK) pada pasien dengan 2 faktor risiko ,meliputi ; umur,kadar kolesterol total ,kolesterol HDL ,kebiasaan merokok ,dan hipertensi penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka persentase risiko PJK dalam 10 tahun, Ekivalen risiko PJK mengandung risiko kejadian koroner mayor yang sebanding dengan kejadian PJK ,yakni > 20 % dalam 10 tahun ,terdiri dari
bentuk klinis lain dari aterosklerosis ;penyakit arteri perifer ,aneurisma aorta abdominalis ,penyakit arteri karotis yang simptomatis
• diabetes
• Faktor risisko multiple yang mempunyai resiko PJK dalam 10 tahun > 20%

Peningkatan kadar trigliserida juga merupakan faktor resiko indefenden untuk terjadinya PJK,faktor yang mempengaruhi tingginya trigliserida;
• Obesitas ,berat badan lebih
• Inaktivitas fisik
• Merokok
• Asupan alcohol berlebihan
• Diet tinggi karbohidrat ( >60 % asupan energi)
• Penyakit DM tipe 2 , gagal ginjal kronik ,sindrom nefrotik
• Obat,kortikosteroid,estrogen ,retinoid ,penghambatan adrenergic-beta dosis tinggi
• Kelainan genetic( riwayat keluarga )

Kalsifikasi derajat hipertrigliseridemia :
a. Normal :150 mg/dL
b. Borderline –tinggi : 150 – 199 mg/dL
c. Tinggi : 200 – 499 mg/dL
d. Sangat tinggi : 500 mg/Dl
C.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISLIPIDEMIA

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi salah satunya adalah :POLA Makan
Perawat perlu mengkaji beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola makan pasien. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola makan antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan, status sosial ekonomi, personal preference, rasa lapar, nafsu makan, rasa kenyang, dan kesehatan.
1. Budaya
Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi. Demikian pula letak geografis mempengaruhi makanan yang diinginkannya. Sebagai contoh, nasi untuk orang-orang Asia dan Orientalis, pasta untuk orang-orang Italia, curry (kari) untuk orang-orang India merupakan makanan pokok, selain makana-makanan lain yang mulai ditinggalkan. Makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang pesisir Amerika Utara. Sedangkan penduduk Amerika bagian Selatan lebih menyukai makanan goreng-gorengan.

2. Agama/Kepercayaan
Agama / kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi. Sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Orthodoks mengharamkan daging babi. Agama Roma Katolik melarang makan daging setiap hari, dan beberapa aliran agama (Protestan) melarang pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi atau alkohol.

3. Status sosial ekonomi
Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut dipengaruhi oleh status sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas menegah ke bawah atau orang miskin di desa tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk mengkonsumsi makanan yang mahal harganya. Kelompok sosial juga berpengaruh terhadap kebiasaan makan, misalnya kerang dan siput disukai oleh beberapa kelompok masyarakat, sedangkan kelompok masyarakat yang lain lebih menyukai hamburger dan pizza.

4. Personal preference
Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap kebiasaan makan seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan makannya sejak dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah tidak suka makan kai, begitu pula dengan anak laki-lakinya. Ibu tidak suka makanan kerang, begitu pula anak perempuannya. Perasaan suka dan tidak suka seseorang terhadap makanan tergantung asosiasinya terhadap makanan tersebut. Anak-anak yang suka mengunjungi kakek dan neneknya akan ikut menyukai acar karena mereka sering dihidangkan acar. Lain lagi dengan anak yang suka dimarahi bibinya, akan tumbuh perasaan tidak suka pada daging ayam yang dimasak bibinya.

5. Rasa lapar, nafsu makan, dan rasa kenyang
Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan karena berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu makan merupakan sensasi yang menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan rasa kenyang merupakan perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya untuk makan. Pusat pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu makan dan rasa kenyang dilakukan oleh sistem saraf pusat, yaitu hipotalamus.

