Asuhan Keperawatan

Dunia Askep dan Tips Trik Komputer: September 2010

Welcome to My Blog

Selamat Datang di Blog Ini.
Blog ini masih dalam masa perkembangan dan menuju kesempurnaan, agar blog ini lebih berkembang mohon Kritik dan Sarannya.

Blogger sangat berterima kasih karena ANDA mau mengunjungi Blog ini.

"Blog ini tidak akan berkembang tanpa dukungan dan kerja sama dari ANDA."

Terima kasih!!


Mau Jadi Publisher (Penerbit) atau Advertiser (Pemasang) IKLAN??? Klik disini..!!!


Mau berbisnis?? Klik link-link di bawah ini!!

Mau Dapat Uang Gratis, Download caranya disini...

AdsenseCamp

Graha DBS

Anda Pengunjung Ke :

Buku Tamu Blogger

Dimohon ke pada para pengunjung Blog ini untuk mengisi "BUKU TAMU BLOGGER" yang ada di sebelah kanan agar blogger tahu bahwa Anda bukan robot yang mengunjungi blog ini..

Selasa, 21 September 2010

BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram). (FKUI. Hal : 1051)
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong. Hal : 423)
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah suatu istilah yang dipakai bagi bayi prematur, atau low birth weight, atau sering disebut bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal ini dikarenakan tidak semua bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram bukan bayi prematur (WHO. 1961)

