Asuhan Keperawatan

Dunia Askep dan Tips Trik Komputer: Metabolisme Lipid (Lemak)

Welcome to My Blog

Selamat Datang di Blog Ini.
Blog ini masih dalam masa perkembangan dan menuju kesempurnaan, agar blog ini lebih berkembang mohon Kritik dan Sarannya.

Blogger sangat berterima kasih karena ANDA mau mengunjungi Blog ini.

"Blog ini tidak akan berkembang tanpa dukungan dan kerja sama dari ANDA."

Terima kasih!!


Mau Jadi Publisher (Penerbit) atau Advertiser (Pemasang) IKLAN??? Klik disini..!!!


Mau berbisnis?? Klik link-link di bawah ini!!

Mau Dapat Uang Gratis, Download caranya disini...

AdsenseCamp

Graha DBS

Anda Pengunjung Ke :

Buku Tamu Blogger

Dimohon ke pada para pengunjung Blog ini untuk mengisi "BUKU TAMU BLOGGER" yang ada di sebelah kanan agar blogger tahu bahwa Anda bukan robot yang mengunjungi blog ini..

Rabu, 21 Oktober 2009

Metabolisme Lipid (Lemak)

BAB I
PENDAHULUAAN
Definisi
Kelainan metabolisme lipid (lemak) dapat primer (genetik) maupun sekunder (didapat) yang ditandai dengan peningkatan (hiperlipidemia) atau penurunan kadar lipid dalam darah yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan plak pembuluh darah (aterosklerosis). Kelainan kadar lemak dalam darah yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik).


Sindroma metabolik atau sindrom X adalah sekelompok kelainan metabolik baik lipid maupun non-lipid yang yang mempunyai karakteristik khusus yaitu obesitas sentral, dislipidemia aterogenik (kadar trigliserida meningkat dan kadar kolesterol high-density lipoprotein (HDL) rendah), hipertensi, dan glukosa plasma yang abnormal1,2,3
Keadaan tersebut di atas berhubungan erat dengan suatu kelainan sistemik yang dikenal sebagai resistensi insulin. Resistensi insulin adalah suatu gangguan respons biologis terhadap insulin, dengan akibat kebutuhan insulin tubuh meningkat sehingga terjadi hiperinsulinemia untuk mempertahankan kadar glukosa plasma agar tetap dalam batas normal. Resistensi insulin berkaitan erat dengan obesitas, khususnya dengan penimbunan jaringan lemak abdominal atau obesitas sentral. Beberapa keadaan resistensi insulin seperti sindroma ovari polikistik, terapi glukokortikoid, atau kehamilan tidak termasuk sindroma metabolik 4
Konsep tentang adanya sekelompok faktor risiko PJK sudah pernah dikemukakan sebelumnya oleh Kylin pada tahun 1933 dengan nama sindroma X terdiri atas obesitas, hiperurisemia, dan hipertensi. Kemudian Reaven pada tahun 1988 memperkenalkan kembali sindroma X dengan jenis faktor risiko yang berbeda yaitu intoleransi glukosa, hiperinsulinemia, trigliserida yang tinggi, HDL-kolesterol rendah dan hipertensi. Selanjutnya semakin banyak faktor risiko penyakit jantung koroner yang diusulkan sebagai bagian dari sindroma X sehingga sindroma ini mendapat beberapa nama lain seperti sindroma resistensi insulin, the deadly quartet, atau sindroma dismetabolik. 4
Ketika seorang wanita dengan metabolik sindrom hamil, kehamilan itu sendiri akan memberikan gejala yang mirip dengan metabolik sindrom yaitu menurunnya sensitivitas terhadap insulin, meningkatnya kadar gula darah, peningkatan kadar trigliserida dan peningkatan tekanan darah. Tentu saja hal ini akan memperparah metabolik sindrom yang sudah diderita dan nantinya dapat mempengaruhi terhadap ibu dan janin.
BAB II
PEMBAHASAN
DISLIPIDEMIA / KELAINAN KOLESTEROL

A.Pengertian DISLIPIDEMIA

Dislipidemia merupakan kelaianan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan ( peningkatan atau penurunan ) Fraksi lipid dalam plasma ,kelaianan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total,kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolsterol HDL.dalam proses terjadinya aterosklerosis ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan ,sehingga dikenal sebagai triad lipid ,secara klinis dislipidemia diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: hiperkolesteromia ,hipertrigliseridemia ,dan campuran hiperkolesteromia dan hipertrigliseridemia.

