Asuhan Keperawatan

Dunia Askep dan Tips Trik Komputer: 2009

Welcome to My Blog

Selamat Datang di Blog Ini.
Blog ini masih dalam masa perkembangan dan menuju kesempurnaan, agar blog ini lebih berkembang mohon Kritik dan Sarannya.

Blogger sangat berterima kasih karena ANDA mau mengunjungi Blog ini.

"Blog ini tidak akan berkembang tanpa dukungan dan kerja sama dari ANDA."

Terima kasih!!


Mau Jadi Publisher (Penerbit) atau Advertiser (Pemasang) IKLAN??? Klik disini..!!!


Mau berbisnis?? Klik link-link di bawah ini!!

Mau Dapat Uang Gratis, Download caranya disini...

AdsenseCamp

Graha DBS

Anda Pengunjung Ke :

Buku Tamu Blogger

Dimohon ke pada para pengunjung Blog ini untuk mengisi "BUKU TAMU BLOGGER" yang ada di sebelah kanan agar blogger tahu bahwa Anda bukan robot yang mengunjungi blog ini..

Rabu, 02 Desember 2009

Angina Pektoris

ANGINA PECTORIS
Definisi
Suatu sindroma klinis yang ditandai dengan episode nyeri atau perasaan tertekan di depan dada akibat kurangnya aliran darah koroner.
Klasifikasi:
1. Stabil
2. Tidak stabil
3. Varian

Etiologi
Angina Pektoris berkaitan dengan penyakit jantung koroner aterosklerotik, dan merupakan kelanjutan dari stenosis aorta berat, insufisiensi atau hipertropi kardiomiopati tanpa disertai obstruksi, peningkatan kebutuhan metabolik (hipertiroidisme), takhikardi paroksimal.

Faktor-faktor lain penyebab Angina Pectoris:
1.Latihan fisik
meningkatkan kebutuhan oksigen jantung.
2.Udara dingin
mengakibatkan kontriksi, peningkatan tekanan darah serta peningkatan kebutuhan oksigen jantung.
3.Makanan berat
meningkatkan aliran darah ke daerah mesentrikus sehingga mengurangi ketersediaan darah untuk jantung.
4.Stres atau emosi
menyebabkan pelepasan adrenalin sehingga kontraktilitas jantung meningkat

Manifestasi klinik
1. Perasaan seperti diikat atau ditekan yang bermula dari tengah dada yang secara bertahap menyebar ke rahang bawah, dipermukaan dalam tangan kiri dan permukaan ulnar jari manis dan jari kelingking.
2. Ciri khas : dilihat dari letaknya, kualitas sakit hubungan timbulnya sakit dengan aktifitas dan lamanya serangan.

Patofisiologi
1. Ditandai oleh serangan rasa nyeri paroksimal yang bersifat
sementara, biasanya subternal atau prekardial yang ditimbulkan
oleh kerja berat dan menghilang bila istirahat.

2. Rasa nyeri tidak langsung berhubungan dengan kerusakan
anatomi, maka angina pektoris merupakan gejala klinik yang
dimulai hypoxia myocardium oleh aterosklerosis.

Komplikasi
1. Unstable angina
2. Infarkmiokard
3. Aritmia
4. Sudden death


Diagnosis

1.Dengan EKG, didapatkan depresi segmen ST lebih dari satu mm pada waktu melakukan latihan / aktifitas dan biasanya disertai sakit dada mirip seperti serangan angina.
2.Lama serangan 1 – 5 menit

Penatalaksanaan:
Pengobatan terhadap serangan akut, berupa nitrogliserin
sublingual –1 tablet yang merupakan alat pilihan yang bekerja sekitar 1 – 2 menit dan dapat diulang dengan interval 3 – 5 menit.

Pencegahan :
1. Long Acting nitrate, yaitu ISDN 3 X 10
- 40 mg oral.
2. Beta bloker : propanolol, metoprolol, nadolol,
atenolol, dan pindolol.
3. Kalsium antagonis : verapamil, diltiazem.

Tindakan Invasif
1.Percutanens transluminal coronary angioplasty (PTCA)
merupakan upaya memperbaiki sirkulasi koroner dgn cara memecah plak atau ateroma dgn cara memasukan kateter dgn ujung berbentuk balon.
2.Coronary artery bypass graft (CABG)



Asuhan keperawatan

1.Pengkajian

data obyektif : - nyeri pada dada
- Kolesterol serum tinggi
- terlalu banyak merokok
2.Data Subyektif : - sesak nafas
- kelelahan
- tidak nafsu makan
- mual

2.Diagnosa keperawatan

1.Ansietas yang berhubungan dengan nyeri dada sekunder akibat efek iskemia jantung
2.Ketakutan yang berhubungan dengan status baru dan masa datang tidak diketahui
3.Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan tindakan dan lingkungan
4.Resiko terhadap konstipasi yang berhubungan dengan tirah baring, perubahan gaya hidup dan pengobatan
5.Intoleren aktivitas yang berhubungan dengan dekondisi sekunder akibat ketakutan akan kekambuhan angina

3.Intervensi keperawatan

1.Berikan posisi semifowler
2.Berikan oksigen konsentrasi tinggi (6-10 ltr/menit)
3.Kolaborasi pemberian nitrogliserin, bete bloker dan kalsium anatagonis)
4.Monitor tekanan darah, nadi dan pernapasan
5.Lakukan EKG
6.Observasi bunyi jantung
7.Observasi adanya mual, muntah, dan konstipasi




Hemoptisis

Pengertian
Adalah ekspetorasi darah dari saluran napas.Darah bervariasi dari dahak. Dahak disertai bercak/lapisan darah hingga batuk berisi darah

DIAGNOSA
1.Anamnesis
a. Batuk, darah berwarna merah segar,bercampur busa,
b. Batuk sebelumnya, dahak (jumlah, bau, penampilan) demam,
sesak, nyeri dada, penurunan BB.
c. Kelainan perdarahan,penggunaan obat anti koagulan
d. Kebiasaan:merokok

PEMERIKSAAN FISIK

a. Orofaring,nasofaring:tidak ada sumber perdarahan
b. Paru :ronk basa/kering
c. Jantung:tanda-tanda hipertensi pulmonl,gagal jantung
Beronkoskopi:menentukan lokasi sumber perdarahan dan
diagnosis.

Diagnosis banding
1.Sumber trakeobronkial:
a.Neoplasma
b.Bronkitis(akut dan kronik)
c.Brokiektasis
d.Trauma
e.Benda asing
2.Sumber parenkim paru:
a.Tuberkulosis paru
b.Pneumonia
c.Abses paru
d.Sumber vaskuler

TERAPI
Hemoptisis masif:
Tujuan terapi adalah memepertahankan jalan nafas,proteksi paru yang sehat,menghentikan pendarahan.
a.Istirahat baring,kepala direndahkan tubuh miring kesisi sakit
b.Oksigen
c.Infus,bila perlu transfusi darah
d.Bronkoskopi

KOMPLIKASI
Asfiksia, atelektasis, anemia
READ MORE - Angina Pektoris

Askep GEA (Gastroentritis Akut)