2. Klasifikasi
BBLR dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Prematuritas murni
Adalah masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NBK. SMK).
b. Dismaturitas
Adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya. (KMK) (FKUI. Hal : 1052)
3.Etiologi
Menurut penyebab kelahiran bayi prematur dapat dibagi :
a. Faktor ibu
1) Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan
(toksemia gravidarum, perdarahan ante partum, trauma fisik dan psikologis, atau penyakit lain seperti : nephritis akut, diabetes mellitus, infeksi akut) atau tindakan operatif dapat merupakan faktor etiologi prematuritas.
2) Usia
Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah 20 tahun dan pada multi gravidarum, yang jarak antar kelahirannya terlalu dekat.
3) Keadaan sosial ekonomi
Keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi yang rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.
b. Faktor janin
Hidramion, kehamilan ganda, umumnya akan mengakibatkan lahir bati BBLR. (FKUI. Hal : 1052)
4. Manifestasi Klinis
a. Gejala klinis sebelum bayi dilahirkan :
•Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus partus prematurus dan lahir mati.
•Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
•Pergerakan janin yang pertama (quikening) terjadi lebih lambat, gerakan janin lebih lambat, walaupun kehamilannya sudah agak lanjut.
•Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut seharusnya.
•Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa pula hidramnion, hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut dengan toxemia gravidarum.
b. Setelah bayi lahir dibedakan antara bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin, bayi prematur, bayi prematur dan bayi KMK
•Bayi prematur
- ¬Vernik kaseosa sedikit/tidak ada
- Jaringan lemak bawah kulit sedikit
- Tulang tengkorak lunak mudah bergerak
- Menangis lemah
- Kulit tipis, merah dan stranparan
- Tonus otot hipotoni
•Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin
- Tengkorak kepala keras, gerakan bayi terbatas
- Kulit tipis, kering, berlipat-lipat mudah di angkat
- Abdomen cekung atau rata
- Tali pusat tipis, lembek dan berwarna kehijauan
•Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin sama dengan bayi KMK
(Mochtar, hal : 448)
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Studi cairan amniotic, dilakukan selama kehamilan untuk mengkaji maturitas janin.
b. Darah lengkap : penurunan hemoglobin/hemotrokrit (Hb/Ht) mungkin kurang dari 10.000 /m3 dengan pertukaran ke kiri (kelebihan dini netrofil dan pita) yang biasanya dihubungkan dengan penyakit bakteri berat.
c. Golongan darah : menyatakan potensial inkompatibilitas ABO.
d. Kalsium serum : mungkin rendah.
e. Elektrolit (Na, k, cl).
f. Penentuan RH dan contoh langsung (bila ibu Rh negatif positif) : menentukan inkompatabilitas.
g. Gas darah arteri (GDA) : PO2 menurun, PCO2 meningkat, asidosis, sepsis, kesulitan nafas yang lama.
h. Laju sedimentasi elektrolit : meningkat menunjukan respon inflamasi akut.
i. Protein C reaktif (beta globulin) ada dalam serum sesuai dengan proporsi beratnya proses radana enfeksius.
j. Trombosit : trombositopenia dapat menyertai sepsis.
k. Test shoke aspirat lambung : menentukan ada/tidaknya surfaktan. (Doengoes, hal : 634)
6. Penatalaksanaan Medis
a. Pengaturan suhu lingkungan
Terapi inkubator, dengan pengaturan suhu BB oC, BB 2 kg - 2,5 kg : 45 oC, suhu inkubator diturunkan 1 oC setiap minggu, sampai bayi dapat ditempatkan pada suhu lingkungan setiap 24 – 27 oC.
b. Makanan bayi berat badan baru lahir (diet)
Umumnya arefleks menghisap belum sempurna. Kapasitas lambung masih kecil dan daya enzim pencernaan(lipase) masih kurang. Pemberian makanan dilakukan menggunakan pipet sedikit namun sering, perhatikan kemungkinan terjadinya pneumonia aspirasi)
(Mochtar, 1998, hal : 449)
7. Prognosis BBLR
Kematian perinatal pada bayi BBLR 8 kali lebih besar dari bayi normal. Prognasis akan lebih buruk bila BB makin rendah, angka kematian sering disebabkan karena komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi, pneumonia, perdarahan intrakranial, hipoglikemia. Bila hidup akan dijumpai kerusakan saraf, gangguan bicara, IQ rendah.
8. Komplikasi
a. Aspirasi mekonium, yang diikuti pneumothorax, disebabkan oleh distress pada persalinan.
b. Pada bayi KMK mempunyai hubungan yang tinggi yang mungkin disebabkan hipoksia kronik di dalam uterus, pada keadaan ini harus dilakukan partial plasma dengan segera, bila tidak akan timbul gejala kejang hipotoni.
c. Hipoglikemi, karena berkurangnya cadangan glikogen hati dan meningkat metabolisme.
d. Aspiksia, perdarahan paru pasif, hipotermia, catat bawaan akibat kelainan kromosom.
(Wiknjosostro, Hanifa : 1999 : 782).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
•Identitas Anak
Nama : Agama ayah :
Tanggal lahir/umur : Suku bangsa :
Nama ayah/ibu : Tanggal masuk :
Pekerjaan ayah/ibu : Diagnosa medis :
Pendidikan ayah/ibu : Data diperoleh tanggal :
•Pengkajian Umum
- Dengan menggunakan timbangan elektronik, timbang setiap hari/lebih sering sesuai instruksi.
- Ukur panjang dna lingkar kepala secara periodik.
- Gambarkan bentuk dan ukuran tubuh umum, postur saat istirahat. Kemudahan bernafasm adanya edema dan lokasi.
- Gambarkan adanya deformitas yang nyata.
- Gambarkan adanya atnda distress : warna buruk, mulut terluka, kepala terangguk-angguk, meringis, lais berkerut.
•Pengkajian pernafasan
- Gambarkan bentuk dada (barrel, cembung), kesimetrisan, adanya insisi, selang dada, atau penyimpangan lain.
- Gambarkan penggunaan otot aksesori : pernafasan, cuping hidung, atau substernal, interkostal, atau subklavikular.
- Tentukan frekuensi dan ketaraturan pernafasan.
- Auskultasi dan gambarkan bunyi pernafasan : stridor, krikels, mengi, bunyi menurun basah, area yang tidak ada bunyi, mengorok, penurunan udara masuk, keseimbangan bunyi nafas.
- Tentukan apakah pengisapan diperlukan.
- Gambarkan tangisan bila tidak diintubasi.
•Pengkajian kardiovaskuler
- Tentukan frekuensi dan irama jantung.
- Gambarkan bunyi jantung, termasuk adanya murmur.
- Tentukan titik intensitas maksimum, titik dimana bunyi dan palpasi denyut jantung terkeras.
- Kaji membran mukosa bibir.
- Gambarkan nadi perifer, pengisian kapiler (
•Pengkajian gastrointestinal
- Tentukan adanya distensi abdomen, lingkar perut meningkat, kulit mengkilat, tanda-tanda eritema.
- Tentukan adanya tanda-tanda regurgitasi dan pemberian makan, kateter, jumlah sisa makanan, bila selang nasogastrik terpasang, gambarkan tipe penghisapan, drainase (warna, konsistensi, PH).
- Observasi jumlah, warna dan konsistensi feses.
- Kaji adanya bising usus.
•Pengkajian genitauniaria
- Kaji adanya abnormalitas genetalia.
- Periksa BB.
- Pengkajian neurologis muskuloskeletal.
- Kaji adanya reflek pada bayi : moro menghisap, babinski, refleks plantar, dan reflek yang diharapkan.
- Kaji lingkar kepala, garis, ukuran, future.
•Pengkajian temperatur dan kulit
- Kaji suhu tubuh.
- Kaji adanya perubahan warna, kemerahan, iritasi, lepuh, abrasi.
- Observasi turgor kulit, kering, halus, pecah, terkelupas, ruam, lesi kulit.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan neuromuskular, penurunan energi dan keletihan
b. Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan lemak tubuh subkutan
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (resiko tinggi) berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena imaturitas dan atau penyakit
e. Resiko tinggi kekurangan atau kelebihan volume cairan berhubungan dengan karakteristik fisiologik imatur dari bayi preterm dan atau imaturitas.
3. Rencana Keperawatan
Dx I : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan neuromuskular, penurunan energi dan keletihan
Tujuan : Pasien menunjukan oksigenasi yang adekuat
KH : - Oksigenasi jaringan adekuat
- Jalan nafas paten
- Pernafasan memberikan oksigenasi dan pembuangan CO2 yang adekuat
Intervensi :
•Tempatkan pada posisi terlentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatas, untuk mencegah penyempitan jalan nafas
•Observasi tanda-tanda distress (mengorok, sianosis, cuping hidung, apnea)
•Lakukan penghisapan untuk menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring trakea
•Lakukan perkusi, vibrasi, dan drainase postural sesuai ketentuan untuk memudahkan drainase sekret
•Berikan posisi miring untukmencegah aspirasi pada bayi dengan mukus berlebihan
•Observasi adanya tanda-tanda distress pernafasan (cuping hidung, retraksi, tacipnea, apnea, mengorok, sianosis, suturitas O2 rendah)
Dx II : Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan lemak tubuh subkutan
Tujuan : Pasien dapat mempertahankan suhu tubuh yang stabil
KH : Suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi :
•Tempatkan bayi dalam inkubator atau pakaian hangat dalam keranjang terbuka untuk mempertahankan suhu tubuh stabil
•Pantau suhu aksila bayi yang tidak stabil
•Periksa suhu udara sesuai kebutuhan untuk mempertahankan suhu kulit
•Pantau tanda-tanda dari hipertermi : kemerahan, ruam
•Hindari situasi yang dapat menyebabkan bayi kehilangan panas : kemerahan ruam
•Hindari situasi yang dapat menyebabkan bayi kehilangan panas : terpapar udara dingin, jendela
Dx III : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi nasokomial
KH : Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi nasokomial
Intevensi :
•Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
•Bersihkan semua alat yang digunakan untuk bayi dengan bersih / steril
•Isolasi bayi yang mengalami infeksi sesuai institusional
•Kolaborasi : berikan antibiotik sesuai intruksi
Dx IV : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (resiko tinggi) berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena imaturitas dan atau penyakit
Tujuan : Pasien menunjukan nutrisi yang adekuat, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan menunujukan penambahan berat badan yang tepat
KH : Bayi menunjukan penambahan berat badan yang tepat
Intervensi :
•Pertahankan cairan parental/nutrisi sesuai instruksi
•Kaji kesiapan bayi untuk mengkoordinasikan menelan dan pernafasan
•Bantu ibu mengeluarkan ASI untuk menciptakan dan mempertahankan laktasi sampai ibunya dapat menyusui
Dx V : Resiko tinggi kekurangan atau kelebihan volume cairan berhubungan dengan karakteristik fisiologik imatur dari bayi preterm dan atau imaturitas
Tujuan : Pasien dapat menunjukan status hidrasi adekuat
KH : Bayi dapat menunjukan hemastasis
Intervensi :
•Kaji cairan dan elektrolit dengan terapi
•Berikan cairan parental/oral secara adekuat
•Kaji status hidrasi (turgor kulit, edema, tekanan darah, mukosa)
•Berikan cairan parental sesuai program untuk menghindari dehidrasi
•Pantau keluaran urine, berapa kali sehari
4. Evaluasi
1. Jalan nafas tetap paten, frekuensi dan pola nafas dalam batas normal
2. Suhu dalam batas normal
3. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
4. Berat badan bayi bertambah kira-kira 20 – 30gr / hari
5. Tingkat hidrasi adekuat (turgor kulit elastis, mukosa bibir lembab)
6. Tidak terdapat tanda-tanda peningkatan TIK (letargi, tonus otot menurun, pucat sianosis, reflek moro menurun, apnea, tangisan bernada tinggi muntah yang kuat, kejang)
7. Orang tua memahami tentang kondisi anaknya saat ini
READ MORE - BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