Dislipidemia baru diobati kalau memang bukan sekunder akibat DM. Pemberian obat hipolipidemia dipertimbangkan bila kadar glukosa darah sudah normal, namun kadar lipid darah masih tetap abnormal walaupun pasien sudah menjalani perencanaan makan rendah lemak selama 3 -6 bulan. Untuk pasien DM yang disertai PJK, tenggang waktu dapat lebih singkat bergantung pada penilaian klinis oleh dokter yang mengelolanya. Selanjutnya dapat dilihat pada buku Konsensus Pengelolaan Dislipidemia pada DM.
B.Faktor risiko Dislipidemia
Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi nya kadar lipid;
• Genetik
• Obesitas
• Merokok
• Obat-obatan (kortikosteroid, retinoid, penghambat adrenegik beta dosis tinggi)
• Kurang olahraga
Untuk mengevaluasi resiko penyakit jantung koroner (PJK) ,perlu diperhatikan faktor-faktor risiko lainnya :
1. faktor resiko fositif
- merokok
- umur (pria 45 thn, wanita 55 thn )
- kolesterol HDL rendah
- hipertensi (TD 140 /90 atau dalam terapi antihipertensi )
- riwayat penyakit jantung koroner dini dalam keluarga ( fist degree :pria , 55 t
Tahun ,wanita < 65 thn,) 2, faktor resiko negatif. - kolesterol HDL tinggi ;mengurangi 1 faktor risiko dari perhitungan total . ATP III menggunakan Framingham Risk Score (FRS) untuk menghitung besarnya risiko penyakit jantung korpner (PJK) pada pasien dengan 2 faktor risiko ,meliputi ; umur,kadar kolesterol total ,kolesterol HDL ,kebiasaan merokok ,dan hipertensi penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka persentase risiko PJK dalam 10 tahun, Ekivalen risiko PJK mengandung risiko kejadian koroner mayor yang sebanding dengan kejadian PJK ,yakni > 20 % dalam 10 tahun ,terdiri dari
bentuk klinis lain dari aterosklerosis ;penyakit arteri perifer ,aneurisma aorta abdominalis ,penyakit arteri karotis yang simptomatis
• diabetes
• Faktor risisko multiple yang mempunyai resiko PJK dalam 10 tahun > 20%

Peningkatan kadar trigliserida juga merupakan faktor resiko indefenden untuk terjadinya PJK,faktor yang mempengaruhi tingginya trigliserida;
• Obesitas ,berat badan lebih
• Inaktivitas fisik
• Merokok
• Asupan alcohol berlebihan
• Diet tinggi karbohidrat ( >60 % asupan energi)
• Penyakit DM tipe 2 , gagal ginjal kronik ,sindrom nefrotik
• Obat,kortikosteroid,estrogen ,retinoid ,penghambatan adrenergic-beta dosis tinggi
• Kelainan genetic( riwayat keluarga )

Kalsifikasi derajat hipertrigliseridemia :
a. Normal :150 mg/dL
b. Borderline –tinggi : 150 – 199 mg/dL
c. Tinggi : 200 – 499 mg/dL
d. Sangat tinggi : 500 mg/Dl
C.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISLIPIDEMIA

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi salah satunya adalah :POLA Makan
Perawat perlu mengkaji beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola makan pasien. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola makan antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan, status sosial ekonomi, personal preference, rasa lapar, nafsu makan, rasa kenyang, dan kesehatan.
1. Budaya
Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi. Demikian pula letak geografis mempengaruhi makanan yang diinginkannya. Sebagai contoh, nasi untuk orang-orang Asia dan Orientalis, pasta untuk orang-orang Italia, curry (kari) untuk orang-orang India merupakan makanan pokok, selain makana-makanan lain yang mulai ditinggalkan. Makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang pesisir Amerika Utara. Sedangkan penduduk Amerika bagian Selatan lebih menyukai makanan goreng-gorengan.