Asuhan Keperawatan Gastroenteritis
A. Konsep Diare Akut
I. Pengertian
a. Diare adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya, neonatus >< kali/haid, bayi dan anak > 1 bulan frekuensinya > 3x/hari.
(FKUI, Ilmu Kesehatan Anak 1, 2000: 283)
b. Diare adalah peningkatan frekuensi dan kandungan air pada feses.
(Rosenstein, Fosanelli, Intisari Pediatri, 1997:115)
c. Diare adalah deteksi encer > 5x/hari dengan tanpa darah/lendir.
(FKUB, Pediatri, 2001:5)
d. Diare akut adalah diare yang terjadi mendadak pada anak yang semula sehat.
(FKUB, Pediatri, 2001:9)
II. Etiologi
Penyebab dari diare akut antara lain :
a. Faktor infeksi
1. Infeksi virus
• Retavirus
- penyebab tersering diare akut pada bayi, sering didahulu atau disertai dengan muntah.
- timbul sepanjang tahun, tetapi biasanya pada musim dingin.
- dapat ditemukan demam atau muntah.
- didapatkan penurunan HCC.
• Enterovirus
- biasanya timbul pada musim panas.
• Adenovirus
- timbul sepanjang tahun
- menyebabkan gejala pada saluran pencernaan/pernafasan
• Norwalk
- epidemik
- dapat sembuh sendiri (dalam 24-48 jam).
2. Bakteri
• Stigella
- semusim, puncaknya pada bulan Juli-September
- insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun
- dapat dihubungkan dengan kejang demam.
- muntah yang tidak menonjol
- sel polos dalam feses
- sel batang dalam darah
• Salmonella
- semua umur tetapi lebih tinggi di bawah umur 1 tahun.
- menembus dinding usus, feses berdarah, mukoid.
- mungkin ada peningkatan temperatur
- muntah tidak menonjol
- sel polos dalam feses
- masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari.
- organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulan-bulan.
• Escherichia coli
- baik yang menembus mukosa (feses berdarah) atau yang menghasilkan entenoksin.
- pasien (biasanya bayi) dapat terlihat sangat sakit.
• Campylobacter
- Sifatnya invasis (feses yang berdarah dan bercampur mukus) pada bayi dapat menyebabkan diare berdarah tanpa manifestasi klinik yang lain.
- kram abdomen yang hebat.
- muntah/dehidrasi jarang terjadi
• Yersinia Enterecolitica
- feses mukosa
- sering didapatkan sel polos pada feses
- mungkin ada nyeri abdomen yang berat
- diare selama 1-2 minggu
- sering menyerupai apendicitis
b. Faktor Non Infeksiosus
1. Malabsorbsi
• Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi, lactosa, maltosa, dan sukrosa), non sakarida (intoleransi glukosa, fruktusa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
• Malabsorbsi lemak : long chain triglyceride.
• Malabsorbsi protein : asam amino, B-laktoglobulin
2. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan (milk alergy, food alergy, dow’n milk protein senditive enteropathy/CMPSE).
3. Faktor Psikologis
Rasa takut,cemas.
patofisiologi, klik untuk memperbesar


Gangguan gizi
• Pemberian makanan dihentikan karena takut diare/muntah
• Pengenceran pada susu yang diberikan terlalu lama
• Makanan yang tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
IV. Gejala Klinis
a. anak cengeng, gelisah
b. suhu tubuh meningkat
c. nafsu makan menurun/tidak ada
d. timbul diare (tinja cair dengan atau darah/lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijau karena tercampur empedu).
e. anus dan sekitarnya lecet, karena seringnya defeksi yang makin lama menjadi asam akibat banyaknya asam laktat yang terjadi dan pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus.
f. muntah (dapat terjadi sebelum atau sesudah diare)
g. dehidrasi (banyak kehilangan air dan elektrolit) dengan gejala :
• BB turun • tonus otot dan turgor kulit berkurang
• pada bayi UUB cekung • selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat. Berikut ini adalah tanda/gejalanya

Tingkat dehidrasi
Parameter Ringan Sedang Berat
Sensori Baik Gelisah Apatis/coma
Sirkulasi 120 120 – 140 > 140
Respiratori Biasa Agak cepat Kusmaull
Rasa haus + ++ +
Oligori Biasa Sedikit -
Turgor Agak kurang Kurang Sangat kurang
Tonus Biasa Agak  Menurun
Mata Agak cekung Cekung Cekung sekali
UUB Agak cekung Cekung Cekung sekali
Mulut Normal Agak kering Kering + sianosis
Keterangan :
< 1 detik : turgor agak kurang 1-2 detik : turgor kurang > 2 detik : turgor sangat kurang

V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang meliputi :
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
c. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2. Pemeriksaan darah
a. pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium dan Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
b. Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
3. Doudenal Intubation
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

VI. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
a. Jenis cairan
• Cairan dehidrasi oral (Oral Rehidration Salt)
• Formula lengkap (oralit) mengandung NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa.
- anak di atas 6 bulan dengan dehidrasi ringan/sedang/tanpa dehidrasi: kadar natriumnya 90 mEg/l (untuk pencegahan dehidrasi)
- anak di bawah 6 bulan dengan dehidrasi ringan/sedang/tanpa dehidrasi : kadar natriumnya 50-60 mEg/l.
• Formula sederhana (tidak lengkap) mengandung NaCl dan Sukrosa atau Karbohidrat lain.
Misalnya : larutan gula garam/LGG (1/4 sdt + 1 sdm + 200 ml air), larutan air tajin, garam, larutan tepung beras garam dsb.
Ditujukan untuk pengobatan pertama di rumah pada semua anak dengan diare akut baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada dehidrasi ringan.
• Cairan parenatal
- dengan aa (1 bagian larutan darrow + 1 bagian glukosa 5%)
- RL 9 (1 bagian RL + 1 bagian glukosa 5%)
- RL (ringen laktat)
- 3 (1 bagian NaCl 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian natrium laktat 1/6 mol/l)
- DG 1 : 2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%)
- RLG 1 : 3 ( 1 bagian RL + 3 bagian glukosa 5%)
- Cairan 4 :1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1,5% atau 4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaCl 0,9%)
b. Jalan pemberian cairan
• Parenal untuk dehidrasi ringan/sedang/tanpa dehidrasi bila anak mau minum dan kesadaran baik.
• Intragastrik untuk dehidrasi ringan/sedang/tanpa dehidrasi bila anak tidak mau minum atau kesadaran menurun.
• Intravena untuk dehidrasi berat.
c. Jumlah cairan
Jumlah cairan yang hilang menurut derajad dehidrasi pada anak di bawah
2 tahun.
Derajad dehidrasi PWL NW CWL Jumlah
Ringan
Sedang
Berat 50
75
125 100
100
100 25
25
25 175
200
250

d. Jadwal (kecepatan) pemberian cairan
• belum ada dehidrasi
- Oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas setiap kali buang air besar.
- Parental dibagi rata-rata 24 jam.
• Dehidrasi ringan
- 1 jam pertama : 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik.
- selanjutnya : 125 ml/kgBB/hari atau ad libitum


• Dehidrasi sedang
- 1 jam pertama : 50-100 ml/kgBB personal atau intragastrik
- selanjutnya : 125 ml/kgBB/hari atau ad libitum
• Dehidrasi berat, untuk anak 1 bulan – 2 tahun dengan BB 3-10 kg.
- 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/jam atau 10 tetes/kgBB/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau
13 tetes/kgBB/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 20 tetes)
- 7 jam kemudian : 12 ml/kg/jam atau 3 tetes/kgBB/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau
4 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes.
2. Pengobatan Dietetik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB kurang dari 7 kg.
Jenis makanan :
- Susu (ASI dan susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tak jenuh misalnya LLM, Almiron).
- Makanan setengah padat (bubur syusu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau minum susu karena di rumah sudah biasa diberi makanan padat.
- Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktose atau susu dengan asam lemak tak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan.
- Hari 1 : setelah dehidrasi segera diberikan makanan peroral.
Bila diberi ASI atau susu Formula, diare masih sering, hendaknya diberikan tambahan oralit atau air tawar selang-seling dengan ASI, misalnya : 2x ASI/susu formula rendah laktosa, 1 x oralit/air tawar atau 1x ASI/susu formula rendah laktosa, 1 x oralit/air tawar.
- Hari 2-4 : ASI/susu formula rendah laktosa penuh
- Hari 6 : Dipulangkan dengan ASI (susu formula sesuai dengan kelainan yang ditemukan dari pemeriksaan laboratorium)
Bila tidak ada kelainan, dapat diberikan susu biasa seperti SGM, Lactogen, Dancow dsb, dengan menu makan sesuai dengan umur dan BB bayi.

