Asuhan Keperawatan

Dunia Askep dan Tips Trik Komputer: Februari 2010

Welcome to My Blog

Selamat Datang di Blog Ini.
Blog ini masih dalam masa perkembangan dan menuju kesempurnaan, agar blog ini lebih berkembang mohon Kritik dan Sarannya.

Blogger sangat berterima kasih karena ANDA mau mengunjungi Blog ini.

"Blog ini tidak akan berkembang tanpa dukungan dan kerja sama dari ANDA."

Terima kasih!!


Mau Jadi Publisher (Penerbit) atau Advertiser (Pemasang) IKLAN??? Klik disini..!!!


Mau berbisnis?? Klik link-link di bawah ini!!

Mau Dapat Uang Gratis, Download caranya disini...

AdsenseCamp

Graha DBS

Anda Pengunjung Ke :

Buku Tamu Blogger

Dimohon ke pada para pengunjung Blog ini untuk mengisi "BUKU TAMU BLOGGER" yang ada di sebelah kanan agar blogger tahu bahwa Anda bukan robot yang mengunjungi blog ini..

Sabtu, 06 Februari 2010

Gambaran Umum SIDRAP


Sebuah Kabupaten dari 24 Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Selatan terbentuk melalui Undang-undang 29 tahun 1959. Awalnya, merupakan penggabungan Afdeling Sidenreng dan Rappang dibawah Afdeling Parepare, dengan wilayah seluas 1.833,25 Km2 secara administratif Kabupaten Sidenreng Rapppang di bagi menjadi 11 Kecamatan dan 103 desa/kelurahan hingga tahun 2002 dengan jumlah penduduknya sekitar 242.207 jiwa.
Ibukota Kabupaten Sidenrang Rappang adalah Pangkajene yang menjadi pusat kegiatan perekonomian berada dalam Kecamatan Maritengngae, sekitar 180 Km arah Utara Kota Makassar. Perjalanan dari Makassar ke Pangkajene (Ibukota Kabupaten Sidenrang Rappang) dengan menggunakan mobil dapat ditempuh dalam waktu 3,5-4 jam melalui jalur utama atau daerah lintas menuju Tana Toraja (Tator).
Kabupaten Sidenreng Rappang berada pada posisi 3 derajat 42' sampai dengan 4 derajat 09' Lintang Selatan dengan Batas Astronomis 119 derajat 41' sampai 120 derajat 10' bujur timur. Disebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Enrekang dan Pinrang, Sebelah Timur dengan Kabupaten Wajo dan Luwu, Sebelah Selatan dengan Kabupaten Soppeng dan Barru, Sebelah Barat dengan Kota Parepare dan Kabupaten Pinrang.
Secara geografis, Kabupaten Sidenreng Rappang sebagian besar berada pada dataran rendah. Olehnya itu, tidak mengherankan jika sejauh mata memandang dominan yang nampak adalah hamparan sawah yang sangat luas, berkat didukung sistem pengairan teknis dan semi teknis serta curah hujan rata-rata 101/9 MM sampai 115/9 MM menjadikan Kabupaten Sidenreng Rappang sebagai daerah lumbung pangan di Sulawesi Selatan, bahkan tiap tahun menjadi penyangga stock (Buffer Stock) pangan nasional.

Selain potensi wilayah yang umumnya mendukung sektor pertanian dalam arti luas, daerah ini juga memiliki daya tarik di bidang pariwisata. Beberapa obyek dan daya tarik wisata yang dapat dikembangkan di daerah ini secara garis besar dapat dikemukakan menurut jenis dan karakteristik serta daya tarik dan obyek wisata yang disuguhkan.
READ MORE - Gambaran Umum SIDRAP