2. Agama/Kepercayaan
Agama / kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi. Sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Orthodoks mengharamkan daging babi. Agama Roma Katolik melarang makan daging setiap hari, dan beberapa aliran agama (Protestan) melarang pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi atau alkohol.

3. Status sosial ekonomi
Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut dipengaruhi oleh status sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas menegah ke bawah atau orang miskin di desa tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk mengkonsumsi makanan yang mahal harganya. Kelompok sosial juga berpengaruh terhadap kebiasaan makan, misalnya kerang dan siput disukai oleh beberapa kelompok masyarakat, sedangkan kelompok masyarakat yang lain lebih menyukai hamburger dan pizza.

4. Personal preference
Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap kebiasaan makan seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan makannya sejak dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah tidak suka makan kai, begitu pula dengan anak laki-lakinya. Ibu tidak suka makanan kerang, begitu pula anak perempuannya. Perasaan suka dan tidak suka seseorang terhadap makanan tergantung asosiasinya terhadap makanan tersebut. Anak-anak yang suka mengunjungi kakek dan neneknya akan ikut menyukai acar karena mereka sering dihidangkan acar. Lain lagi dengan anak yang suka dimarahi bibinya, akan tumbuh perasaan tidak suka pada daging ayam yang dimasak bibinya.

5. Rasa lapar, nafsu makan, dan rasa kenyang
Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan karena berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu makan merupakan sensasi yang menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan rasa kenyang merupakan perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya untuk makan. Pusat pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu makan dan rasa kenyang dilakukan oleh sistem saraf pusat, yaitu hipotalamus.

6. Kesehatan
Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan. Sariawan atau gigi yang sakit seringkali membuat individu memilih makanan yang lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan menelan, memilih menahan lapar dari pada makan