3. Obat-obatan
a. Obat anti sekresi
- Asetosal
Dosis : 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg
- Klorpiomazin
Dosis : 0,5 – 1 mg/kgBB/nasi
b. Obat antispasnolitik
Pada umumnya obat anti sparmolitik seperti papaverine, ekstrak beladona, opium, laperamid dan sebagainya tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut.
c. Obat pengeras tinja
Obat pengeras tinja seperti kaolin, pelktin, diarcoal, tabonal dan sebagianya tidak ada manfaat untuk mengatasi diare.
d. Antibiotika
Pada umumnya antibiotika tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut, kecuali jika penyebabnya jelas seperti :
- koleksi, diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kgBB/hari
- campylobacter, diberikan eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari

B. Manajemen Asuhan pada Anak dengan GEA
I. Pengkajian
a. Data Subyektif
1. Identitas
Umur : lebih sering terjadi pada usia 6-11 bulan
2. Keluhan utama
BAB cair > 4x
3. Riwayat kesehatan sekarang
Mula-mula pasien cengeng, suhu badan meningkat, nafsu makan menurun, kemudian timbul diare. Tinja cair dengan atau tanpa darah/lendir, warna makin lama berubah menjadi kehijauan. Gejala muntah bisa timbul sebelum atau sesudah diare.
4. Riwayat penyakit dahulu
Anak pernah menderita penyakit campak.
5. Riwayat kesehatan keluarga
6. Riwayat imunisasi
7. Riwayat kehamilan dan persalinan
8. Riwayat tumbuh kembang
9. Riwayat psikologi
10. Pola kebiasaan sehari-hari

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
KU : gelisah, rewel
Kesadaran : composmentis
Nadi : normal (120-140)
Suhu : meningkat
2. Pemeriksaan fisik (infeksi, palpasi,perkusi)
Kepala : UUB cekung
Mata : cowong
Mulut : selaput lendir mulut dan bibir kering
Dada : paru : pernafasan agak cepat
Perut : bising usus meningkat, peristaltik usus meningkat
Kulit : turgor kulit kurang (1-2 detik)
Genetalia : daerah anus dan sekitarnya lecet

3. Pemeriksaan penunjang/lab
4. Program terapi
- pemberian cairan
- pemberian makanan
- obat-obatan

B. Identifikasi Masalah/Diagnosa
Dx : gastroenteritis akut dengan dehidrasi sedang.
DS : -
DO : - keadaan umum lemah (gelisah)
- anak cengeng
- mata cowong
- selaput lendir mulut dan bibir kering
- BAB cair > 4 kali dengan atau tanpa darah/lendir
- muntah
- turgor kulit turun (1-2 detik)
Masalah:
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan
3. Perubahan integritas kulit
4. Gangguan rasa nyaman sehubungan denngan diare, kram abdomen dan muntah.
5. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang pengertian, diit dan tanda gejala diare.
6. Potensial terjadi infeksi nosokomial

C. Intervensi
Dx : gastroenteritis akut dengan dehidrasi sedang.
Tujuan : GEA dapat disembuhkan dan tidak ada dehidrasi
KH : keadaan umum baik (T : 36,5 – 37,2 oC; N : 100-140 x/mnt, RR : 20-30 x/mnt).
Mata tidak cowong, turgor normal (1-2 detik)
Konsistensi feses lunak, frekuensi 3x sehari.
Selaput lendir mulut dan bibir lembab.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital.
R : Parameter keadaan umum klien dan deteksi dini adanya kelainan.
2. Observasi intake dan out put.
R : Catatan masukan dan pengeluaran membantu mendeteksi dini ketidakseimbangan cairan
3. Observasi tanda-tanda dehidrasi
R : Tanda-tanda dehidrasi digunakan untuk mengetahui derajad dehidrasi
4. Kolaborasi untuk rehidrasi
R : Rehidrasi untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang dan mempercepat penyembuhan.
5. Melaksanakan program terapi dokter dalam pemberian obat
R : Perawatan bersama akan mempercepat dan mempermudah dalam mengatasi masalah.
Masalah :
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH : BB sesuai umur, diit dihabiskan
Intervensi :
a. Berikan makanan cukup gizi sesuai diit
R : Zat gizi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Dengan gizi seimbang maka tumbuh kembang anak dapat optimal serta dapat mempercepat proses penyembuhan penyakit.
b. Jelaskan pada ibu tentang pentingya nutrisi
R : Dengan bertambahnya pengetahuan diharapkan dapat menambahkan perilaku ibu dalam memenuhi dan mempersiapkan gizi anak dengan baik.
c. Timbang BB
R : Kecukupan gizi dapat diketahui dengan melakukan penimbangan BB
2. Perubahan integritas kulit
Tujuan : anak didik mengalami ruang bokong
KH : kulit di sekitar anus tidak merah dan lecet
Intervensi :
a. Jaga daerah sekitar anus agar tetap bersih dan kering
R : Keadan bersih dan kering mencegah kembangbiaknya mikro organisme.
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah menggant popok
R : Cuci tangan dapat mencegah penyebaran kuman dan mencegah terjadinya infeksi.
c. Hindari penggunaan bedak jika lecet
R : Partikel bedak akan melekat pada kulit dan menambah lecet sehingga menjadi sarang perkembangbiakan kuman.
3. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan diare, kram abdomen dan muntah.
Tujuan : anak menjadi nyaman dan bebas dari kram abdomen
KH : abdomen tidak kram, anak tidur dengan nyaman dan tidak rewel.
Intervensi :
a. Baringkan pasien dalam posisi terlentang dengan bantalan hangat di atas abdomen
R : Tindakan ini meningkatkan relaksasi otot dan mengurangi kram.
b. Beri penjelasan pada orang tua untuk menghindari air yang sangat dingin atau panas, makanan yang mengandung lemak dan kafein.
R : Cairan dingin merangsang kram cairan panas dan lemak merangsang peristaltik usus dan cafien meningkatkan usus.
4. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang pengetahuan, diit dan tanda gejala diare.
Tujuan : Orang tua mengerti tentang pengertian, diit dan tanda gejala diare.
KH : Orang tua dapat menguraikan tentang diare, tanda gejala diare dan diit untuk anak diare.
Intervensi :
a. Jelaskan tentang diare dan tanda gejalanya.
R : Pemahaman orang tua tentang diare dan tanda gejalanya akan merangsang orang tua untuk kooperatif dalam perawatan upaya penyembuhan.
b. Jelaskan diit untuk anak diare yaitu makanan tinggi serat, tinggi lemak, air yang sangat panas, dingin harus dihindari.
R : Makanan ini dapat mengiritasi usus.
5. Potensial terjadi infeksi nosokomial
Tujuan : Tidak terjadi infeksi nosokomial
KH : Anak tidak terserang penyakit lain selain yang diderita
Intervensi :
a. Cuci tangan sebelum dansesudah menyentuh anak
R : cuci tangan untuk mencegah penyebaran kuman


b. Anjurkan pada orang tua untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh anak.
R : cuci tangan untuk mencegah penyebaran kuman
READ MORE - Askep GEA (Gastroentritis Akut)

Diare

DIARE

• Pengertian
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.

• Penyebab
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
• Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
• Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
• Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
1. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
• malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
• Kurang kalori protein.
• Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.

• Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak. Gangguan gizi
3. Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
• Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah hebat.
• Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
• Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
4. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
• Manifestasi Klinis Diare
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan dalam. (Kusmaul).

• Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan tinja
• Makroskopis dan mikroskopis
• PH dan kadar gula dalam tinja
• Bila perlu diadakan uji bakteri
1. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
2. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
3. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

• Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.