SEPATAH KATA

   Kabupaten Sidenreng Rappang mempunyai potensi besar di bidang pariwisata, dengan pesona dan keindahan alamnya dan segala daya tariknya dari berbagai obyek wisata yang ada merupakan nikmat Ilahi yang tiada terkira adalah merupakan aset yang tak pernah habis, sehingga patut dipelihara dan dijaga dan dikembangkan serta tetap diusahakan agar senantiasa memiliki nilai keindahan dan daya tarik untuk dikunjungi.
   Karena itu Pemerintah Kabupaten mempunyai perhatian besar untuk mempromosikan potensi obyek-obyek wisata daerah ini. Dengan penerbitan web ini merupakan salah satu bentuk upaya promosi untuk memperkenalkan dan menginformasikan potensi kepariwisataan Kabupaten Sidenreng Rappang. Harapan kami semoga data informasi dan gambar yang disajikan mengenai daerah ini dapat berguna sebagai penuntun awal untuk daerah ini. Namun demikian, semua itu belumlah cukup bila tidak menikamti langsung dan menyaksikan sendiri keindahan alam ini. Karena itu datanglah ke Bumi Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang.
READ MORE - SEPATAH KATA

Selasa, 02 Februari 2010

Diabetes Mellitus

DIABETES MELLITUS
• Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
• Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
• Etiologi
1. Diabetes tipe I:
• Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
• Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
• Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
1. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
• Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
• Obesitas
• Riwayat keluarga
Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM lansia umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.




PATWAYS

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
• Katarak
• Glaukoma
• Retinopati
• Gatal seluruh badan
• Pruritus Vulvae
• Infeksi bakteri kulit
• Infeksi jamur di kulit
• Dermatopati
• Neuropati perifer
• Neuropati viseral
• Amiotropi
• Ulkus Neurotropik
• Penyakit ginjal
• Penyakit pembuluh darah perifer
• Penyakit koroner
• Penyakit pembuluh darah otak
• Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
• Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
• Plasma vena
• Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
• Plasma vena
• Darah kapiler

< 100 <80 <110 <90 100-200 80-200 110-120 90-110 >200
>200


>126
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
• Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
• Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
• Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

• Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
• Diet
• Latihan
• Pemantauan
• Terapi (jika diperlukan)
• Pendidikan
READ MORE - Diabetes Mellitus

Askep Bronkopneumonia

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BRONKOPNEUMONIA

KONSEP DASAR
1. Definisi

Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)

Bronkopneumonia digunakan unutk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001).


2. Klasifikasi Pneumonia

Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :
a. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis
1. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas lobus atau lobularis.
2. Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
b. Berdasarkan faktor lingkungan
1. Pneumonia komunitas
2. Pneumonia nosokomial
3. Pneumonia rekurens
4. Pneumonia aspirasi
5. Pneumonia pada gangguan imun
6. Pneumonia hipostatik
c. Berdasarkan sindrom klinis
1. Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.
2. Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella.
Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :
a. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
b. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.
c. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
d. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak.
3. Etiologi

a. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)
4. Pathways
Terlampir
5. Manifestasi Klinis
a. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
? Nyeri pleuritik
? Nafas dangkal dan mendengkur
? Takipnea
b. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
? Mengecil, kemudian menjadi hilang
? Krekels, ronki, egofoni
c. Gerakan dada tidak simetris
d. Menggigil dan demam 38,8 ? C sampai 41,1?C, delirium
e. Diafoesis
f. Anoreksia
g. Malaise
h. Batuk kental, produktif
? Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat
i. Gelisah
j. Sianosis
? Area sirkumoral
? Dasar kuku kebiruan
k. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati
6. Pemeriksaan Penunjang

a. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
b. GDA : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
c. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
d. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
e. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
f. LED : meningkat
g. Pemeriksaan fungsi paru : volume ungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.
h. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
i. Bilirubin : mungkin meningkat
j. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999)
7. Penatalaksanaan

a. Kemoterapi
Pemberian kemoterapi harus berdasarkan pentunjuk penemuan kuman penyebab infeksi (hasil kultur spatum dan tes sensitivitas kuman terhadap antibodi). Bila penyakitnya ringan antibiotik diberikan secara oral, sedangkan bila berat diberikan secara parenteral. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal akibat proses penuaan, maka harus diingat kemungkinan penggunaan antibiotik tertentu perlu penyesuaian dosis (Harasawa, 1989).

b. Pengobatan Umum
1. Terapi Oksigen
2. Hidrasi
Bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat dehidrasi dilakukan secara parenteral
3. Fisioterapi
Pendrita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu diubah-ubah untuk menghindari pneumonia hipografik, kelemahan dan dekubitus.


ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian

a. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat gagal jantung kronis
Tanda : takikardi, penampilan keperanan atau pucat
c. Integritas Ego
Gejala : banyak stressor, masalah finansial
d. Makanan / Cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM
Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor
buruk, penampilan malnutrusi
e. Neurosensori
Gejala : sakit kepala dengan frontal
Tanda : perubahan mental
f. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala nyeri dada meningkat dan batuk myalgia, atralgia
g. Pernafasan
Gejala : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Tanda : sputum ; merah muda, berkarat atau purulen
Perkusi ; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi pleural
Bunyi nafas : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau nafas Bronkial
Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi
Warna : pucat atau sianosis bibir / kuku
h. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun, demam
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan, mungkin pada kasus rubeda / varisela
i. Penyuluhan
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
II. Rencana Keperawatan

1. Diagnosa Perawatan : kebersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan dengan :
? Inflamasi trakeobronkial, pembentukan oedema, peningkatan produksi sputum
? Nyeri pleuritik
? Penurunan energi, kelemahan

Kemungkinan dibuktikan dengan :
? Perubahan frekuensi kedalaman pernafasan
? Bunyi nafas tak normal, penggunaan otot aksesori
? Dispnea, sianosis
? Bentuk efektif / tidak efektif dengan / tanpa produksi sputum

Kriteria Hasil :
? Menunjukkan perilaku mencapai kebersihan jalan nafas
? Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tak ada dispnea atau sianosis

Intervensi :
? Mandiri
? Kali frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
? Auskultasi paru catat area penurunan / tak ada aliran udara dan bunyi nafas tambahan (krakles, mengi)
? Bantu pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam
? Penghisapan sesuai indikasi
? Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
? Kolaborasi
? Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain
? Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspetoran, bronkodilator, analgesik
? Berikan cairan tambahan
? Awasi seri sinar X dada, GDA, nadi oksimetri
? Bantu bronkoskopi / torakosintesis bila diindikasikan

2. Diagnosa Perawatan : kerusakan pertukaran gas dapat dihubungkan dengan
? Perubahan membran alveolar – kapiler (efek inflamasi)
? Gangguan kapasitas oksigen darah

Kemungkinan dibuktikan oleh :
? Dispnea, sianosis
? Takikandi
? Gelisah / perubahan mental
? Hipoksia

Kriteria Hasil :
? Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distress pernafasan
? Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigen
Intervensi :
? Mandiri
? Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas
? Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku
? Kaji status mental
? Awasi status jantung / irama
? Awasi suhu tubuh, sesui indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil
? Pertahankan istirahat tidur
? Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif
? Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan.
? Kolaborasi
? Berikan terapi oksigen dengan benar
? Awasi GDA
3. Diagnosa Perawatan : pola nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan dengan :
? Proses inflamasi
? Penurunan complience paru
? Nyeri

Kemungkinan dibuktikan oleh :
? Dispnea, takipnea
? Penggunaan otot aksesori
? Perubahan kedalaman nafas
? GDA abnormal

Kriteria Hasil :
? Menunjukkan pola pernafasan normal / efektif dengan GDA dalam rentang normal

Intervensi :
? Mandiri
? Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
? Auskultasi bunyi nafas
? Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
? Observasi pola batuk dan karakter sekret
? Dorong / bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk efektif
? Kolaborasi
? Berikan Oksigen tambahan
? Awasi GDA
4. Diagnosa Perawatan : peningkatan suhu tubuh
Dapat dihubungkan : proses infeksi
Kemungkinan dibuktukan oleh :
? Demam, penampilan kemerahan
? Menggigil, takikandi

Kriteria Hasil :
? Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh
? Tidak menggigil
? Nadi normal