D. Dampak dari Dislipidemia pada kehamilan
Dapat mempengaruhi Angka kematian ibu masih cukup tinggi sampai saat ini. Penyebab kematian tertinggi adalah perdarahan, keracunan kehamilan dan infeksi. Salah satu dari beberapa faktor tidak langsung penyebab kematian ibu adalah anemia.
Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah (Soejoenoes, 1983).
Soeprono (1988) menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stres kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian peri natal, dan lain-lain) (Soeprono, 1988).
Prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang lebih besar dari 50%.
Pemerintah telah berusaha melakukan tindakan pencegahan dengan memberikan tablet tambah darah (tablet Fe) pada ibu hamil yang dibagikan pada waktu mereka memeriksakan kehamilan, akan tetapi prevalensi anemia pada kehamilan masih juga tinggi (BPS, 1994).Pemeriksaan kadar hemoglobin yang dianjurkan dilakukan pada trimester pertama dan ketiga kehamilan sering kali hanya dapat dilaksanakan pada trimester ketiga saja karena kebanyakan ibu hamil baru memeriksakan kehamilannya pada trimester kedua kehamilan.
Dengan demikian upaya penanganan anemia pada kehamilan menjadi terlambat dengan akibat berbagai komplikasi yang mungkin terjadi karena anemia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya anemia pada kehamilan dan hubungannya dengan kemungkinan terjadinya komplikasi pada kehamilan, persalinan dan nifas. Penelitian dilaksanakan secara cross sectional dan longitudinal dengan sampel ibu hamil trimester I.
Secara random didapatkan 255 responden ibu hamil trimester pertama yang kemudian diikuti sampai dengan masa nifas. Karena adanya responden yang mengalami abortus atau pindah sehingga tidak dapat ditemui saat pengumpulan data, maka pada trimester II jumlah responden menjadi 224 orang, pada trimester III dan nifas 219 orang. Variabel yang diteliti adalah variabel sosial ekonomi, meliputi : umur, pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan keluarga, status gizi, nutrisi, meliputi : intake kalori, protein dan Fe, konsumsi tablet Fe, pengeluaran energi ibu hamil, perilaku reproduksi, meliputi : paritas, interval kehamilan, keikutsertaan KB dan perawatan antenatal, kadar hemoglobin dan komplikasi pada kehamilan, persalinan dan masa nifas. Kriteria anemia yang digunakan sesuai dengan kriteria WHO yaitu 11 g%. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, alat ukur berupa timbang badan, stature meter, alat untuk mengukur lingkar lengan atas, dan hemometer Sahli. Intake kalori, protein, Fe dan beban kerja dikumpulkan dengan cara two days recall.
Analisis menggunakan regresi logistik dan uji Chi Square.
Hasil analisis menunjukkan bahwa insidensi anemia tertinggi pada trimester kedua (86,3%). Hal ini sesuai dengan kadar hemoglobin terendah pada masa kehamilan pada trimester kedua (9,94 g%) dan mengakibatkan prevalensi anemia yang tertinggi adalah pada trimester kedua (92,4%).
Faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya anemia kehamilan trimester pertama adalah interval kehamilan, usia kehamilan dan lama pendidikan. Hal ini tampaknya berhubungan dengan kondisi ibu sebelum kehamilan yang dengan demikian memperkuat dugaan bahwa cukup banyak ibu hamil yang memasuki masa kehamilannya dalam keadaan anemia. Pada trimester kedua dan ketiga, faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya anemia kehamilan adalah konsumsi tablet Fe dan kadar hemoglobin pada trimester sebelumnya, sedangkan pada masa nifas faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya anemia adalah volume perdarahan pada persalinan, konsumsi tablet Fe dan kadar hemoglobin sebelum persalinan atau trimester ketiga.
Konsumsi tablet Fe sangat berpengaruh terhadap terhadap terjadinya anemia, khususnya pada trimester kedua, ketiga dan masa nifas. Hal ini disebabkan kebutuhan zat besi pada masa ini lebih besar dibanding pada trimester pertama dan menunjukkan pentingnya