• Derajat dehidrasi
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan:
• Kehilangan berat badan
• Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
• Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
• Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%

• Pentalaksanaan
1. Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
• Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
• Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO 3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
• Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
• Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
• 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
• 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
• 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
• Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
• 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
• Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
• 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
• 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
• 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
• Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
• Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO 3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
• Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO 3 1½ %).
• Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
• Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh
• Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
• Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
• Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
1. Keperawatan
Mrrreeegasalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai proses penyakit.
Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.
• Data fokus
• Hidrasi
• Turgor kulit
• Membran mukosa
• Asupan dan haluaran
• Abdomen
• Nyeri
• Kekauan
• Bising usus
• Muntah-jumlah, frekuensi dan karakteristik
• Feses-jumlah, frekuensi, dan karakteristik
• Kram
• Tenesmus
• Diagnosa keperawatan
• Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara intake dan out put.
• Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi usus dengan mikroorganisme.
• Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi yang disebabkan oleh peningkatan frekuensi BAB.
• Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, tidak mengenal lingkungan, prosedur yang dilaksanakan.
• Kecemasan keluarga berhubungan dengan krisis situasi atau kurangnya pengetahuan.
• Intervensi
• Tingkatkan dan pantau keseimbangan cairan dan elektrolit
• Pantau cairan IV
• Kaji asupan dan keluaran
• Kaji status hidrasi
• Pantau berat badan harian
• Pantau kemampuan anak untuk rehidrasi
• Melalui mulut
• Cegah iritabilitas saluran gastro intestinal lebih lanjut
• Kaji kemampuan anak untuk mengkonsumsi melalui mulut (misalnya: pertama diberi cairan rehidrasi oral, kemudian meningkat ke makanan biasa yang mudah dicerna seperti: pisang, nasi, roti atau asi.
• Hindari memberikan susu produk.
• Konsultasikan dengan ahli gizi tentang pemilihan makanan.
• Cegah iritasi dan kerusakan kulit
• Ganti popok dengan sering, kaji kondisi kulit setiap saat.
• Basuh perineum dengan sabun ringan dan air dan paparkan terhadap udara.
• Berikan salep pelumas pada rektum dan perineum (feses yang bersifat asam akan mengiritasi kulit).
• Ikuti tindakan pencegahan umum atau enterik untuk mencegah penularan infeksi (merujuk pada kebijakan dan prosedur institusi).
• Penuhi kebutuhan perkembangan anak selama hospitalisasi.
• Sediakan mainan sesuai usia.
• Masukan rutinitas di rumah selama hospitalisasi.
• Dorong pengungkapan perasaan dengan cara-cara yang sesuai usia.
• Berikan dukungan emosional keluarga.
• Dorong untuk mengekspresikan kekhawatirannya.
• Rujuk layanan sosial bila perlu.
• Beri kenyamanan fisik dan psikologis.
• Rencana pemulangan.
• Ajarkan orang tua dan anak tentang higiene personal dan lingkungan.
• Kuatkan informasi tentang diet.
• Beri informasi tentang tanda-tanda dehidrasi pada orang tua.
• Ajarkan orang tua tentang perjanjian pemeriksaan ulang.
READ MORE - Diare

Askep Tonsilitis 2

FORMAT PENGKAJIAN
CABANG ILMU KEPERAWATAN ANAK

I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : Y
2. Umur : 11 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki - laki
4. A g a m a : Kristen
5. Pendidikan : SD
6. A l a m a t : Jl. Landak Baru.
7. Tanggal masuk : 11 Mei 2003
8. Tanggal pengkajian : 12 Mei 2003
9. Diagnosa Medik : Tonsilofaringitis.
10. Rencana therapi :

B. Identitas Orang Tua
1. Ayah
a. Nama : Tn. Y.D.
b. Usia : 42 Tahun
c. Pendidikan : S1
d. Pekerjaan/Sumber penghasilan : Pendeta
e. Agama : Kristen
f. Alamat : Jl. Landak Baru.

2. Ibu
a. Nama : Ny. Y.S.
b. Usia : 39 Tahun
c. Pendidikan : SMA (T)
d. Pekerjaan/Sumber penghasilan : IRT
e. Agama : Kristen
f. Alamat : Jl. Landak Baru.

C. Identitas Saudara Kandung
No Nama Usia Hubungan Status Kesehatan

1.
2.
3.
4.
5.
Debi
Yosef
Yansen
Cristin
Matius
22 Tahun
20 Tahun
11 Tahun
7 Tahun
2 Tahun
Kakak
Kakak
Adik kembar
Adik
Adik Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat

II. Keluhan Utama / Alasan Masuk RS.
Demam dan sakit pada waktu menelan.

III. Riwayat Sekarang
A. Riwayat Kesehatan sekarang
- Demam dan sakit waktu menelan dialami 4 hari yang lalu tanggal 07 Mei 2003, disertai batuk dan bila klien batuk sakit pada dada, dan orang tua klien telah memberikan obat paracetamol tetapi tidak sembuh-sembuh.
- Kondisi saat dikaji :
Keluhan utamanya demam suhu 38,50 C kadang setelah minum antipiretik suhu turun kurang lebih 3 jam suhu naik kembali, klien masih mengeluh sakit perut, sakit dada bila batuk dan sakit bila menelan.
B. Riwayat Kesehatan lalu
( Untuk semua usia )
- Penyakit pada masa anak-anak dan penyakit infeksi yang pernah dialami tidak ada
- Tidak pernah jatuh, kecelakaan dan keracunan.
- Prosedur operasi dan perawatan RS : tidak pernah
- Alergi ( makanan, obat-obatan, zat/substansi, tekstil ) : tidak ada
- Pengobatan dini ( komsumsi obat-obatan bebas ) : tidak ada

C. Riwayat Kesehatan keluarga
- Penyakit anggota keluarga tidak ada.
GENOGRAM










Keterangan :
= meninggal
= perempuan
= laki – laki
= klien
= tinggal serumah
IV. Riwayat imunisasi
No Jenis Imunisasi Waktu pemberaian Reaksi setelah pemberian
1. BCG 1 bln Deman
2. DPT ( I, II, III ) 3, 4, 5 bln panas
3. Polio (I, II, III ) 1, 3, 4 bln Tidak ada
4 Campak 9 bln Tidak ada
5. Hepatitis 2, 3, bln Tidak ada
V. Riwayat Tumbuh Kembang.
A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat Badan : BB lahir 2,6 kg, BB masuk RS : 33 kg.
2. Tinggi Badan : PB lahir 47 cm, PB masuk RS : 141 Cm
3. Waktu tumbuh gigi pertama : 8 bln
B. Perkembangan Tiap tahap
Usia anak saat :
1. Berguling : 4 Bln
2. Duduk : 6 Bln
3. Merangkak : 5 Bln
4. Berdiri : 9 Bln
5. Berjalan : 12 Bln
6. senyum kepada orang lain : Tidak diketahui
7. Bicara pertama kali : 12 Bln
8. Berpakaian tanpa bantuan : Tidak tahu.
VI. Riwayat Nutrisi
A. Pemberian ASI
1. Pertama kali disusui : sekitar 2 jam setelah dilahirkan
2. Waktu dan cara pemberian : saat menangis. (tidak terjadwal)
3. Lama pemberian : 15 - 30 menit.
4. Asi diberikan sampai usia : 2 tahun.
B. Pemberian Susu
Tidak pernah diberikan susu formula hanya ASI
C. Pemberoian makanan tambahan
1. Pertama kali diberikan saat usia 4 bulan
2. Jenis makanan tambahan : bubur Tim (pisang)
D. Pola perubahan Nutrisi tiap tahapan usia sampai nutrisi saat ini
Usia Jenis nutrisi Lama pemberian
0 – 4 bulan
5 – 12 bulan ASI
ASI, Sari buah, bubur tim 4 bulan
2 tahun