Minggu, 19 September 2010

Askep Ansietas

ANSIETAS

1. PENGERTIAN

Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak dimiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya.
Ansietas adalah respons emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan.
Ansietas merupakan reaksi emosional terhadap penilaian individu ynag subjektif, yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya.
Ansietas merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah yang tidak menentu, takut, tidak tentram, kadang-kadang disertai berbagai keluhan fisik.

2. TINGKAT ANSIETAS
a. Ansietas ringan
Berhubungan dengan keteganagn dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.



b. Ansietas sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
c. Ansietas berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terperinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perlaku ditujukan umtuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
d. Tingkat Panik Dari Ansietas
Berhubungan denagn terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panic, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.

A. Faktor Prediposisi
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :
1) Teori Psikosomatik
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian –id dsan superego. Id mewakili doongan insting dan implus primitive seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma – norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa adanya bahaya.
2) Teori Interpersonal
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.


3) Teori Perilaku
Ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli prilaku menganggap ansietas merupakan sesuatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan untuk menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa individu yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa takut berlebihan akan menunjukkan kemungkinan ansietas berat pada kehidupan masa dewasanya


4) Kajian keluarga
Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga.

5) Kajian biologis
Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas. Selain itu kesehatan umum seseorang mempunyai predisposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ansietas dapat diklasifikasikan dalam dua jenis :
1. Ancaman terhadap integritas biologik
Merupakan ancaman terhadap kebutuhan dasar manusia, seperti kebutuhan akan makanan, minuman, dan perumahan. Hal ini merupakan faktor umum penyebab ansietas.
2. Ancaman terhadap rasa aman
Hal ini sulit digolongkan karena manusia unik. Ancaman keamanan diri meliputi ;
- tidak tercapainya harapan,
- tidak terpenuhinya kebutuhan akan status,
- rasa bersalah atau pertentangan antara keyakinan diri dan prilaku,
- tidak mampu untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain.



C. Perilaku
ansietas dapat diekspresikan langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping dalam upaya mempertahankan diri dari ansietas. Intesitas dari perilaku akan meningkat sejalan dengan peningkatan ansietas.
D. Mekanisme Koping ( Penanganan Masalah )
Setiap Individu mempunyai pengalaman dalam menggunakan mekanisme koping. Dalam bentuk ringan mekanisme koping dapat diatasi dengan menangis , tidur, tertawa, olahraga, melamun, dan merokok. Namun bila bentuknya lebih besar seperti panik, ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif, merupakan awal penyebab perilaku yang patalog yang mengancam ego dimana individu menggunakan energy yang lebih besar untuk mengatasi ancaman tersebut.
Ada dua mekanisme koping yang dapat dikategorikan untuk mengatasi ansietas.
1. Reaksi Yang Berorientasi Pada Tugas ( Task Oriented Reaction )
Adalah pemecahan masalah secra sadar yang digunakan untuk menanggulangi ancaman stressor yang ada secara realistis yaitu:
a. Perilaku Menyerang (Agresif)
Biasanya digunakan individu mengatasi rintangan agar memenuhi kebutuhan.
b. digunakan untuk menghilangkan sumber ancaman baik secara fisik maupun fisiologis
c. Perilaku Kompromi
Digunakan untuk merubah tujuan-tujuan yang akan dilakukan atau mengorbankan kebutuhan personal untuk mencapai tujuan.
2. Mekanisme Pertahanan Ego ( Ego Oriented Reaction )
Mekanisme pertahanan Ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang yang digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara tidak sadar untuk memperoleh keseimbamgan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. ansietas berat berhubungan dengan koping tidak efektif.
TUJUAN :
INTERVENSI :
a. Tetapkan hubungan terapeutik perawat – pasien.
Rasional : pasien lebih bebas dalam mengungkapkan perasaannya.
b. Catat ekspresi keragu-raguan dan ketergantungan dengan orang lain.
Rasional : mungkin menunjukkan kebutuhan bersandar orang lain untuk sementara waktu.
c. Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya menggunakan teknik relaksasi keinginan untuk mengekspresikan perasaan.
Rasional : jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil dilakukan pada waktu yang lampau.
d. Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini dan apa yang telah terjadi untuk mengantisipasi perassan tidak tertolong dan ansietas.
Rasional : menyediakan petunjuk untuk membantu pasien dalam mengembangkan kemapuan koping.
e. Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien. Menyediakan informasi factual.
Rasional : membantu mengidentifikasi dan membenarkan persepsi realita yang memungkinkan dimulainya usaha pemacahan masalah.
2. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
TUJUAN :
INTERVENSI :
a. Bina hubungan saling percaya antara perawat-pasien
Rasional : hubungan saling percaya adalah dasar hubungan terpadu yang mendukung klien dalam mengatasi perasaan cemas.
b. Pahami rasa takut/ ansietas pasien.
Rasional : perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya.
c. Kaji tingkat ansietas yang dialami oleh pasien
Rasional : mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan oleh pasien.
d. Temani atau atur supaya ada seseorang bersama pasien sesuai indikasi.
Rasional : dukungan yang terus menerus mungkin membantu pasien mengurangi ansietas/ rasa takut ke tingkat yang dapat diatasi.
e. Berikan penjelasan pada pasien tentang penyakitnya.
Rasional : dapat mengurangi rasa cemas pasien akan penyakitnya.
READ MORE - Askep Ansietas