Intervensi :
? Mandiri
? Obeservasi suhu tubuh (4 jam)
? Pantau warna kulit
? Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan
? Kolaborasi
? Berikan obat sesuai indikasi : antiseptik
? Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap hari

5. Diagnosa Perawatan : resiko tinggi penyebaran infeksi
Dapat dihubungkan dengan :
? Ketidakadekuatan pertahanan utama
? Tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun)

Kemungkinan dibuktikan oleh :
? Tidak dapat diterapkan tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa actual

Kriteria Hasil :
? Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
? Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi

Intervensi :
? Mandiri
? Pantau TTV
? Anjurkan klien memperhatikan pengeluaran sekret dan melaporkan perubahan warna jumlah dan bau sekret
? Dorong teknik mencuci tangan dengan baik
? Ubah posisi dengan sering
? Batasi pengunjung sesuai indikasi
? Lakukan isolasi pencegahan sesuai individu
? Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.
? Kolaborasi
? Berikan antimikrobal sesuai indikasi
6. Diagnosa Perawatan : intoleran aktivitas
Dapat dihubungkan dengan
? Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
? Kelemahan, kelelahan

Kemungkinan dibuktikan dengan :
? Laporan verbal kelemahan, kelelahan dan keletihan
? Dispnea, takipnea
? Takikandi
? Pucat / sianosis
Kriteria Hasil :
? Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan TTV dalam rentang normal

Intervensi :
? Mandiri
? Evaluasi respon klien terhadap aktivitas
? Berikan lingkungan terang dan batasi pengunjung
? Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat
? Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat / tidur
? Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
7. Diagnosa Perawatan : Nyeri
Dapat dihubungkan dengan :
? Inflamasi parenkim paru
? Reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin
? Batuk menetap

Kemungkinan dibuktikan dengan :
? Nyeri dada
? Sakit kepala, nyeri sendi
? Melindungi area yang sakit
? Perilaku distraksi, gelisah


Kriteria Hasil :
? Menyebabkan nyeri hilang / terkontrol
? Menunjukkan rileks, istirahat / tidur dan peningkatan aktivitas dengan cepat

Intervensi :
? Mandiri
? Tentukan karakteristik nyeri
? Pantau TTV
? Ajarkan teknik relaksasi
? Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
8. Diagnosa Perawatan : resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Dapat dihubungkan dengan :
? Peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi
? Anoreksia distensi abdomen

Kriteria Hasil :
? Menunjukkan peningkatan nafsu makan
? Berat badan stabil atau meningkat

Intervensi :
? Mandiri
? Indentifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah
? Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin
? Auskultasi bunyi usus
? Berikan makan porsi kecil dan sering
? Evaluasi status nutrisi
9. Diagnosa Perawatan : resti kekurangan volume cairan
Faktor resiko :
? Kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringan banyak, hiperventilasi, muntah)

Kriteria Hasil :
? Balance cairan seimbang
? Membran mukosa lembab, turgor normal, pengisian kapiler cepat

Intervensi :
? Mandiri
? Kaji perubahan TTV
? Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa
? Catat laporan mual / muntah
? Pantau masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine
? Hitung keseimbangan cairan
? Asupan cairan minimal 2500 / hari
? Kolaborasi
? Berikan obat sesuai indikasi ; antipirotik, antiametik
? Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
10. Diagnosa Perawatan : kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan
Dapat dihubungkan dengan :
? Kurang terpajan informasi
? Kurang mengingat
? Kesalahan interpretasi

Kemungkinan dibuktikan oleh :
? Permintaan informasi
? Pernyataan kesalahan konsep
? Kesalahan mengulang

Kriteria Hasil :
? Menyatakan permahaman kondisi proses penyakit dan pengobatan
? Melakukan perubahan pola hidup
Intervensi
? Mandiri
? Kaji fungsi normal paru
? Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya penyembuhan dan harapan kesembuhan
? Berikan dalam bentuk tertulis dan verbal
? Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif
? Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama periode yang dianjurkan
READ MORE - Askep Bronkopneumonia

Graha DBS n Th3 Hack3r

AdsenseCamp