VII. Riwayat Psichososial
- Anak tinggal di rumah sendiri.
- Lingkungan berada di setengah kota.
- Rumah berada jauh dari sekolah dan tempat bermain.
- Hubungan antar anggota keluarga harmonis.
- Yang mengasuh anaknya adalah orang tuanya..
VIII. Riwayat Spritual
Tidak dikaji
IX. Reaksi Hospitalisasi
A. Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
- Ibunya membawa anaknya ke RS karena demam yang terus menerus dan tidak turun walaupun telah minum obat penurun panas.
- Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak : tidak
- Bagaimana perasaan orang tua saat ini : cemas, karena belum tahu tentang kondisi penyakit anaknya.
- Ayahnya selalu mengunjungi anaknya setiap pulang kerja.
- Yang akan tinggal dengan anak : kakaknya , ibu pulang mengasuh adik klien.
B. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
­ Klien mengetahui bahwa dia dibawa kerumah sakit karena sakit, menuerut klien penyebab dia sakit karena sering minum es. Tante klien (perawat) telah menceritakan tentang keadaan penyakitynyan kepada klien. Klien sering menangis dan ingin cepat pulang kerumah
X. Aktivitas sehari-hari
A. Nutrisi
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Selera makan
2. Menu makanan
3. Frekwensi makanan
4. Makanan yang disukai
5. Pembatasan pola makan
6. Cara makan
7. Ritual saat makan Baik
Nasi + ikan + sayur
3 kali / hari
Biskuit
Tidak ada
Makan sendir
Berdoa Kurang
Nasi + ikan + sayur
3 kali / hari
Biskuit
Tidak ada

Berdoa

B. Cairan :
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Jenis minuman
2. Frekwensi minum
3. Kebutuhan cairan
4. Cara pemenuhan Air putih + teh
4 – 5 kali / hari
1760 cc / hari
minum oral Air putih + susu
Tidak teratur
2551 cc
oral

C. Eliminasi (bak/bab) :
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Tempat pembuangan
2. Frekwensi
3. Konsistensi
4. Kesulitan
5. Obat pencahar WC
1 kali /hari
Lembek
Tidak ada
Tidak ada Pispot
1 kali /2-3 hari
Biasa / keras
Tidak ada
Tidak ada

D. Istirahat tidur :
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. jam tidur :
 Siang
 Malam
2. Pola tidur
3. Kebiasaan sebelum tidur
4. Kesulitan tidur
Tidak tidur siang
10 jam tdk terjadwal
Teratur
Nonton TV
Tidak ada
Tidak teratur
Tidak teratur
Tidak teratur
Tidak ada
Gelisah

E. Olah raga :
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Program olah raga
2.Jenis dan frekwensi
3. Kondisi setelah olahraga Main bola
Tiap hari
Senang Tidak ada
Tidak ada












F. Personal Hygiene :
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Mandi
a. Frekwensi
b. Tempat
2. Cuci rambut
c. Frekwensi
d. Cara
3. Gunting kuku
e. Frekwensi
f. Cara
4. Gosok gigi
g. Frekwensi
h. Cara
2 kali sehari
Kamar mandi

2 – 3 kali / minggu
Dicuci sendiri

1 kali / minggu
Dipotong sendir

1 – 2 / hari
dilakukan sendiri
Jarang / dilap saja
Tempat tidur

Tidak pernah


Tidak pernah


Tidak pernah


G. Aktifitas / Mobilitas fisik
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Kegiatan sehari-hari
2. Pengaturan jadwal harian
3. Penggunaan alat Bantu aktifitan
4. Kesulitan pergerakan tubuh bermain
Teratur
Tidak ada
Tidak ada Tirah baring
Tidak ada
Tidak ada
Dibantu total

H. Rekreasi
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Perasaan saat sekolah
2. Waktu luang
3. Perasaan setelah rekreasi/bermain
4. Waktu senggang keluarga
5. Kegiatan hari libur Senang
Bermain
Gembira
Siang hari / malam
Bermain / menonton -
-
-
-
-

XI. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Klien : sakit sedang.
b. Tanda – tanda vital :
• Suhu : 38,5C
• Nadi : 120 / menit
• Respirasi : 36 / menit
• Tekanan Darah : 100/90 mmHg.
c. Antropometri :
• Panjang badan : 141 cm
• Berat Badan : 33 kg.
• Lingkar lengan atas : 21 cm
• Lingkar kepala : 53 cm
• Lingkar dada : 67,5 cm
• Lingkar perut : 64 cm
d. Sistem Pernafasan
• Hidung : Simetris, pernafasan cuping hidung : tidak tampak, secret : tidak tamapk
• Leher : Tidak ada pemebesaran kelenjar tyroid dan tumor, terdapat pembesaran kelenjar limfe di sub mandibula.
• D a d a :
 Bentuk dada : Normal
 Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan tranversal : 1 : 1
 Gerakan dada : simetris, tidak terdapat retraksi
 Suara nafas : bronkhovesikuler
 Suara nafas tambahan : tadak terdengar
• Tida ada clubbling finger
e. Sistem kardiovaskuler :
• Conjungtiva : Tidak anemia, bibir : tidak pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi reguler , tekanan vena jugularis : tidak meninggi
• Ukuran Jantung : tidak ada pembesaran
• Suara jantung : Tidak ada bunyi abnormal
• Capillary refilling time : 1 detik
f. Sistem Pencernaan
• Skelera : tidak ikterus, Bibir : kering
• Mulut : normal
• Gaster : normal
• Abdomen : tidak kembung
• Anus : tidak dikaji.
g. System indra
• Mata : normal
• Hidung : normal
• Telinga : normal
h. Sistem syaraf
( Tidak dikaji )
i. Sistem Muskulo Skeletal
• Kepala : Tidak ada benjolan
• Vertebrae : Tidak ada kelainan
• Pelvis : Tidak ada kelainan
• Lutut : Tidak ada kelainan
• Kaki : Tidak ada kelainan
• Tangan : Tidak ada kelaian
j. Sistem Integumen
• Rambut : warna : hitam, tidak mudah tercabut
• Kulit : warna : Sawo matang, temperatur : normal , kelembaban : baik
• Kuku : warna : kemerah-merahan.
k. Sistem Endokrine :
• Kelenjar thyroid : tidak membesar
• Ekskresi urine : tidak berlebihan
• Tidak ada riwayat urine dikelilingi semut
l. Sistem perkemihan ( semua normal bak lancar )
m. Sistem imun :
Tidak ada riwayat alergi.
XII. Test diagnostik
• Laboratorium Nilai Normal
WBC : 3,6-L x 10 3 /ul (4, 5 – 10,5 L x 10 3 /ul)
RBC : - 3,19, m/mm3 ( 4.00 – 6,00 M/mm3 )
MCV : - 91,3 lg/dl ( 80,0 – 99,5 lg/dl )
Hct : - 29 %/ dl ( 40.0 – 48.0 % / dl )
Mch : - 25,2 pg ( 27,0 – 31,0 pg )
McHc : - 27,6 g/dl ( 33,0 – 37,0 g/dl )
PLT : 106 l x10 3/ul ( 150-450 l x10 3/ul)
Lym : 29,4 % ( 20.0 – 40.0 % )
Lym # : 1,1 x 10 3 u/l ( 1,2 – 3,4 x 10 3 u/l )
• Ro. Photo :
- Belum ada hasil.