6. Kesehatan
Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan. Sariawan atau gigi yang sakit seringkali membuat individu memilih makanan yang lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan menelan, memilih menahan lapar dari pada makan

D. Dampak dari Dislipidemia pada kehamilan
Dapat mempengaruhi Angka kematian ibu masih cukup tinggi sampai saat ini. Penyebab kematian tertinggi adalah perdarahan, keracunan kehamilan dan infeksi. Salah satu dari beberapa faktor tidak langsung penyebab kematian ibu adalah anemia.
Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah (Soejoenoes, 1983).
Soeprono (1988) menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stres kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian peri natal, dan lain-lain) (Soeprono, 1988).
Prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang lebih besar dari 50%.
Pemerintah telah berusaha melakukan tindakan pencegahan dengan memberikan tablet tambah darah (tablet Fe) pada ibu hamil yang dibagikan pada waktu mereka memeriksakan kehamilan, akan tetapi prevalensi anemia pada kehamilan masih juga tinggi (BPS, 1994).Pemeriksaan kadar hemoglobin yang dianjurkan dilakukan pada trimester pertama dan ketiga kehamilan sering kali hanya dapat dilaksanakan pada trimester ketiga saja karena kebanyakan ibu hamil baru memeriksakan kehamilannya pada trimester kedua kehamilan.
Dengan demikian upaya penanganan anemia pada kehamilan menjadi terlambat dengan akibat berbagai komplikasi yang mungkin terjadi karena anemia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya anemia pada kehamilan dan hubungannya dengan kemungkinan terjadinya komplikasi pada kehamilan, persalinan dan nifas. Penelitian dilaksanakan secara cross sectional dan longitudinal dengan sampel ibu hamil trimester I.
Secara random didapatkan 255 responden ibu hamil trimester pertama yang kemudian diikuti sampai dengan masa nifas. Karena adanya responden yang mengalami abortus atau pindah sehingga tidak dapat ditemui saat pengumpulan data, maka pada trimester II jumlah responden menjadi 224 orang, pada trimester III dan nifas 219 orang. Variabel yang diteliti adalah variabel sosial ekonomi, meliputi : umur, pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan keluarga, status gizi, nutrisi, meliputi : intake kalori, protein dan Fe, konsumsi tablet Fe, pengeluaran energi ibu hamil, perilaku reproduksi, meliputi : paritas, interval kehamilan, keikutsertaan KB dan perawatan antenatal, kadar hemoglobin dan komplikasi pada kehamilan, persalinan dan masa nifas. Kriteria anemia yang digunakan sesuai dengan kriteria WHO yaitu 11 g%. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, alat ukur berupa timbang badan, stature meter, alat untuk mengukur lingkar lengan atas, dan hemometer Sahli. Intake kalori, protein, Fe dan beban kerja dikumpulkan dengan cara two days recall.
Analisis menggunakan regresi logistik dan uji Chi Square.
Hasil analisis menunjukkan bahwa insidensi anemia tertinggi pada trimester kedua (86,3%). Hal ini sesuai dengan kadar hemoglobin terendah pada masa kehamilan pada trimester kedua (9,94 g%) dan mengakibatkan prevalensi anemia yang tertinggi adalah pada trimester kedua (92,4%).
Faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya anemia kehamilan trimester pertama adalah interval kehamilan, usia kehamilan dan lama pendidikan. Hal ini tampaknya berhubungan dengan kondisi ibu sebelum kehamilan yang dengan demikian memperkuat dugaan bahwa cukup banyak ibu hamil yang memasuki masa kehamilannya dalam keadaan anemia. Pada trimester kedua dan ketiga, faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya anemia kehamilan adalah konsumsi tablet Fe dan kadar hemoglobin pada trimester sebelumnya, sedangkan pada masa nifas faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya anemia adalah volume perdarahan pada persalinan, konsumsi tablet Fe dan kadar hemoglobin sebelum persalinan atau trimester ketiga.
Konsumsi tablet Fe sangat berpengaruh terhadap terhadap terjadinya anemia, khususnya pada trimester kedua, ketiga dan masa nifas. Hal ini disebabkan kebutuhan zat besi pada masa ini lebih besar dibanding pada trimester pertama dan menunjukkan pentingnya