E. Klasifikasi Dislipidemia
Kadar Klasifikasi
Kolesterol LDL
• < 100 mg/dl Optimal • 100-129 mg/dl Hampir optimal • 130-159 mg/dl Perbatasan tinggi • 160-189 mg/dl Tinggi • ≥ 190 mg/dl Sangat tiggi Kolesterol Total • < 200 mg/dl Normal • 200-239 mg/dl Perbatasan tinggi • ≥ 240 mg/dl Tinggi Kolesterol HDL • < 40 mg/dl Rendah • ≥ 60 mg/dl Tinggi Trigliserid • < 150 mg/dl Normal • 150-199 mg/dl Perbatasan tinggi • 200-499 mg/dl Tinggi • ≥ 500 mg/dl Sangat tinggi F. Gejala dan Tanda Dislipidemia sendiri tidak menimbulkan gejala tetapi dapat mengarah ke penyakit jantung dan pembuluh, seperti penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh arteri perifer. Trigliserid tinggi dapat menyebabkan pankreatitis akut. Kadar LDL yang tinggi dapat menyebabkan xanthelasma kelopak mata, arcus corneae. Gambar. Penyempitan pembuluh darah akibat pembentukan plak lemak. G. Pemeriksaan laboratorium Dislipidemia dapat di diagnosis dengan memeriksa kadar serum lemak dalam darah. Pemeriksaan rutin yang dilakukan adalah kadar profil lipid yaitu koslesterol total, trigliserid, kolesterol LDL, kolesterol HDL. Sebelum pemeriksaan diharapkan pasien sudah melakukan puasa kurang lebih 10 jam sebelum pemeriksaan agar hasilnya tepat dan konsisten. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada semua pasien berusia  20 tahun, setiap 5 tahun sekali. H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Skirining dianjurkan pada semuah pasien berusia 20 tahun ,setiap 5 tahun sekali ;kadar kolesterol total,LDL,HDL,trigliserida ,glukosa darah ,tes fungsi hati ,urin lengkap,tes fungsi ginjal ,TSH < EKG. I. TERAPI DARI DISLIPIDEMIA Untuk hiperkolesteromia. Penatalaksanaan non-farmakologis (perubahan gaya hidup) •Diet, dengan komposis : o Lemak jenuh <7 % kalori total o PUFA hingga 10 % kalori total o MUFA hingga 10 % kalori total o Lemak toal 25 – 35 % kalori total o Karbohidrat 50 – 60 % kalori total o Protein hingga 15 % kalori total o Serat 20 – 30 g / hari o Kolesterol <200 mg / hari • Latihan jasmani • Penurunan berat badan bagi yang gemuk • Menhintikan kebiasaan merokok ,minuman alcohol Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu, bila target sudah tercapai (lihat tabel target di bawah ini),pemantauan setiap 4 – 6 bulan • Bila setelah 6 minggu PGH, target belum tercapai;intensifkan penurunan lemak jenuh dan kolesterol ,tambahkan stanol/steroid nabati,tingkatkan konsumsi serat,dan kerjasam dengan dietisian. • Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menirunkan kadar kolesterol LDL,maka terpi farmakologis mulai diberikan ,dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan latihan jasmani. TERAPI FARMAKOLOGIS • Golongan statin ; o Simvastatin 5—40 mg o Lovastatin 10—80 mg o Pravastatin 10—40 mg o Fluvastatin 20—80 mg o Atorvastatin 10—80 mg • Golongan bile acid sequestrant : o Kolestiramin 4—16 g • Golongan nicotinic acid; o Nicotinic acid ( immediate release ) 2 * 100 mg s,d 1,5 – 3 g Target kolesterol LDL ( mg/dL) : a. Kategori target kadar LDL kadar LDL untuk b. Risiko LDL untuk mulai PGH milai terapi farmakologis c. PJK atau <100 >100 130
d. Ekivalen PJK ( 100- 129) ;opsional )
e. ( FRS > 20 % )
f. Faktor risiko > 2 <130 < 130 > 130 (FRS 10-20 %
g. ( FRS < 20 % ) ( 160 – 189 ; opsional ) h. Faktor risiko 1 –1 <160 > 160 > 190
i. ( 160 – 189 ; opsional )

Terapi hiperkolestrolemia untuk pencegahan primer ,dimulai dengan statin atau bile acid sequestrant atau nicotinic acid,
Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu ,bila target sudah tercapai ( lihat tabel diatas ) ,pemantauan setiap 4—6 bulan ,bila setelah 6 minggu terapi ,target belum tercapai ;intensifkan /naikan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain,bila setelah 6 minggu berikutnya terpi non farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL ,maka terapi famakologis diintensifkan
Pasien dengan PJK ,kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner,diberi terapi obat saat pulang dari RS jika kolesterol LDL > 100 mg / dL

Pasien dengan hipertrigliseridemia :
• Penatalaksanaan non- farmakologis sesuai diatas
• Penatalaksanaan farmakologis



o Target terapi : Pasien dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi ;tujuan utama terapi adalah mencapai target kolesterol LDL