XIII. Teraphi saat ini :
a. Amoxicillin syrup 3 x 250 mg
b. paracetamol syrup 3 x 250 mg
READ MORE - Askep Tonsilitis 2

Selasa, 01 Desember 2009

Askep Tonsilitis 1

TONSILITIS AKUT

A. PENGERTIAN
Tonsilitis akut merupakan infeksi tonsil akut yang menimbulkan demam, lemah, nyeri tenggorokan dan gangguan menelan, dengan gejala dan tanda setempat yang radang akut. Sering kali peradangan juga mengenai dinding faring sehingga disebut juga tonsilofaringitis akut.
B. ETIOLOGI
Tonsilitis akut disebabkan oleh kuman jenis stafilokokkus atau streptokokkus terutama stafilokokkus B hemolitikus.
C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang sering ditemukan adalah :
 Sering terjadi gangguan menelan ( disfagia) sehingga terjadi regurgitasi.
 Resonator suara terganggu sehingga terjadi rinolalia
 Demam yang tinggi.
 Kadang-kadang ditemukan trismus dan hipersalivasi.
D. BENTUK-BENTUK TONSILITIS AKUT
Tonsilitis akut terdiri dari 2 bentuk yaitu :
 Tonsilitis lakunaris
Tonsilitis yang mempunyai pseudomembran bercak-bercak.
 Tonsilitis folikularis
Tonsilitis yang mempunyai pseudomembran yang berbintik-bintik.
Perbedaan tonsilitis bentuk akut, eksaserbasi akut dan kronik :
 Akut
 Tonsil hiperemis dan edema
 Kripti tidak melebar
 Destruitus +/-
 Perlengketan –
 Kronik eksaserbasi akut
 Tonsil hiperemis dan edema
 Kripti melebar
 Destruitus +
 Perlengketan
 Kronik
 Tonsil membesar/mengecil tidak hiperemis
 Kripti melebar
 Destruitus +
 Perlengketan
E. PENGOBATAN/TERAPY
 Tonsilitis akut.
Berikan antibiotik, analgesik, dan obat kumur.
 Tonsilitis kronik eksaserbasi.
Penyembuhan radang, kemudian dilakukan tonsilektomi 2-6 minggu setelah peradangan tenang.
 Tonsilitis kronik
Bila tonsilitis kronik tidak mengganggu biarkan.
F. KOMPLIKASI
 Komplikasi dekat : dapat terjadi infiltrasi peritonsiler, abses peritonsiler, otitis media, limfedenitis regional, rinitis kronik dan sinusitis.
 Komplikasi jauh : dapat terjadi meningitis, endokarditis, pleuritis, miositis, dapat pula terjadi sebagai fokal infeksi yang dapat menimbulkan glomerulusnefritis, dan rematoid artritis.
G. INDIKASI TONSILEKTOMI
 Tonsilitis berulang-ulang dengan interval pendek.
Merupakan indikasi khusus untuk anak ( tonsilitis rekuren ) yang kambuh lebih dari 3 kali.
 Obstruksi mekanik oleh tonsil yang hipertropy.
Tonsilitis hipertropy yang menyebabkan obstruksi sehingga terjadi gangguan menelan, dan penurunan berat badan, hiperplasia setelah infeksi mononukleosis dan riwayat demam reuma dengan gangguan jantung yang berhubungan dengan tonsilitis kronik yang sukar diatasi dengan antibiotik.
 Tonsil sebagai fokal infeksi.
 Abses peritonsiler
 Rinitis berulang
 Otitis media peritonsiler

H. KONTRA INDIKASI TONSILEKTOMI
 Radang akut tonsil.
 Demam, albuminuria.
 Penyakit paru-paru
 Penyakit darah.
 Hipertensi.
 Poliomielitis epidemik.
READ MORE - Askep Tonsilitis 1

Askep pada Klien dengan Bronkopneumonia

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BRONKOPNEUMONIA

KONSEP DASAR
1. Definisi

Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)

Bronkopneumonia digunakan unutk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001).


2. Klasifikasi Pneumonia

Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :
a. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis
1. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas lobus atau lobularis.
2. Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
b. Berdasarkan faktor lingkungan
1. Pneumonia komunitas
2. Pneumonia nosokomial
3. Pneumonia rekurens
4. Pneumonia aspirasi
5. Pneumonia pada gangguan imun
6. Pneumonia hipostatik
c. Berdasarkan sindrom klinis
1. Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.
2. Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella.
Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :
a. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
b. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.
c. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
d. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak.
3. Etiologi

a. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)
4. Pathways
Terlampir
5. Manifestasi Klinis
a. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
? Nyeri pleuritik
? Nafas dangkal dan mendengkur
? Takipnea
b. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
? Mengecil, kemudian menjadi hilang
? Krekels, ronki, egofoni
c. Gerakan dada tidak simetris
d. Menggigil dan demam 38,8 ? C sampai 41,1?C, delirium
e. Diafoesis
f. Anoreksia
g. Malaise
h. Batuk kental, produktif
? Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat
i. Gelisah
j. Sianosis
? Area sirkumoral
? Dasar kuku kebiruan
k. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati
6. Pemeriksaan Penunjang

a. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
b. GDA : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
c. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
d. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
e. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
f. LED : meningkat
g. Pemeriksaan fungsi paru : volume ungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.
h. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
i. Bilirubin : mungkin meningkat
j. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999)
7. Penatalaksanaan

a. Kemoterapi
Pemberian kemoterapi harus berdasarkan pentunjuk penemuan kuman penyebab infeksi (hasil kultur spatum dan tes sensitivitas kuman terhadap antibodi). Bila penyakitnya ringan antibiotik diberikan secara oral, sedangkan bila berat diberikan secara parenteral. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal akibat proses penuaan, maka harus diingat kemungkinan penggunaan antibiotik tertentu perlu penyesuaian dosis (Harasawa, 1989).

b. Pengobatan Umum
1. Terapi Oksigen
2. Hidrasi
Bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat dehidrasi dilakukan secara parenteral
3. Fisioterapi
Pendrita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu diubah-ubah untuk menghindari pneumonia hipografik, kelemahan dan dekubitus.


ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian

a. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat gagal jantung kronis
Tanda : takikardi, penampilan keperanan atau pucat
c. Integritas Ego
Gejala : banyak stressor, masalah finansial
d. Makanan / Cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM
Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor
buruk, penampilan malnutrusi
e. Neurosensori
Gejala : sakit kepala dengan frontal
Tanda : perubahan mental
f. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala nyeri dada meningkat dan batuk myalgia, atralgia
g. Pernafasan
Gejala : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Tanda : sputum ; merah muda, berkarat atau purulen
Perkusi ; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi pleural
Bunyi nafas : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau nafas Bronkial
Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi
Warna : pucat atau sianosis bibir / kuku
h. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun, demam
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan, mungkin pada kasus rubeda / varisela
i. Penyuluhan
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
II. Rencana Keperawatan

1. Diagnosa Perawatan : kebersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan dengan :
? Inflamasi trakeobronkial, pembentukan oedema, peningkatan produksi sputum
? Nyeri pleuritik
? Penurunan energi, kelemahan

Kemungkinan dibuktikan dengan :
? Perubahan frekuensi kedalaman pernafasan
? Bunyi nafas tak normal, penggunaan otot aksesori
? Dispnea, sianosis
? Bentuk efektif / tidak efektif dengan / tanpa produksi sputum

Kriteria Hasil :
? Menunjukkan perilaku mencapai kebersihan jalan nafas
? Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tak ada dispnea atau sianosis

Intervensi :
? Mandiri
? Kali frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
? Auskultasi paru catat area penurunan / tak ada aliran udara dan bunyi nafas tambahan (krakles, mengi)
? Bantu pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam
? Penghisapan sesuai indikasi
? Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
? Kolaborasi
? Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain
? Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspetoran, bronkodilator, analgesik
? Berikan cairan tambahan
? Awasi seri sinar X dada, GDA, nadi oksimetri
? Bantu bronkoskopi / torakosintesis bila diindikasikan

2. Diagnosa Perawatan : kerusakan pertukaran gas dapat dihubungkan dengan
? Perubahan membran alveolar – kapiler (efek inflamasi)
? Gangguan kapasitas oksigen darah