E. Klasifikasi Dislipidemia
Kadar Klasifikasi
Kolesterol LDL
• < 100 mg/dl Optimal • 100-129 mg/dl Hampir optimal • 130-159 mg/dl Perbatasan tinggi • 160-189 mg/dl Tinggi • ≥ 190 mg/dl Sangat tiggi Kolesterol Total • < 200 mg/dl Normal • 200-239 mg/dl Perbatasan tinggi • ≥ 240 mg/dl Tinggi Kolesterol HDL • < 40 mg/dl Rendah • ≥ 60 mg/dl Tinggi Trigliserid • < 150 mg/dl Normal • 150-199 mg/dl Perbatasan tinggi • 200-499 mg/dl Tinggi • ≥ 500 mg/dl Sangat tinggi F. Gejala dan Tanda Dislipidemia sendiri tidak menimbulkan gejala tetapi dapat mengarah ke penyakit jantung dan pembuluh, seperti penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh arteri perifer. Trigliserid tinggi dapat menyebabkan pankreatitis akut. Kadar LDL yang tinggi dapat menyebabkan xanthelasma kelopak mata, arcus corneae. Gambar. Penyempitan pembuluh darah akibat pembentukan plak lemak. G. Pemeriksaan laboratorium Dislipidemia dapat di diagnosis dengan memeriksa kadar serum lemak dalam darah. Pemeriksaan rutin yang dilakukan adalah kadar profil lipid yaitu koslesterol total, trigliserid, kolesterol LDL, kolesterol HDL. Sebelum pemeriksaan diharapkan pasien sudah melakukan puasa kurang lebih 10 jam sebelum pemeriksaan agar hasilnya tepat dan konsisten. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada semua pasien berusia  20 tahun, setiap 5 tahun sekali. H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Skirining dianjurkan pada semuah pasien berusia 20 tahun ,setiap 5 tahun sekali ;kadar kolesterol total,LDL,HDL,trigliserida ,glukosa darah ,tes fungsi hati ,urin lengkap,tes fungsi ginjal ,TSH < EKG. I. TERAPI DARI DISLIPIDEMIA Untuk hiperkolesteromia. Penatalaksanaan non-farmakologis (perubahan gaya hidup) •Diet, dengan komposis : o Lemak jenuh <7 % kalori total o PUFA hingga 10 % kalori total o MUFA hingga 10 % kalori total o Lemak toal 25 – 35 % kalori total o Karbohidrat 50 – 60 % kalori total o Protein hingga 15 % kalori total o Serat 20 – 30 g / hari o Kolesterol <200 mg / hari • Latihan jasmani • Penurunan berat badan bagi yang gemuk • Menhintikan kebiasaan merokok ,minuman alcohol Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu, bila target sudah tercapai (lihat tabel target di bawah ini),pemantauan setiap 4 – 6 bulan • Bila setelah 6 minggu PGH, target belum tercapai;intensifkan penurunan lemak jenuh dan kolesterol ,tambahkan stanol/steroid nabati,tingkatkan konsumsi serat,dan kerjasam dengan dietisian. • Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menirunkan kadar kolesterol LDL,maka terpi farmakologis mulai diberikan ,dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan latihan jasmani. TERAPI FARMAKOLOGIS • Golongan statin ; o Simvastatin 5—40 mg o Lovastatin 10—80 mg o Pravastatin 10—40 mg o Fluvastatin 20—80 mg o Atorvastatin 10—80 mg • Golongan bile acid sequestrant : o Kolestiramin 4—16 g • Golongan nicotinic acid; o Nicotinic acid ( immediate release ) 2 * 100 mg s,d 1,5 – 3 g Target kolesterol LDL ( mg/dL) : a. Kategori target kadar LDL kadar LDL untuk b. Risiko LDL untuk mulai PGH milai terapi farmakologis c. PJK atau <100 >100 130
d. Ekivalen PJK ( 100- 129) ;opsional )
e. ( FRS > 20 % )
f. Faktor risiko > 2 <130 < 130 > 130 (FRS 10-20 %
g. ( FRS < 20 % ) ( 160 – 189 ; opsional ) h. Faktor risiko 1 –1 <160 > 160 > 190
i. ( 160 – 189 ; opsional )