Askep Krisis

A. DEFINISI KRISIS
• Krisis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang dapat menimbulkan stress, dan dirasakan sebagai ancaman bagi individu.
Krisis terjadi jika seseorang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan hidup
yang penting, dan tidak dapat diatasi dengan penggunaan metode pemecahan masalah (koping) yang biasa digunakan.
• Suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dalam kehidupan seseorang yang mengganggu keseimbangan selama mekanisme coping individu tersebut tidak dapat mecahkan masalah
• Ganggaun internal yang disebabkan oleh kondisi penuh stress atau yang dipersepsikan oleh individu sebagai ancaman
Selama krisis, individu kesulitan dalam melakukan sesuatu, koping yang biasa digunakan tidak efektif lagi dan terjadi peningkatan kecemasan.
Konsep krisis :
1. Krisis terjadi pada semua individu, tidak selalu patologis
2. Krisis dipicu oleh peristiwa yang spesifik
3. Krisis bersifat personal
4. Krisis bersifat akut, tidak kronis, waktu singkat ( 4-6 minggu )
5. Krisis berpotensi terhadap perkembangan psikologis atau bahkan akan membaik

Faktor Pencetus Terjadinya Krisis :
1. Kehilangan :
- Kehilangan orang yang penting
- Perceraian
- Pekerjaan
2. Transisi :
- Pindah rumah
- Lulus sekolah
- Perkawinan
- Melahirkan

3. Tantangan :
 Promosi
 Perubahan karir

FAKTOR PENGIMBANG ( Balancing Factory )
Dalam penyelesaian suatu krisis harus dipertimbangkan beberapa faktor pengimbang yaitu :
1) Persepsi individu terhadap kejadian
a) Arti kejadian tersebut pada individu
b) Pengaruh kejadian terhadap masa depan individu
c) Pandangan realistic & tidak realistic terhadap kejadian
2) Situasi yang mendorong / dukungan situasi
- Ada orang / lembaga yang dapat mendorong individu
3) Mekanisme koping yang dimiliki oleh individu
- Sikap yang biasa dilakukan individu dalam menangani masalahnya.



MACAM KRISIS :

1. Krisis maturasi/krisis perkembangan
Perkembangan kepribadian merupakan suatu rentang yang setiap saat tahap
mempunyai tugas dan masalah yang harus diselesaikan untuk menuju kematangan pribadi individu. Keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan masalahnya tiap tahap dipengaruhi kemampuan individu mengatasi stress yang terjadi dalam kehidupannya.
Krisis maturasi terjadi dalam satu periode transisi masa perkembangan yang dapat mengganggu keseimbangan psikologis, seperti pada masa pubertas, masa perkawinan, menjadi orang tua, menopause, dan usia lanjut. Krisis maturasi memerlukan perubahan peran yang dipengaruhi oleh peran yang memadai, sumber – sumber interpersonal, dan tingkat penerimaan orang lain terhadap peran baru.
• Dipicu oleh stressor normal dalam proses perkembangan
• Terjadi pada masa transisi proses pertumbuhan dan perkembangan. Setiap tahap perkembangan tergantung pada tahap sebelumnya, setiap tahap perkembangan merupakan tahap krisis bila tidak difasilitasi untuk dapat menyelesaikan tugas perkembangan
• Misal : Masuk sekolah, pubertas, menikah, meninggalan rumah, menjadi orang tua, pensiun dll.

2. Krisis situasional
• Merupakan respon terhadap peristiwa traumatic yang tiba-tiba dan tidak dapat dihindari yang mempunyai pengaruh besar terhadap peran dan identitas seseorang
• Cenderung mengikuti proses kehilangan, seperti kehilangan pekerjaan, putus sekolah, putus cinta, penyakit terminal, kehamilan/kelahiran yang tidak diinginkan. Respon yang biasa mucul terhadap kehilangan adalah depresi
• Kesulitan dalam beradaptasi dengan krisis situasional ini berhubungan dengan kondisi dimana seseorang sedang berjuang menyelesaikan krisis perkembangan
3. Krisis social
Krisis ini disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak diharapkan serta
menyebabkan kehilangan ganda dan sejumlah perubahan di lingkungan seperti : gunung meletus, kebakaran dan banjir. Krisis ini tidak dialami oleh setiap orang seperti halnya pada krisis maturasi.
• Krisis yang terjadi di luar kemampuan individu. Adanya situasi yang diakibatkan kehilangan multiple dan perubahan lingkungan yang luas
• Contoh : terorisme, kebakaran, gempa bumi, banjir, perang

Tahap perkembangan krisis :
Fase 1
• Individu dihadapkan pada stressor pemicu
• Kecemasan meningkat, individu menggunakan teknik problem solving yang biasa digunakan
Fase 2
• Kecemasan makin meningkat karena kegagalan penggunan teknik problem solving sebelumnya
• Individu merasa tidak nyaman, tak ada harapan, bingung
Fase 3
• Untuk mengatasai krisis individu menggunakan semua sumber untuk memecahkan masalah, baik internal maupun eksternal
• Mencoba menggunakan teknik problem solving baru, jika efektif terjadi resolusi
Fase 4
• Kegagalan resolusi
• Kecemasan berubah menjadi kondisi panic, menurunnya fungsi kognitif, emosi labil, perilaku yang merefleksikan pola pikir psikotik

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KRISIS
A. PENGKAJIAN
1. Peristiwa pencetus, termasuk kebutuhan yang tercantum oleh kejadian dan gejala yang timbul.
a. Kehilangan orang yang dicintai, baik karena kematian maupun karena perpisahan.
b. Kehilangan biopsikososial seperti : kehilangan salah satu bagian tubuh karena operasi, sakit, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran social, kehilangan kemampuan melihat dan sebagainya.
c. Kehilangan milik pribadi misalnya : kehilangan harta benda, kehilangan kewarganegaran, rumah kena gusur.
d. Ancaman kehilangan misalnya anggota keluarga yang sakit, perselisihan yang hebat dengan pasangan hidup.
e. Ancaman – ancaman lain yang dapat diidentifikasi termasuk semua ancaman terhadap pemenuhan kebutuhan.

2. Mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kejadian

Persepsi terhadap kejadian yang menimbulkan krisis, termasuk pokok – pokok pikiran dan ingatan yang berkaitan dengan kejadian tersebut.
a) Apa arti makna kejadian terhadap individu
b) Pengaruh kejadian terhadap masa depan
c) Apakah individu memandang kejadian tersebut secara realistis
d) Dengan siapa tinggal, apakah tinggal sendiri, dengan keluarga, dengan teman.
e) Apakah punya teman tempat mengeluh
f) Apakah bisa menceritakan masalah yang dihadapi bersama keluarga
g) Apakah ada orang atau lembaga yang dapat memberikan bantuan
h) Apakah mempunyai keterampilan menggantikan fungsi orang yang hilang
i) Perasaan diasingkan oleh lingkungan
j) Kadang – kadang menunjukkan gejala somatic

Data yang dikumpulkan berkaitan dengan koping individu tak efektif, sbb :
1. Mengungkapkan tentang kesulitan dengan stress kehidupan.
2. Perasaan tidak berdaya, kebingungan, putus asa.
3. Perasaan diasingkan oleh lingkungan.
4. Mengungkapkan ketidakmampuan mengatasi masalah atau meminta bantuan.
5. Mengungkapkan ketidakpastian terhadap pilihan – pilihan.
6. Mengungkapkan kurangnya dukungan dari orang yang berarti.
7. Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan.
8. Perasaan khawatir, ansietas.
9. Perubahan dalam partisipasi social.
10.Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.
11. Tampak pasif, ekspresi wajah tegang.
12. Perhatian menurun.

Pada krisis malapetaka perilaku individu dapat diidentifikasi berdasarkan fase respon terhadap masalah musibah yang dialami.

FASE
1.Dampak Emosional
2.Pemberani (heroic)
3.Bulan madu (honeymoon)
4.Kekecewaan
5.Rekonstruksi dan Reorganisasi

RESPON
1.Fase ini sudah termasuk kejadian itu sendiri dengan karakteristik sebagai berikut : syok, panic, takut yang berlebihan, ketidakmampuan mengambil keputusan dan menilai realitas serta mungkin terjadi perilaku merusak diri.
2.Terjadi suatu semangat kerjasama yang tinggi antara teman, tetangga, dan tim kedaruratan kegiatan yang konstruktif saat itu dapat mengatasi ansietas dan depresi. Akan tetapi aktifitas yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan keletihan.
3.Fase ini mulai terlihat pada satu minggu sampai beberapa bulan setelah terjadi malapetaka. Kebutuhan bantuan orang lain berupa uang, sumber daya, serta dukungan dari berbagai pihak. Perkumpulan akan membantu memberikan masyarakat baru masalah psikologis dan masalah perilaku mungkin terselubung.
4.Fase ini berakhir dalam 2 bulan s/d 1 tahun. Pada saat ini individu merasa sangat kecewa, timbul kebencian, frustasi dan perasaan marah. Korban sering membanding – bandingkan keadaan tetangganya dengan dirinya, dan mulai tumbuh rasa benci atau sikap bermusuhan terhadap orang lain.
5. Individu mulai menyadari bahwa ia harus menghadapi dan mengatasi masalhnya. Mereka mulai membangun rumah, bisnis dan lingkungannya.Fase ini akan berakhir dalam beberapa tahun setelah terjadi musibah
B. PERENCANAAN
Dinamika yang mendasari krisis ditetapkan alternative penyelesaian, langkah – langkah untuk mencapai penyelesaian masalah seperti : menentukan lingkungan pendukung dan memperkuat mekanisme koping.

C. TUJUAN
1. Membantu pasien agar dapat berfungsi lagi seperti sebelum mengalami krisis.
2. Meningkatkan fungsi pasien seperti dari sebelum terjadi krisis (bila mungkin)
3. Mencegah terjadinya dampak serius dari krisis misalnya bunuh diri.

D. TINDAKAN KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan yang utama dapat dibagi menjadi 4 tingkatan dari urutan
yang paling dangkal sampai paling dalam, yaitu :
1) Manipulasi lingkungan
Ini adalah intervensi dengan merubah secara langsung lingkungan fisik individu atau situasi interpersonalnya, untuk memisahkan individu dengan stressor yang menyebabkan krisis.
2) Dukungan umum (general support)
Tindakan ini dilakukan dengan membuat pasien merasa bahwa perawat ada disampingnya dan siap untuk membantu, sikap perawat yang hangat, menerima, empati, serta penuh perhatian merupakan dukungan bagi pasien.
3) Pendekatan genetic (genetic approach)
Tindakan ini digunakan untuk sejumlah besar individu yang mempunyai resiko tinggi, sesegera mungkin. Tindakan ini dilakukan dengan metode spesifik untuk individu – individu yang menghadapi tipe krisis dan kombinasi krisis atau
jika ada resiko bunh diri / membunuh orang lain.
4) Pendekatan individual (individual approach)
Tindakan ini meliputi penentuan diagnose, dan terapi terhadap masalah spesifik pada pasien tertentu. Pendekatan individual ini efektif untuk semua tipe krisis dan kombinasi krisis atau jika ada resiko bunuh diri/membunuh orang lain.


DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan penyesuaian atau proses berfikir yang berhubungan dengan ketidak mampuan menilai realita
2. Koping yang tidak efektif sehubungan dengan depresi karena kehilanagan banyak hal yang serius.
3. Gangguan proses dalam keluarga yang berhubungan dengan penurunan komunikasi dalam interaksi social terhadap rumah sakit.
4. Gangguan konsep diri, harga diri, penampilan, peran dan identitas pribadi yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan kekuatan dan aktivitas.


INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan penyesuaian atau proses berfikir yang berhubungan dengan ketidak mampuan menilai realita.
TUJUAN :
 Pasien akan mendemonstrasikan kemampuan membedakan antara dan realita dan fantasi.
INTERVENSI KEPERAWATAN :
a. Berikan orientasi realita
b. Berikan waktu yang aman pada waktu-waktu tertentu
c. Ulangi informasi sampai pasien dapat mengatakan pada orang lain

2. Koping yang tidak efektif sehubungan dengan depresi karena kehilanagan banyak hal yang serius.
TUJUAN :
 Pasien mampu mengekspresikan frustasi, marah, dan gusar terhadap kejadian secara verbal dan non verbal.
INTERVENSI KEPERAWATAN :
a. Ekspresikan kemungkinan perasaan yang pernah dialami perawat dalam situasi yang sama.
b. Tanyakan pasien terhadap setuju atau ketidaksetujuan tentang keakuratan perawatan menggambarkan perasaan.
c. Gunakan sentuhan yang lembut dan duduk tenang dengan pasien, sehingga ia tidak mengalami nyeri fisik selain nyeri emosional.
d. Akui besarnya kehilangan
e. Akui reaksi pasien sebagai hal yang normal, respon manusia yang diharapkan terhadap berat dan banyaknya kehilangan.