- Pasien dengan trigliserida tinggi ; target sekunder adalah kadar kolesterol non HDL
yakni sebesar 30 mg /dL lebih tinggi dari target kadar kolesterol LDL
- Pendekatan terapi obat ;
- Obat penurun kadar kolesterol LDL ,atau
- Ditambahkan dengan obat fibrat atau nicotinic acid.golongan fibrat terdiri dari

o Gemfibrozil 2 x600 mg 1 x 900 mg,
o Fenofibrat 1 x 200 mg

- Penyebab primer dari dislipidemia sekunder ,juga harus ditatalaksana

J.Tata Laksana Dislipidemia
Penatalaksanaan dislipidemia mencakup non-medikamentosa (tanpa obat) dan medikamentosa (dengan obat-obatan). Penatalaksanaan yang paling penting adalah tanpa obat. Pasien melakukan perubahan gaya hidup dengan cara diet yang baik dengan komposisi makanan seimbang, latihan jasmani (aerobik), penurunan berat badan bagi yang gemuk (obesitas), menghentikan kebiasaan merokok dan minuman alkohol.
Apabila dengan tatalaksana diatas gagal maka dapat diberikan tatalakasana dengan obat. Yang termasuk dalam obat penurun lipid adalah
• Golongan statin
o Simvastatin
o Lovastatin
o Pravastatin
o Fluvastatin
o Atorvastatin
o Rosuvastatin


• Golongan resin
o Kolestiramin
o Kolestipo
• Golongan asam nikotinat
o Lepas lambat
o Lepas cepat
• Golongan asam fibrat
o Bezafibrat
o Fenofibrat
o Gemfibrazil
• Penghambat absorbsi kolesterol
o Ezetimibe
Sebagai contoh bila setelah memeriksakan kadar lipid mendapat hiperkolesterolemia dapat diberikan statin atau resin maupun dikombinasi. Bila terdapat banyak peningkatan pada profil lipid dapat diberikan statin atau kombinasi statin dengan asam nikotinat. Apabila hanya triglisrida yang meningkat dapat diberikan golongan asam fibrat.
Untuk memonitor profil lipid dapat dilakukan setiap 6 minggu sampai target yang diinginkan oleh dokter.






BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dislipidemia merupakan kelaianan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan ( peningkatan atau penurunan ) Fraksi lipid dalam plasma ,kelaianan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total,kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolsterol HDL.dalam proses terjadinya aterosklerosis ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan ,sehingga dikenal sebagai triad lipid ,secara klinis dislipidemia diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: hiperkolesteromia ,hipertrigliseridemia ,dan campuran hiperkolesteromia dan hipertrigliseridemia.
Dislipidemia baru diobati kalau memang bukan sekunder akibat DM. Pemberian obat hipolipidemia dipertimbangkan bila kadar glukosa darah sudah normal, namun kadar lipid darah masih tetap abnormal walaupun pasien sudah menjalani perencanaan makan rendah lemak selama 3 -6 bulan. Untuk pasien DM yang disertai PJK, tenggang waktu dapat lebih singkat bergantung pada penilaian klinis oleh dokter yang mengelolanya. Selanjutnya dapat dilihat pada buku Konsensus Pengelolaan Dislipidemia pada DM.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi salah satunya adalah :POLA Makan
Perawat perlu mengkaji beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola makan pasien. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola makan antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan, status sosial ekonomi, personal preference, rasa lapar, nafsu makan, rasa kenyang, dan kesehatan.
Dislipidemia dapat di diagnosis dengan memeriksa kadar serum lemak dalam darah. Pemeriksaan rutin yang dilakukan adalah kadar profil lipid yaitu koslesterol total, trigliserid, kolesterol LDL, kolesterol HDL. Sebelum pemeriksaan diharapkan pasien sudah melakukan puasa kurang lebih 10 jam sebelum pemeriksaan agar hasilnya tepat dan konsisten. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada semua pasien berusia  20 tahun, setiap 5 tahun sekali.
Dislipidemia sendiri tidak menimbulkan gejala tetapi dapat mengarah ke penyakit jantung dan pembuluh, seperti penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh arteri perifer. Trigliserid tinggi dapat menyebabkan pankreatitis akut. Kadar LDL yang tinggi dapat menyebabkan xanthelasma kelopak mata, arcus corneae.