Terapi hiperkolestrolemia untuk pencegahan primer ,dimulai dengan statin atau bile acid sequestrant atau nicotinic acid,
Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu ,bila target sudah tercapai ( lihat tabel diatas ) ,pemantauan setiap 4—6 bulan ,bila setelah 6 minggu terapi ,target belum tercapai ;intensifkan /naikan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain,bila setelah 6 minggu berikutnya terpi non farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL ,maka terapi famakologis diintensifkan
Pasien dengan PJK ,kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner,diberi terapi obat saat pulang dari RS jika kolesterol LDL > 100 mg / dL

Pasien dengan hipertrigliseridemia :
• Penatalaksanaan non- farmakologis sesuai diatas
• Penatalaksanaan farmakologis



o Target terapi : Pasien dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi ;tujuan utama terapi adalah mencapai target kolesterol LDL

- Pasien dengan trigliserida tinggi ; target sekunder adalah kadar kolesterol non HDL
yakni sebesar 30 mg /dL lebih tinggi dari target kadar kolesterol LDL
- Pendekatan terapi obat ;
- Obat penurun kadar kolesterol LDL ,atau
- Ditambahkan dengan obat fibrat atau nicotinic acid.golongan fibrat terdiri dari

o Gemfibrozil 2 x600 mg 1 x 900 mg,
o Fenofibrat 1 x 200 mg

- Penyebab primer dari dislipidemia sekunder ,juga harus ditatalaksana

J.Tata Laksana Dislipidemia
Penatalaksanaan dislipidemia mencakup non-medikamentosa (tanpa obat) dan medikamentosa (dengan obat-obatan). Penatalaksanaan yang paling penting adalah tanpa obat. Pasien melakukan perubahan gaya hidup dengan cara diet yang baik dengan komposisi makanan seimbang, latihan jasmani (aerobik), penurunan berat badan bagi yang gemuk (obesitas), menghentikan kebiasaan merokok dan minuman alkohol.
Apabila dengan tatalaksana diatas gagal maka dapat diberikan tatalakasana dengan obat. Yang termasuk dalam obat penurun lipid adalah
• Golongan statin
o Simvastatin
o Lovastatin
o Pravastatin
o Fluvastatin
o Atorvastatin
o Rosuvastatin


• Golongan resin
o Kolestiramin
o Kolestipo
• Golongan asam nikotinat
o Lepas lambat
o Lepas cepat
• Golongan asam fibrat
o Bezafibrat
o Fenofibrat
o Gemfibrazil
• Penghambat absorbsi kolesterol
o Ezetimibe
Sebagai contoh bila setelah memeriksakan kadar lipid mendapat hiperkolesterolemia dapat diberikan statin atau resin maupun dikombinasi. Bila terdapat banyak peningkatan pada profil lipid dapat diberikan statin atau kombinasi statin dengan asam nikotinat. Apabila hanya triglisrida yang meningkat dapat diberikan golongan asam fibrat.
Untuk memonitor profil lipid dapat dilakukan setiap 6 minggu sampai target yang diinginkan oleh dokter.






BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dislipidemia merupakan kelaianan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan ( peningkatan atau penurunan ) Fraksi lipid dalam plasma ,kelaianan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total,kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolsterol HDL.dalam proses terjadinya aterosklerosis ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan ,sehingga dikenal sebagai triad lipid ,secara klinis dislipidemia diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: hiperkolesteromia ,hipertrigliseridemia ,dan campuran hiperkolesteromia dan hipertrigliseridemia.
Dislipidemia baru diobati kalau memang bukan sekunder akibat DM. Pemberian obat hipolipidemia dipertimbangkan bila kadar glukosa darah sudah normal, namun kadar lipid darah masih tetap abnormal walaupun pasien sudah menjalani perencanaan makan rendah lemak selama 3 -6 bulan. Untuk pasien DM yang disertai PJK, tenggang waktu dapat lebih singkat bergantung pada penilaian klinis oleh dokter yang mengelolanya. Selanjutnya dapat dilihat pada buku Konsensus Pengelolaan Dislipidemia pada DM.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi salah satunya adalah :POLA Makan
Perawat perlu mengkaji beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola makan pasien. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola makan antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan, status sosial ekonomi, personal preference, rasa lapar, nafsu makan, rasa kenyang, dan kesehatan.
Dislipidemia dapat di diagnosis dengan memeriksa kadar serum lemak dalam darah. Pemeriksaan rutin yang dilakukan adalah kadar profil lipid yaitu koslesterol total, trigliserid, kolesterol LDL, kolesterol HDL. Sebelum pemeriksaan diharapkan pasien sudah melakukan puasa kurang lebih 10 jam sebelum pemeriksaan agar hasilnya tepat dan konsisten. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada semua pasien berusia  20 tahun, setiap 5 tahun sekali.
Dislipidemia sendiri tidak menimbulkan gejala tetapi dapat mengarah ke penyakit jantung dan pembuluh, seperti penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh arteri perifer. Trigliserid tinggi dapat menyebabkan pankreatitis akut. Kadar LDL yang tinggi dapat menyebabkan xanthelasma kelopak mata, arcus corneae.


DAFTAR PUSTAKA
Copyright © 2008 klik Dokter. All Rights Reserved.
• 1. Benz, Edward J. HEMOGLOBINOPATHIES dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Edition (electronic-book version). Editor Eugene Braunwald et al. McGraw-Hill Companies, USA. 2004; hal 652
• 2. Masharani, Umesh. Diabetes Mellitus & Hypoglycemia dalam Current Medical Diagnosis & Treatment, 45th Edition (electronic-book version). Editor Lawrence M. Tierney et al. McGraw-Hill Companies, USA. 2006; hal 1198
• 3. Meigs, James B. The metabolic syndrome. BMJ. 2003;327:61-62
• 4. Adriansjah, Herman dan John MF Adam. Sindrom Metabolik (Pengertian, Edidemiologi, dan Kriteria Diagnosis. Informasi Laboratorium. 2006;No. 4/2006. ISSN 0854-7165
• 5. Simmons, David. Metabolic Syndrome, Pregnancy and The Risk Of Cardiovascular Disease. Diabetes Voice. 2006. Vol 51;34-36
• 6. Lawrence, Gatot S. Sindrom Metabolik Merupakan Manifestasi dari Keadaan Inflamasi. J Med Nus. 2005. Vol. 26 No. 1 Januari-Maret 2006
• 7. Reaven, Gerald M. Syndrome X dalam Principles and Practice of Endocrinology and Metabolism (electronic-book version). Editor Kenneth L. Becker et al. Lippincott Williams & Wilkins Publishers, USA. 2002; hal 169
• 8. Buse, John B, Kenneth S. Polonsky, Charles F. Burant. Disorders of Carbohydrate and Lipid Metabolism dalam Williams Textbook of Endocrinology, 10th ed. Churchill Livingstone, An Imprint of Elsevier, USA. 2003; hal 1427
• 9. Janzen, Carla, Jeffrey S. Greenspoon, dan Sue M. Palmer. Diabetes Mellitus & Pregnancy. Diabetes Mellitus & Pregnancy dalam Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment, Ninth Edition (electronic-book version). Editor Alan H. DeCherney dan Lauren Nathan. McGraw-Hill Companies, USA. 2003; hal 23
• 10. Anonymous. Executive Summary of the Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). JAMA. 2001; Vol 285, No. 19
• 11. Connor, Patti. Metabolic Syndrome Risk Factors Revisited. DOC News. 2005; Volume 2 Number 6 p. 6
• 12. Isomaa, Bo et al. Cardiovascular Morbidity and Mortality Associated With the Metabolic Syndrome. Diabetes Care. 2001; VO. 24, No. 4
• 13. Khardori, Romesh(Ed). Metabolic Syndrome And Cardiovascular Disease. [serial online] 2003. Available at URL http://www.emedicin.com
• 14. Andra. Understanding the Metabolic Syndrome. Farmacia. 2007. Vol 1-2007; 55
• 15. Anonymous. Women Living With Metabolic Syndrome Have Increased Risk of Pregnancy Complications, Study Says. [serial online] 2003. Available at URL http://www.kaisernetworkg.org
• 16. Ray, Joel G et al. Metabolic Syndrome features and risk of neural tube defects. BMC Pregnancy and Childbirth. 2007; 7:21
• 17. Vogin, D. Gestational Diabetes Raises Risk of Metabolic Syndrome. [serial online] 2003. Available at URL http://.medscape.com
• 18. Forgoros, Rich. Women With Gestational Diabetes Should be Assessed for MetabolicSyndrome. [serial online] 2007. Available at URL http://www.about.com
Diposkan oleh hidup optimis di 05:13