3. Gangguan proses dalam keluarga yang berhubungan dengan penurunan komunikasi dalam interaksi social terhadap rumah sakit.
TUJUAN :
 Mempertahankan komunikasi antara pasien dan keluarga yang efektif.
INTERVENSI KEPERAWATAN:
a. Bantu dalam merencanakan kunjungan keluarga, membiarkan peraturan berkunjung yang fleksibel untuk menambah waktu bagi pasien.
b. Rencanakan perawatan yang tidak berhubungan dengan kunjungan .
c. Mendorong keluarga menggunakan sentuhan saja atau dengan komunikasi verbal dengan pasien.
d. Demonstrasikan sentuhan pada pasien untuk memperlihatkan pada keluarga bahwa tidak akan membahayakan pasien atau peralatan.
e. Memberikan keluarga dan pasien kunjungan yang tidak terputus, rendahkan pagar tempat tidur dan letakkan kursi di samping tempat tidur.

4. Gangguan konsep diri, harga diri, penampilan, peran dan identitas pribadi yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan kekuatan dan aktivitas.
TUJUAN :
 Pasien akan menghargai diri dan mengatakan dirinya berharga serta merasakan dukungan dan perhatian.
INTERVENSI KEPERAWATAN :
a. Masukkan perencanaan sentuhan yang berarti kedalam aktivitas keperawatan.
b. Gunakan kontak mata untuk memperkuat proses komunikasi yang terjadi selama menyentuh.
c. Rencanakan kemajuan memperkuat aktivitas pasien dengan perawat, atau pasien dengan keluarga.
d. Memberikan ucapan balik positif secara verbal dan non verbal tentang penampilan.
READ MORE - Askep Krisis

Askep Konsep diri

KONSEP DASAR

A. Definisi
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sudeen, 1998). Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.

Sedangkan menurut Beck, Willian dan Rawlin (1986) menyatakan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual , social dan spiritual.

Potter & Perry (1993), konsep diri adalah merefleksikan pengalaman interaksi sosial, sensasinya juga didasarkan bagaimana orang lain memandangnya.

Beck William Rowles (1993), mendefinisikan konsep diri sebagai cara memandang individu terhadap diri secara utuh baik fisik, emosi, intelektual, sosial & spiritual.
Secara umum, konsep diri dapat didefinisikan sebagai cara kita memandang diri kita secara utuh, meliputi: fisik, intelektual, kepercayaan, sosial, perilaku, emosi, spiritual, dan pendirian


B. Rentang Respon Konsep Diri
Konsep diri didefinisikan sebagai mana pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri seseorang tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil dari pengalaman hidup seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan realitas dunia. Konsep diri terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut:

1. Identitas personal adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart and Sudeen, 1991).
Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian diri. Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya. Identitas diri terus berkembang sejak masa kanak kanak bersamaan dengan perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin (Keliat,1992). Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita banyak dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut.

2. Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan perspsi dan pengalaman yang baru.

3. Ideal diri adalah persepsi individ utentang bagaimana dia seharusnya berprilaku berdasarkanstandar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal.


4. Penampilan peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan social berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok social. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterma adalah peran yang ter[pilah atau dipilih oleh individu.

5. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai deangan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syrat, walaupun melakukan kesalahan dan kegagalan, tetap merasa sebagai orang yang penting dan berharga.

C. Kepribadian yang Sehat
Individu dengan kepribadian yang sehat akan mengalami hal-hal berikut ini:
1. Citra tubuh positif dan sesuai
2. Ideal diri yang realistic
3. Konsep diri yang positif
4. Harga diri yang tinggi
5. Penampilan peran yang memuaskan
6. Rasa identitas yang jelas.

Respon konsep diri sepanjang rentang sehat- sakit berkisar dari status aktualisasi diri yng paling adaptif serta dipersonalisasi. Keracunan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi maasa kanak-kanak dalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Depersonalisasi ialah suatu perasaan tidak realistis dan keasingan dari diri sendiri. Ini berhubungan dengan tingkat ansietas panik dan kegagalan dalam pengujian realitas. Individu mengalami kesulitan untuk membedakan diri sendiri dari seorang lain, dan tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing baginya.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri
Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri).
1. Teori perkembangan.
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.

2. Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.

3. Self Perception ( persepsi diri sendiri )
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan social yang terganggu.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
Pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat meliputi perilaku yang objektif dan teramati serta bersifat subjektif dan dunia dalam pasien sendiri.
Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah
-Mengritik diri sendiri atau orang lain
-Penurunan produktivitas
-Destruktif yang diarahkan pada orang lain
-Rasa diri penting yang berlebihan
-Perasaan yang tidak mampu
-Rasa bersalah
-Mudah tersinggung atau maarh yang berlebihan
-Keluahn fisik
-Pandangan hidup yang bertentangan
-Penolakan terhadap kemampuan personal
-Menarik diri secara social
-Khawatir
Perilaku yang berhubungan denga kerancuan identitas
-Tidak ada kode moral
-Sifat kepriibadian yang bertentangan
-Hubungan interpersonal eksploitatif
-Perasaan hampa
-Perasaan mengambang terhadap diri sendiri
-Tingkat anisietas yang tinggi
-Ketidak mampuan untuk empati dengan orang lain
Perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi afektif
-Menaglami kehilangan identitas
-Perasaan terpisah dar diri sendiri
-Perasaan tidak aman, takut, malu
-Perasaan tidak realistic
-Rasa terisolasi yang kuat
-Kurang rasa kesinambungan diri
-Ketidak mampuan untuk mencari perasaan untuk mencapai sesuatu
Perceptual
-Halusinasi pendengaran dan penglihatan
-kebingungan tentang seksualitas diri sendiri
-kesulitan membedakan diri orang lain
-gangguan citra tubuh
Perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi kognitif
-bingung
-gangguan daya ingat
-gangguan berfikir
-adanya kepribadian yang terpisah
-diorientasi waktu
-keadaan emosi yang pasif dan tidak berepons
-kurang spontalitas dan idiosinkratik
-kehilangan kendali terhadap impuls



Faktor Prediposisi
Berbagai factor penunjang terdirinya prubahan dalam konsep diri seseorang. Factor ini dapat dibagi sbb:
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orangtua, harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistik
2. Faktor yang mempengaruhi hubungan peran adalah strotipik peran seks, tuntunan peran kerja, dan harapan peran cultural
3. Factor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidakpercayaan orangtua, tekanan dari kelompok sebaya, da perubahan dalam struktur social.