Kemungkinan dibuktikan oleh :
? Dispnea, sianosis
? Takikandi
? Gelisah / perubahan mental
? Hipoksia

Kriteria Hasil :
? Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distress pernafasan
? Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigen
Intervensi :
? Mandiri
? Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas
? Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku
? Kaji status mental
? Awasi status jantung / irama
? Awasi suhu tubuh, sesui indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil
? Pertahankan istirahat tidur
? Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif
? Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan.
? Kolaborasi
? Berikan terapi oksigen dengan benar
? Awasi GDA
3. Diagnosa Perawatan : pola nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan dengan :
? Proses inflamasi
? Penurunan complience paru
? Nyeri

Kemungkinan dibuktikan oleh :
? Dispnea, takipnea
? Penggunaan otot aksesori
? Perubahan kedalaman nafas
? GDA abnormal

Kriteria Hasil :
? Menunjukkan pola pernafasan normal / efektif dengan GDA dalam rentang normal

Intervensi :
? Mandiri
? Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
? Auskultasi bunyi nafas
? Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
? Observasi pola batuk dan karakter sekret
? Dorong / bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk efektif
? Kolaborasi
? Berikan Oksigen tambahan
? Awasi GDA
4. Diagnosa Perawatan : peningkatan suhu tubuh
Dapat dihubungkan : proses infeksi
Kemungkinan dibuktukan oleh :
? Demam, penampilan kemerahan
? Menggigil, takikandi

Kriteria Hasil :
? Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh
? Tidak menggigil
? Nadi normal

Intervensi :
? Mandiri
? Obeservasi suhu tubuh (4 jam)
? Pantau warna kulit
? Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan
? Kolaborasi
? Berikan obat sesuai indikasi : antiseptik
? Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap hari

5. Diagnosa Perawatan : resiko tinggi penyebaran infeksi
Dapat dihubungkan dengan :
? Ketidakadekuatan pertahanan utama
? Tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun)

Kemungkinan dibuktikan oleh :
? Tidak dapat diterapkan tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa actual

Kriteria Hasil :
? Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
? Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi

Intervensi :
? Mandiri
? Pantau TTV
? Anjurkan klien memperhatikan pengeluaran sekret dan melaporkan perubahan warna jumlah dan bau sekret
? Dorong teknik mencuci tangan dengan baik
? Ubah posisi dengan sering
? Batasi pengunjung sesuai indikasi
? Lakukan isolasi pencegahan sesuai individu
? Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.
? Kolaborasi
? Berikan antimikrobal sesuai indikasi
6. Diagnosa Perawatan : intoleran aktivitas
Dapat dihubungkan dengan
? Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
? Kelemahan, kelelahan

Kemungkinan dibuktikan dengan :
? Laporan verbal kelemahan, kelelahan dan keletihan
? Dispnea, takipnea
? Takikandi
? Pucat / sianosis
Kriteria Hasil :
? Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan TTV dalam rentang normal

Intervensi :
? Mandiri
? Evaluasi respon klien terhadap aktivitas
? Berikan lingkungan terang dan batasi pengunjung
? Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat
? Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat / tidur
? Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
7. Diagnosa Perawatan : Nyeri
Dapat dihubungkan dengan :
? Inflamasi parenkim paru
? Reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin
? Batuk menetap

Kemungkinan dibuktikan dengan :
? Nyeri dada
? Sakit kepala, nyeri sendi
? Melindungi area yang sakit
? Perilaku distraksi, gelisah


Kriteria Hasil :
? Menyebabkan nyeri hilang / terkontrol
? Menunjukkan rileks, istirahat / tidur dan peningkatan aktivitas dengan cepat

Intervensi :
? Mandiri
? Tentukan karakteristik nyeri
? Pantau TTV
? Ajarkan teknik relaksasi
? Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
8. Diagnosa Perawatan : resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Dapat dihubungkan dengan :
? Peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi
? Anoreksia distensi abdomen

Kriteria Hasil :
? Menunjukkan peningkatan nafsu makan
? Berat badan stabil atau meningkat

Intervensi :
? Mandiri
? Indentifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah
? Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin
? Auskultasi bunyi usus
? Berikan makan porsi kecil dan sering
? Evaluasi status nutrisi
9. Diagnosa Perawatan : resti kekurangan volume cairan
Faktor resiko :
? Kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringan banyak, hiperventilasi, muntah)

Kriteria Hasil :
? Balance cairan seimbang
? Membran mukosa lembab, turgor normal, pengisian kapiler cepat

Intervensi :
? Mandiri
? Kaji perubahan TTV
? Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa
? Catat laporan mual / muntah
? Pantau masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine
? Hitung keseimbangan cairan
? Asupan cairan minimal 2500 / hari
? Kolaborasi
? Berikan obat sesuai indikasi ; antipirotik, antiametik
? Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
10. Diagnosa Perawatan : kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan
Dapat dihubungkan dengan :
? Kurang terpajan informasi
? Kurang mengingat
? Kesalahan interpretasi

Kemungkinan dibuktikan oleh :
? Permintaan informasi
? Pernyataan kesalahan konsep
? Kesalahan mengulang

Kriteria Hasil :
? Menyatakan permahaman kondisi proses penyakit dan pengobatan
? Melakukan perubahan pola hidup
Intervensi
? Mandiri
? Kaji fungsi normal paru
? Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya penyembuhan dan harapan kesembuhan
? Berikan dalam bentuk tertulis dan verbal
? Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif
? Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama periode yang dianjurkan
READ MORE - Askep pada Klien dengan Bronkopneumonia

Sabtu, 21 November 2009

Diabetes Mellitus (1)

DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

B. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

C. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

E. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena < 100 100-200 >200
- Darah kapiler < 80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa

- Plasma vena <110 110-120 >126
- Darah kapiler <90 90-110 >110


Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

H. Pengkajian
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
 Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

 Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
 Integritas Ego
Stress, ansietas
 Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
 Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
 Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
 Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
 Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
 Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

I. Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko terjadi injury

J. Intervensi
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
 Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
 Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
 Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
 Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
 Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
 Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
 Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
 Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
 Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
 Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
 Kolaborasi dengan ahli diet.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :
 Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
 Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
 Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
 Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
 Pantau masukan dan pengeluaran
 Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
 Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
 Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
 Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
 Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
 Kaji tanda vital
 Kaji adanya nyeri
 Lakukan perawatan luka
 Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
 Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.



4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
 Hindarkan lantai yang licin.
 Gunakan bed yang rendah.
 Orientasikan klien dengan ruangan.
 Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
 Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
READ MORE - Diabetes Mellitus (1)

Jumat, 20 November 2009

Diabetes Mellitus

DIABETES MELLITUS
• Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
• Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
• Etiologi
1. Diabetes tipe I:
• Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
• Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
• Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
1. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
• Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
• Obesitas
• Riwayat keluarga
Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM lansia umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.