[Home]
Copyright ©, 1998
Most recent revision March 22, 2001
Best viewed with or
READ MORE - Metabolisme Lipid (Lemak)

Askep Carsinoma Nasofaring

ASUHAN KEPERAWATAN CARSINOMA NASOFARING

Anatomi Nasofaring.
Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di sebelah do sal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane. Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Atas : Basis kranii.
Bawah : Palatum mole
Belakang : Vertebra servikalis
Depan : Koane
Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus faringeus).

Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika.

Pengertian Carsinoma Nasofaring
Karsinoma Nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.
Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT.
Sebagian besar kien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
Didapatkan lebih banyak pada pria dari pada wanita, dengan perbandingan 3 : 1 pada usia / umur rata-rata 30 –50 th.

Etiologi
Penyebab timbulnya Karsinoma Nasofaring masih belum jelas. Namun banyak yang berpendapat bahwa berdasarkan penelitian-penelitian epidemiologik dan eksperimental, ada 5 faktor yang mempengaruhi yakni :
1.Faktor Genetik (Banyak pada suku bangsa Tionghoa/ras mongolid).
2.Faktor Virus (Virus EIPSTEIN BARR)
3.Faktor lingkungan (polusi asap kayu bakar, atau bahan karsinogenik misalnya asap rokok dll).
4.Iritasi menahun : nasofaringitis kronis disertai rangsangan oleh asap, alkohol dll.
5.Hormonal : adanya estrogen yang tinggi dalam tubuh.

Pembagian Karsinoma Nasofaring
Menurut Histopatologi :
• Well differentiated epidermoid carcinoma.
1. Keratinizing
2. Non Keratinizing.

• Undiffeentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma
1. Transitional
2. Lymphoepithelioma.
• Adenocystic carcinoma

Menurut bentuk dan cara tumbuh
• Ulseratif
• Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip.
• Endofilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi dari jaringan sekitar (creeping tumor)

Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)

Tipe WHO 1

Karsinoma sel skuamosa (KSS)
Deferensiasi baik sampai sedang.
Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).

Tipe WHO 2

Karsinoma non keratinisasi (KNK).
Paling banyak pariasinya.
Menyerupai karsinoma transisional

Tipe WHO 3

Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).
Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell Carsinoma”, varian sel spindel.
Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

Indonesia Cina
Tipe WHO 1 29% 35%
2 14% 23%
3 57% 42%

Klasifikasi TNM
Menurut UICC (1987) pembagian TNM adalah sebagai berikut :
T1 = Tumor terbatas pada satu sisi nasofaring
T2 = Tumor terdapat lebih dari satu bagian nasofaring.
T3 = Tumor menyebar ke rongga hidung atau orofaring.
T4 = Tumor menyebar ke endokranium atau mengenai syaraf otak.
N1 = Metastasis ke kelenjar getah bening pada sisi yang sama, mobil, soliter dan
berukuran kurang/sama dengan 3 cm.
N2 = Metastasis pada satu kelenjar pada sisi yang sama dengan ukuran lebih dari
3 cm tetapi kurang dari 6 cm, atau multipel dengan ukuran besar kurang dari 6 cm, atau bilateral/kontralateral dengan ukuran terbesar kurang dari 6 cm.
N3 = Metastasis ke kelenjar getah bening ukuran lebih besar dari 6 cm.
M0 = Tidak ada metastasis jauh.
M1 = Didapatkan metastasis jauh.