Stressor Pencetus
Stressor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal:
1. trauma seperti penganiyayaan seksul dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan
2. ketegangan peran berhubbungan dengan posisi yang diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai frustasi. Ada 3 jenis frustasi, yaitu:
o transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang berkaitan dengan petumbuhan. Perubahn ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilainya tertekan untuk penyesuaian diri.
o Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran tau kematian.
o Transmisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini dimunhgkinkan oleh karena: kehilangan anggota tubuh, perubahn penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal.


Sumber-Sumber Koping
Semua orang betapapun terganggu perilakunya, tetap mempunyai beberapa kelebihan personal yang mungkin meliputi:
- Aktivitas olahraga dan aktivitas lalu diluar tubuh
- Hoby dan kerajinan tangan
- Seni yang ekspresif
- Kesehatan dan perawatan diri
- Hubungan interpersonal
- Bakat
- Kecerdasan
- Imaginasi dan kreativitas

Mekanisme Koping
Mekanisme koping termasuk pertukaran koping jangka pendek dan jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi perse[si diri yang menyulitkan.
a. Pertahanan jangka pendek meliputi:
1. Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis identitas(misalnya: konser music, bekerja keras, menonoton TV)
2. Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara (misalnya: ikut serta dalam aktivitas social, agama, hubungan politik, kelompok atau geng)
3. Aktivitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri (misalnya: olaharaga yang kompetitif, pencapaian akademik, kontek untuk mendapatkan popularitas)
4. Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan individu (misalnya: penyalah gunaan obat)


b. Pertahanan jangka panjang termasuk berikut ini:
1. penutupan identitas-adopsi identitas premature yang diinginakan oleh orang yang penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi dari individu tersebut.
2. Identitas (asuransi identitas) yang wajar uantuk dapat diterima oleh nilai dan harapan masyarakat

c. Mekanisme pertahanan ego, termasuk pengalaman fantasi, disosiasi, isolasi, proteksi, pergeseran (displacement), percetakan (spilitting), berbalik marah terhadap diri sendiri, dan amuk



II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah-masalah konsep diri berkaitan dengan perasaan anxietas, bermusuhan dan rasa bersalah. Perasaan ini sering menimbulkan proses penyebaran diri dan sirkuler bagi individu yang dapat menimbulkan respons koping malladaptif yang hebat.
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan respon konsep diri, yaitu:
Gangguan identitas personal
-ketidakberdayaan

Gangguan citra tubuh:
-komunikasi, kerusakan verbal
-koping individu inefektif
-berduka, disfungsi
-keputusasaan

Ideal diri tidak realitas
Perubahan penampilan peran
¬-defisit peran diri

Gangguan harga diri
-perubahan sensori / persepsi
-perubahan pola seksualitas
-kerusakan interaksi soial
-isolasi social : menarik diri.
READ MORE - Askep Konsep diri

Askep Kehilangan

LANDASAN TEORI

I. PENGERTIAN

Kehilangan Adalah suatu kadaan berpisahnya individu dengan sesuatu yang sebelumnya diiliki/ada. Kehlangan tersbut dapat sebagian atau keseluruhan. Misalnya : kehilangan tersbu dapat sebagian atau keseluruhan. Misalnya : kehilangan orang penting (kematian, di penjara), kehilangan kesehatan, bio-psiko-sosial (sakit, diamputasi, kehilangan pendapatan, perasaan tentang diri, pekerjaan, kedudukan, seks), kehilangan milik pribadi (uang, perhiasan). Peristiwa kehilangan ini dapat terjadi tiba-tiba tau bertahap.

II. RENTANG RESPON

A. Fase Berduka
Berduka adalah respon alami manusia tehadap kehilangan atau ancaman kehilangan objek yang dicintai. Kulber-ross telah mengidentifikasikan proses berduka pada klien kehilangan kesehatan (menjelang kematian).
Tahap berduka terhadap kehilangan atau rentang respon kehilangan :

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Penyangkalan Marah Tawar Menawar Depresi Penerimaan
(Denial) (Anger) (Bargaining) (Aceptal)

B. Fase Penyangkalan
Reaksi pertama seseorang yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menyangkal kenyataan bahwa kehilangan itu benar-benar terjadi. Reaksi ini sering dinyatakan dengan perkataan, “itu tidak mungkin”, “saya tidak percaya itu terjadi”. Seseorang yang mengalami kehilangan (kematian) orng yang berarti baginya, tetap merasa bahwa orang tersebut masih hidup. Dia mungkin mengalami halusinasi, melihat orang yang meninggal tersebut berada ditempat yang biasa digunakannya (di kursi tempat duduknya) atau mendengar suaranya.
Seseorang yang mrngalami kehilangan atau berada pada fase penyangkalan biasanya terjadi perubahan fisik, seperti letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah. Reaksi fisik tersebut dapat berakhir dalam waktu beberapa menit atau sampai beberapa tahun.

C. Fase Marah
Sama dengan seseorang yang menghadapi sakratul maut, dimana orang tersebut mulai sadar akan kenyataan terjadi kehilangan. Pada fase ini seseorang akan menunjukkan perasaan marah yang sering diproyeksikan kepada orang yang berada di lingkungannya atau orang-orang tertentu. Reaksi fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain: muka marah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. Perilaku seseorang pada fase ini biasanya agresif. Misalnya, orang tua yang mengalami kematian anaknya di rumah sakit, mungkin orang tersebut akan berbicara kasar, menuduh dokter, perawat tidak mampu merawat anaknya.

D. Fase Tawar-Menawar
Seseorang yang telah mampu mengungkapkan rasa marah akan kehilangannya, maka orang tersebut akan maju ke tahap tawar-menawar. Reaksi ini sering dinyatakan dengan kata-kata “kenapa harus terjadi pada keluarga saya”, “seandainya saya hati-hati”.