PATWAYS

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
• Katarak
• Glaukoma
• Retinopati
• Gatal seluruh badan
• Pruritus Vulvae
• Infeksi bakteri kulit
• Infeksi jamur di kulit
• Dermatopati
• Neuropati perifer
• Neuropati viseral
• Amiotropi
• Ulkus Neurotropik
• Penyakit ginjal
• Penyakit pembuluh darah perifer
• Penyakit koroner
• Penyakit pembuluh darah otak
• Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
• Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
• Plasma vena
• Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
• Plasma vena
• Darah kapiler

< 100 <80 <110 <90 100-200 80-200 110-120 90-110 >200
>200


>126
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
• Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
• Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
• Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

• Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
• Diet
• Latihan
• Pemantauan
• Terapi (jika diperlukan)
• Pendidikan
READ MORE - Diabetes Mellitus

Minggu, 08 November 2009

ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS DEKUBITUS

ASUHAN KEPERAWATAN
ULKUS DEKUBITUS

KONSEP DASAR
1. Definisi
Ulkus dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dari bawah kulit bahkan menembus otot sampai mengenai tulang, akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus – menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah.
Ulkus dekubitus adalah ulkus yang ditimbulkan karena tekanan yang kuat oleh berat badan pada tempat tidur.
Luka dekubitus adalah nekrosis pada jaringan lunak antara tonjolan tulang dan permukaan padat, paling umum akibat imobilisasi.
2. Etiologi
a. Tekanan
b. Kelembaban
c. Gesekan

3. Patofisiologi
Tekanan imobilisasi yang lama akan mengakibatkan terjadinya dekubitus, kalau salah satu bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik perbedaan antara dua tekanan). Jaringan yang lebih dalam dekat tulang, terutama jaringan otot dengan suplai darah yang baik akan bergeser kearah gradient yang lebih rendah, sementara kulit dipertahankan pada permukaan kontak oleh friksi yang semakin meningkat dengan terdapatnya kelembaban, keadaan ini menyebabkan peregangan dan angggulasi pembuluh darah (mikro sirkulasi) darah yang dalam serta mengalami gaya geser jaringan yang dalam, ini akan menjadi iskemia dan dapat mengalami nekrosis sebelum berlanjut ke kulit.
4. Manifestasi Klinis dan Komplikasi
a. Tanda cidera awal adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan ibu jari.
b. Pada cidera yang lebih berat dijumpai ulkus dikulit.
c. Dapat timbul rasa nyeri dan tanda-tanda sistemik peradangan, termasuk demam dan peningkatan hitung sel darah putih.
d. Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di Rumah Sakit yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
b. Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.
6. Penatalaksanaan medis
a. Merubah posisi pasien yang sedang tirah baring.
b. Menghilangkan tekanan pada kulit yang memerah dan penempatan pembalut yang bersih dan tipis apabila telah berbentuk ulkus dekubitus.
c. Sistemik : antibiotic spectrum luas, seperti : Amoxilin 4x500 mg selama 15 – 30 hari. Siklosperm 1 – 2 gram selama 3 – 10 hari.
Topical : salep antibiotic seperti kloramphenikol 2 gram.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak.pada area yang sakit gangguannya misalnya otot perubahan tunas.
b. Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin, pembentukan edema jaringan.
c. Eleminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase darurat, warna mungkin hitam kemerahan , bila terjadi, mengidentifiasi kerusakan otot.
d. Makanan/cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
e. Neurosensori
Gejala : area kebas/kesemutan
f. Pernapasan
Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla, kerusakan neurology, paralysis abdominal dan otot pernapasan.
g. Integritas ego.
Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.
h. Keamanan
Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi otot tetanik, sampai dengan syok listrik).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan control motorik akibat perubahan status mental.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukkan oral.
d. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
e. Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi, pencegahan, tindakan dan perawatan dirumah.
3. Intervensi dan Implementasi
a. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
- Terapkan prinsip pencegahan luka dekubitus.
R : prinsip pencegahan luka dekubitus, meliputi mengurangi atau merotasi tekanan dari jaringan lunak.
- Atur posis pasien senyaman mungkin.
R : meminimalkan terjadinya jaringan yang terkena dekubitus.
- Balut luka dengan balutan yang mempertahankan kelembaban lingkungan diatas dasar luka.
R : luka yang lembab dapat mempercepat kesembuhan.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan control motorik akibat perubahan status mental.
- Dukungan mobilisasi ketingkat yang lebih tinggi.
R : gerakan teratur menghilangkan tekanan konsisten diatas tonjolan tulang.
- Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan, seperti mandi.
R : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan control pasien dalam situasi dan peningkatan kesehatan lingkungan.
- Berikan perhatian khusus pada kulit.
R : penelitian menunjukkan bahwa kulit sangat rentan untuk mengalami kerusakan karena konsentrasi berat badan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukkan oral.
- Beri makan dalm jumlah kecil, sering dan dalam keadaan hangat.
R : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukkan, menambah napsu makan.
- Bantu kebersihan oral sebelum makan.
R : mulut/peralatan bersih meningkatkan napsu makan yang baik.
- Pertahankan kalori yang ketat.
R : pedoman tepat untuk pemasukkan kalori yang tepat.
d. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
- Gunakan tehnik yang tepat selama mengganti balutan.
R : teknik yang baik mengurangi masuknya mikroorganisme pathogen kedalam luka.
- Ukur tanda – tanda vital .
R : peningkatan suhu tubuh, takikardia menunjukkan adanya sepsis.
- Gunakan sarung tangan steril setiap mengganti balutan.
R : setiap ulkus terkontaminasi oleh mikroorganisme yang berbeda, tindakan ini dapat mencegah infeksi.
- Cuci dasar luka dengan larutan NaCl 0,9 %.
R : Dapat membuang jaringan yang mati pada permukaan kulit dan mengurangi mikroorganisme.
- Berikan obat antibiotic sesuai indikasi.
R : antibiotic pilihanpada ulkus dekubitus berguna melawan organisme gram negative dan gram positif.
f. Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi, pencegahan, tindakan dan perawatan dirumah.
- Anjurkan tindakan untuk mencegah luka dekubitus.
R : pencegahan luka dekubitus lebih mudah dari pengobatan.
- Anjurkan tindakan untuk mengobati luka dekubitus.
R : instruksi spesifik ini membantu pasien dan keluarga belajar untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah infeksi.
4. Evaluasi
a) Pasien dapat mencegah dan mengidentifikasi factor penyebab luka dekubitus; menunjukkan kemajuan penyembuhan.
b) Pasien mempunyai kulit tanpa neritema dan tidak pucat.
c) Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan massa otot.
d) Kulit tidak akan teritasi akibat pemajanan terhadap fekal atau urine drainage.
e) Menunjukkan hasil pembelajaran yang efektif untuk tujuan pemulangan dan perawatan pasien dirumah.
READ MORE - ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS DEKUBITUS

Free Download Lagu Anang Separuh Jiwaku Pergi MP3 Lirik Chord Album Video Gratis

READ MORE - Free Download Lagu Anang Separuh Jiwaku Pergi MP3 Lirik Chord Album Video Gratis

Minggu, 01 November 2009

Askep Thypoid

ASKEP DEMAM THYPOID
A. PENGERTIAN
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
B. PENYEBAB
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997)
C. PATOFISIOLOGIS
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.
Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)
D. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran ‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)
Gambaran klinik tifus abdominalis
Keluhan:
- Nyeri kepala (frontal) 100%
- Kurang enak di perut 50%
- Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
- Berak-berak 50%
- Muntah 50%
Gejala:
- Demam 100%
- Nyeri tekan perut 75%
- Bronkitis 75%
- Toksik 60%
- Letargik 60%
- Lidah tifus (“kotor”) 40%
(Sjamsuhidayat,1998)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
• Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
• Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
• Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)

F. TERAPI
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6. Golongan Fluorokuinolon
• Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
• Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
• Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
• Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
• Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)

G. KOMPLIKASI
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000)
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)


H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DEMAM TIPOID
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
2. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung
3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh
C. PERENCANAAN
1. Mempertahankan suhu dalam batas normal
• Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
• Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
• Berri minum yang cukup
• Berikan kompres air biasa
• Lakukan tepid sponge (seka)
• Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat
• Pemberian obat antipireksia
• Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat
2. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan
• Menilai status nutrisi anak
• Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
• Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
• Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering
• Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama
• Mempertahankan kebersihan mulut anak
• Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit
• Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak
3. Mencegah kurangnya volume cairan
• Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam
• Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa kering, bibir pecah-pecah
• Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
• Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
• Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge
• Memberikan antibiotik sesuai program
(Suriadi & Rita Y, 2001)


I. DISCHARGE PLANNING
1. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
2. Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
3. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
4. Penderita memerlukan istirahat
5. Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat
(Samsuridjal D dan Heru S, 2003)
6. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
7. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
8. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut
9. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.
(Suriadi & Rita Y, 2001)
READ MORE - Askep Thypoid

Graha DBS n Th3 Hack3r

AdsenseCamp