Penentuan Stadium
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1 – 3 N1 M0
Stadium IV T4 N0 – 1 M0
Semua T N2 – 3 M0
Semua T Semua N M1

Lokasi :
1Fossa Rosenmulleri.
2Sekitar tuba Eustachius.
3Dinding belakang nasofaring.
4Atap nasofaring.

Gejala Klinik
1.Gejala Setempat :
Gejala Hidung :
Pilek dari satu atau kedua lubang hidung yang terus-menerus/kronik.
Lendir dapat bercampur darah atau nanah yang berbau.
Epistaksis dapat sedikit atau banyak dan berulang.
Dapat juga hanya berupa riak campur darah.
Obstruksio nasi unilateral atau bilateral bila tumor tumbuh secara eksofilik

Gejala Telinga :
1. Kurang, pendengaran.
2. Tinitus
3. OMP.

2.Gejala karena tumbuh dan menyebarnya tumor
Merupakan gejala yang timbul oleh penyebaran tumor secara ekspansif, infiltratif dan metastasis.
a.Ekspansif
Ke muka, tumor tumbuh ke depan mengisi nasofaring dan menutuk koane sehingga timbul gejala obstruksi nasi/hidung buntu.
Ke bawah, tumor mendesak palatum mole sehingga terjadi “bombans palatum mole” sehingga timbul gangguan menelan/sesak.

b.Infiltratif
Ke atas :
Melalui foramen ovale masuk ke endokranium, maka terkena dura dan timbul sefalgia/sakit kepala hebat, Kemudian akan terkena N VI, timbul diplopia, strabismus. Bila terkena N V, terjadi Trigeminal neuralgi dengan gejala nyeri kepala hebat pada daerah muka, sekitar mata, hidung, rahang atas, rahang bawah dan lidah. Bila terkena N III dan IV terjadi ptosis dan oftalmoplegi. Bila lebih lanjut lagi akan terkena N IX, X, XI dan XII.
Ke samping :
Masuk spatium parafaringikum akan menekan N IX dan X : Terjadi Paresis palatum mole, faring dan laring dengan gejala regurgitasi makan-minum ke kavum nasi, rinolalia aperta dan suara parau.
Menekan N XI : Gangguan fungsi otot sternokleido mastoideus dan otot trapezius.
Menekan N XII : Terjadi Deviasi lidah ke samping/gangguan menelan
c.Gejala karena metastasis melalui aliran getah bening :
Terjadi pembesaran kelenjar leher yang terletak di bawah ujung planum mastoid, di belakang ungulus mandibula, medial dari ujung bagian atas muskulus sternokleidomastoideum, bisa unilateal dan bilateral. Pembesaran ini di sebut tumor colli.
d.Gejala karena metastasis melalui aliran darah :
Akan terjadi metastasis jauh yaitu paru-paru, ginjal, limpa, tulang dan sebagainya.

Gejala di atas dapat dibedakan antara :
I.Gejala Dini : Merupakan gejala yang dapat timbul waktu tumor masih tumbuh dalam batas-batas nasofaring, jadi berupa gejala setempat yang disebabkan oleh tumor primer (gejala-gejala hidung dan gejala-gejala telinga seperti di atas).
II.Gejala Lanjut : Merupakan gejala yang dapat timbul oleh karena tumor telah tumbuh melewati batas nasofaring, baik berupa metastasis ataupun infiltrasi dari tumor.