E. Fase Depresi
Seseorang yang berada pada fase depresi sering menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau bicara atauputus asa. Gejala fisik yang sering ditapilkan oleh orang tesebut adalah menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.


F. Fase Penerimaan
Seseorang yang telah menerima kenyataan akan kehilangannya, secara bertahap perhatiannya beralih pada objek baru. Pikiran yang selalu berpusat pada objek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti :
“saya betul-betul menyayangi tas saya yang hilang, tapitas saya yang baru ini manis juga”, “apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh?”, “yach akhirnya saya harus dioperasi”. Jadi fase penerimaan individu telah dapat mereorganisasi perasaan kehilangan.
Apabila individu dapat melalui fase-fase tersebut dan akhirnnya masuk pada fase penerimaan, maka ia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi persaan kehilangan dengan tulus. Tetapi apabila individu tetap berada pada salah satu fase tidak sampai pada fase penerimaan, maka ia akan sulit masuk pada fase penerimaan jika mengalami kehilangn lagi. Individu tersebut mungkin akan tetap berada pada fase depresi.
Lamanya pises berduka sangat individual dan dapat sampai beberapa tahun tanpa menjadi mal adaptasi. Lamanya fase akut berduka biasanya antara 6 sampai 8 minggu (pada lansia waktunya dapat lebih lama) dan penyelesaian respon kehlangan atau berduka secara menyeluruh dapat memerlukan waktu sampai 3 tahun.

PROSES KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Faktor Predisposisi
a) Genetik
Menurut para ahli genetik, individu yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga mempunyai riwayat depresi, akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi proses kehilangan. Jadi bila anggot keluarga tersenbut mengalami prose kehilangan akan sulit baginya untuk keluar dari fase depresi.
b) Kesehatan jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang sedang mengalami gngguan fisik. Jadi respon seseorang dalam menghadapiproses kehlangan dipengaruhi oleh kondisi kesehatan jiwa.
c) Kesehatan mental
Seseorang yang mengalami gangguan kesehatan jiwa, terutama yang mempunyai riwayat depresi ysng ditandai perasaan tidak brdaya, pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
d) Pengalaman kehilangan di masa lalu
Seseorang yang mengalami kehilangan yang traumatik atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi kemampuan individu tersebut dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa, orang tersebut akan sulit mencapai fase menerima.

2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus dari perasaan kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan harga diri, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan pisisi dalam masyarakat.

3. Perilaku
Seseoran yang mengalami kehilangan sering menggunakan mekanisme koping seperti: denial, represi, intelektualisasi, regresi, disosiasi, supesi dan proyeksi. Pada tahap depresi, seseorang ering menggunakan rehresi dan disosiasi secara belebihan dan tidak tepat.


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Berduka berhubungan dengan perasaan kehilangan, penghalang respon berduka dan kurangnya resolusi dari respon berduka sebelumnya
• Resiko tinggi tindakan kekerasan terhadap diri sendiri behubungan dengan depresi

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Berduka berhubungan dengan perasaan kehilangan, penghalang respon berduka dan kurangnya resolusi dari respon berduka sebelumnya ditandai dengan :
DS :
• klien mengatakan tidak merasa kehilagan
• klien mengatakan tidak punyaq selera makan.
• Klien mengatakan tidak lagi berminat melakukan aktivitas tertentu.
• Klien mengatakan sulit tidur dan sering mimpi buruk.
• Klien mengatakan tidak senang bila dibicarakan orang yang pergi tesebut.
DO:
• Klien tampak marah bila mendengar orang yang pergi yersebut dibicarakan .
• Klien tampak sering menyendiri dan menangis.
• Klien tampak tidak mampu mefokuskan perhatian pada aktivitas tertentu.
Tujuan
Menunjukkan rasa prgerakan kearah resolusi dari rasa duka dan harapan untuk masa depan, dengan kriteria:
Klien mengungkapkan ra kehilangan secaa terbuka.
Selera makan terbaik.
memiliki hasrat untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan cita-citanya.
Klien mengungkapkan rasa nyaman dalam menjalani aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.
Klien mampu membina relasi yang baik dengan orang-rang sekitanya (keluarga).
Ekspresi wajah klien tampak ceria.
READ MORE - Askep Kehilangan

Depresi

DEPRESI

• MASALAH UTAMA Gangguan alam perasaan: depresi.
• PROSES TERJADINYA MASALAH
Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa -dan tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.
Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang berat dan dimanifestasikan dengan gangguan fungsi social dan fungsi fisik yang hebat, lama dan menetap pada individu yang bersangkutan.
Depresi disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor heriditer dan genetik, faktor konstitusi, faktor kepribadian pramorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan sebagai¬nya.
Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi, pembedah¬an, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.
Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.

MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
• Gangguan alam perasaan: depresi
• Data subyektif:
Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering mengemukakan keluhan somatic seperti ; nyeri abdomen dan dada, anoreksia, sakit punggung,pusing. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri. Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.

• Data obyektif:
Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan lang¬kah yang diseret.Kadang-kadang dapat terjadi stupor. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering me¬nangis. Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi tergang¬gu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan psikomotor.
• Koping maladaptif
• DS : Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
• DO : Nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
Mekanisme koping yang digunakan adalah denial dan supresi yang berlebihan .

• DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.
• Gangguan lam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.

• RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
• Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
• Tujuan khusus
• Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
• Perkenalkan diri dengan klien dengan cara menyapa klien dengan ramah, baik verbal dan non verbal, selalu kontak mata selama interaksi dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
• Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati
• Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.
• Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan keinginannya
• Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah dimengerti
• Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.

• Klien dapat menggunakan koping adaptif
• Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.
• Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan sedih/menyakitkan
• Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan
• Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.
• Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat diterima
• Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih
• Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.

• Klien terlindung dari perilaku mencederai diri
Tindakan:
• Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.
• Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.
• Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.
• Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh peramat/petugas.

4. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
4.2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
4.3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, k eyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

5. Klien dapat menggunakan dukungan sosial
Tindakan:
5.1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).
5.2. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
5.3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).

• Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Tindakan:
6.1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
6.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
6.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
6.4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar
READ MORE - Depresi

Graha DBS n Th3 Hack3r

AdsenseCamp