DAFTAR PUSTAKA
Copyright © 2008 klik Dokter. All Rights Reserved.
• 1. Benz, Edward J. HEMOGLOBINOPATHIES dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Edition (electronic-book version). Editor Eugene Braunwald et al. McGraw-Hill Companies, USA. 2004; hal 652
• 2. Masharani, Umesh. Diabetes Mellitus & Hypoglycemia dalam Current Medical Diagnosis & Treatment, 45th Edition (electronic-book version). Editor Lawrence M. Tierney et al. McGraw-Hill Companies, USA. 2006; hal 1198
• 3. Meigs, James B. The metabolic syndrome. BMJ. 2003;327:61-62
• 4. Adriansjah, Herman dan John MF Adam. Sindrom Metabolik (Pengertian, Edidemiologi, dan Kriteria Diagnosis. Informasi Laboratorium. 2006;No. 4/2006. ISSN 0854-7165
• 5. Simmons, David. Metabolic Syndrome, Pregnancy and The Risk Of Cardiovascular Disease. Diabetes Voice. 2006. Vol 51;34-36
• 6. Lawrence, Gatot S. Sindrom Metabolik Merupakan Manifestasi dari Keadaan Inflamasi. J Med Nus. 2005. Vol. 26 No. 1 Januari-Maret 2006
• 7. Reaven, Gerald M. Syndrome X dalam Principles and Practice of Endocrinology and Metabolism (electronic-book version). Editor Kenneth L. Becker et al. Lippincott Williams & Wilkins Publishers, USA. 2002; hal 169
• 8. Buse, John B, Kenneth S. Polonsky, Charles F. Burant. Disorders of Carbohydrate and Lipid Metabolism dalam Williams Textbook of Endocrinology, 10th ed. Churchill Livingstone, An Imprint of Elsevier, USA. 2003; hal 1427
• 9. Janzen, Carla, Jeffrey S. Greenspoon, dan Sue M. Palmer. Diabetes Mellitus & Pregnancy. Diabetes Mellitus & Pregnancy dalam Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment, Ninth Edition (electronic-book version). Editor Alan H. DeCherney dan Lauren Nathan. McGraw-Hill Companies, USA. 2003; hal 23
• 10. Anonymous. Executive Summary of the Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). JAMA. 2001; Vol 285, No. 19
• 11. Connor, Patti. Metabolic Syndrome Risk Factors Revisited. DOC News. 2005; Volume 2 Number 6 p. 6
• 12. Isomaa, Bo et al. Cardiovascular Morbidity and Mortality Associated With the Metabolic Syndrome. Diabetes Care. 2001; VO. 24, No. 4
• 13. Khardori, Romesh(Ed). Metabolic Syndrome And Cardiovascular Disease. [serial online] 2003. Available at URL http://www.emedicin.com
• 14. Andra. Understanding the Metabolic Syndrome. Farmacia. 2007. Vol 1-2007; 55
• 15. Anonymous. Women Living With Metabolic Syndrome Have Increased Risk of Pregnancy Complications, Study Says. [serial online] 2003. Available at URL http://www.kaisernetworkg.org
• 16. Ray, Joel G et al. Metabolic Syndrome features and risk of neural tube defects. BMC Pregnancy and Childbirth. 2007; 7:21
• 17. Vogin, D. Gestational Diabetes Raises Risk of Metabolic Syndrome. [serial online] 2003. Available at URL http://.medscape.com
• 18. Forgoros, Rich. Women With Gestational Diabetes Should be Assessed for MetabolicSyndrome. [serial online] 2007. Available at URL http://www.about.com
Diposkan oleh hidup optimis di 05:13

[Home]
Copyright ©, 1998
Most recent revision March 22, 2001
Best viewed with or

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Graha DBS n Th3 Hack3r

AdsenseCamp