Sebagai pedoman :
Ingat akan adanya tumor ganas nasofaring bila dijumpai TRIAS :
A.Tumor colli, gejala telinga, gejala hidung.
B.Tumor colli, gejala intrakranial (syaraf dan mata), gejala hidung dan telinga.
C.Gejala Intrakranial, gejala hidung dan telinga.

Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi : Wajah, mata, rongga mulut dan leher.
• Pemeriksaan THT:
• Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
• Rinoskopia anterior :
1. Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya banyak sekret.
2. Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
• Rinoskopia posterior :
1. Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.
2. Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
• Faringoskopi dan laringoskopi :
1. Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.
• X – foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan

Pemeriksaan tambahan
Biopsi :
Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/daerah yang dicurigai. Dilakukan dengan anestesi lokal.
Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan), melalui rinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopi posterior.
Bila perlu Biopsi dapat diulang sampai tiga kali.
Bila tiga kali Biopsi hasil negatif, sedang secara klinis mencurigakan dengan karsinoma nasofaring, biopsi dapat diulang dengan anestesi umum.
Biopsi melalui nasofaringoskopi dilakukan bila klien trismus atau keadaan umum kurang baik.
Biopsi kelenjar getah bening leher dengan aspirasi jarum halus dilakukan bila terjadi keraguan apakah kelenjar tersebut suatu metastasis.
Penatalaksanaan :
• ditekankan pada penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan komputer (4000 – 6000 R)Terapi utama : Radiasi/Radioterapi
• Terapi tambahan : diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, inferferon, Sitostatika/Kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus
• Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terapi ajuvan (tambahan). Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti. Pemberian ajuvan kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil sedang dikembangkan di bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan efirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik.

Pengkajian
1.Aktivitas/istirahat
Gejala :
Kelemahan dan / atau kelelahan.
Perubahan pada pola istirahat / jam tidur karena keringat berlegih, nyeri atau ansietas.
2.Integritas Ego :
Gejala :
Faktor stress (perubahan peran atau keuangan).
Cara mengatasi stress (keyakinan/religius).
Perubahan penampilan.
3.Makanan/cairan
Gejala : Kebiasaan diet buruk (Bahan Pengawet)
4.Neurosensori
Gejala : Pusing atau sinkope
5.Pernafasan
Gejala : Pemajanan bahan aditif
6.Interaksi sosial
Gejala : Kelemahan sistem pendukung
7.Pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga

Prioritas Keperawatan
1.Dukungan adaptasi dan kemandirian.
2.Meningkatkan kenyamanan.
3.Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
4.Mencegah komplikasi.
5.Memberi informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.

Tujuan Pemulangan
1.Klien menerima situasi dengan realistis.
2.Nyeri berkurang/terkontrol.
3.Homeostasis dicapai.
4.Komplikasi dicegah/dikurangi
5.Proses/kondisi penyakit, prognosis, pilihan terapeutik dan aturan dipahami.

Diagnosa Keperawatan
1.Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1.Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
2.Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : Mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3.Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.
4.Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5.Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.

2.Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
1.Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2.Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3.Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4.Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5.Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
6.Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7.Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.

3.Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1.Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan Ca. Nasofaring
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
2.Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3.Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
4.Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5.Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada / memungkinkan).
Rasional : Gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.

4.Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1.Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2.Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
3.Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).
4.Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
5.Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.

Evaluasi
A.Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
B.Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
C.Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.

Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.

Dunna, D.I. Et al. (1995). Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach. 2 nd Edition : WB Sauders.

Lab. UPF Ilmu Penyakit THT FK Unair. (1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit THT. Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetom Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.

Makalah Kuliah THT. Tidak dipublikasikan

Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta

Rothrock, C. J. (2000). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta.

Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Edisi kekempat. FKUI : Jakarta.

Sri Herawati. (2000). Anatomi Fisiologi Cara Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorokan. Laboratorium Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
Label: Keperawatan Bedah ( Onkologi )
Diposkan oleh mas_ajats di 12:42
READ MORE - Askep Carsinoma Nasofaring

Rabu, 14 Oktober 2009

Graha DBS n Th3 Hack3r

AdsenseCamp