Asuhan Keperawatan

Dunia Askep dan Tips Trik Komputer: Juni 2010

Welcome to My Blog

Selamat Datang di Blog Ini.
Blog ini masih dalam masa perkembangan dan menuju kesempurnaan, agar blog ini lebih berkembang mohon Kritik dan Sarannya.

Blogger sangat berterima kasih karena ANDA mau mengunjungi Blog ini.

"Blog ini tidak akan berkembang tanpa dukungan dan kerja sama dari ANDA."

Terima kasih!!


Mau Jadi Publisher (Penerbit) atau Advertiser (Pemasang) IKLAN??? Klik disini..!!!


Mau berbisnis?? Klik link-link di bawah ini!!

Mau Dapat Uang Gratis, Download caranya disini...

AdsenseCamp

Graha DBS

Anda Pengunjung Ke :

Buku Tamu Blogger

Dimohon ke pada para pengunjung Blog ini untuk mengisi "BUKU TAMU BLOGGER" yang ada di sebelah kanan agar blogger tahu bahwa Anda bukan robot yang mengunjungi blog ini..

Rabu, 30 Juni 2010

Implementasi Keperawatan

BAB I
PENDAHULUAN

Dokumentasi proses keperawatan merupakan sarana komunikasi antar perawat dan tim kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan. Dokumentasi keperawatan sangat penting bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan evaluasi. Pada pendokumentasian implementasi keperawatan terdapat berbagai tahap yaitu persiapan, intervensi, dan tahap dokumentasi.
Implementasi adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan atau direncanakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (IYER ET.Al,1996). Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan,yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. Semua tindakan keperawatan dicatat kedalam format yang telah ditetapkan oleh institusi.


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Implementasi adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan atau direncanakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (IYER ET.Al,1996). Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan,yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien, semua tindakan keperawatan dicatat kedalam format yang telah ditetapkan oleh institusi.

B. TAHAP IMPLEMENTASI
Ada tiga tahap dalam tindakan keperawatan, yaitu :
1. Tahap persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, dalam tindakan.persiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan seperti berikut :
Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan.
Menganalisa pengetahuan dan ketrampilan keperawatan yang diperlukan.
Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul.
Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan.
Mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan.
Mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan.

2. Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini tenaga perawatan harus mengutamakan keselamatan, keamanan, kenyamanan, oleh karena itu harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
Sikap yang meyakinkan.
Peka terhadap respon pasien dan efek samping dari tindakan yang dilakukan.
Sistematika kerja yang tepat.
Pertimbangkan hukum dan etik.
Bertanggung jawab dan bertanggung gugat.
Mencatat semua tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan:
Independen
Tindakan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tipe dari aktifitas yang dilaksanakan perawat secara independen didefinisikan berdasarkan diagnosa keperawatan. Tindakan tersebut merupakan suatu respon dimana perawat mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan keperawatan secara pasti berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, seperti :
• mengkaji tanda-tanda vital,
• mengajarkan tehnik relaksasi,
• mengatur posisi.
Tipe tindakan independen keperawatan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu :
• Tindakan diagnostik
Tindakan yang ditujukan pada pengkajian dalam merumuskan suatu diagnose keperawatan. Tindakan tersebut meliputi:
a) Wawancara dengan klien untuk mendapatkan data subjektif, keluhan klien, persepsi klien tentang penyakitnya, riwayat penyakit klien.
b) Observasi dan pemeriksaan fisik, tindakan untuk mendapatkan data-data objektif yang meliputi : observasi kesadaran dan tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik berdasarkan pendekatan sIstem atau head to toe melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
• Tindakan terapeutik
Tindakan yang ditujukan untuk mengurangi ,mencegah, dan mengatasi masalah klien.
• Tindakan edukatif
Tindakan ini ditujukan untuk merubah perilaku klien melalui promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan kepada klien serta keluarga.
• Tindakan merujuk
Tindakan ini lebih ditekankan pada kemampuan perawat dalam mengambil suatu keputusan klinik tentang keadaan klien dan kemampuan untuk melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya.
Dependen
Tindakan dependen adalah tindakan yang tergantung dari protokol dan order. Tindakan dependen berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan, misalnya:
• Memasang infuse.
• Mengambil spesimen sesuai pesanan dokter.
Interdependen
Tindakan interdependen adalah tindakan keperawatan yang memerlukan suatu kerjasama dengan tim kesehatan lainnya untuk mengatasi masalah klien, misalnya dengan ahli gizi, fisioterapi, dan lain-lain.
3. Tahap dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
Ada dua tipe sistem pencatatan yang digunakan pada pendokumentasian asuhan keperawatan yaitu :
Sources Oriented Record
• Berorientasi pada sumber pembuatan catatan sesuai kegunaan dan kepentingan Rumah Sakit.
• Semua tim kesehatan membuat catatan sendiri-sendiri.
• Bentuk format.
Umum:
a) Format penerimaan pasien.
b) Format instruksi/order dokter.
c) Format riwayat penyakit.
d) Format catatan keperawatan.
e) Format grafik suhu dan nadi.
f) Format periksaan laboratorium.
Khusus:
a) Formulir konsultasi atau rujukan.
b) Riwayat social dan identitas pasien.
c) Format operasi, pemeriksaan, dsb.
Problem Oriented Record
• Mulanya ditemukan oleh dr. Lawrence weed tahun 1968.
• Terdiri dari 4 bagian yaitu:
a) Data dasar.
b) Daftar masalah.
c) Rencana keperawatan.
d) Catatan perkembangan keperawatan.

C. KOMPONEN-KOMPONEN PENDOKUMENTASIAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Nomor diagnose
Mulailah mencatat dokumentasi keperawatan dengan mencantumkan nomor diagnose keperawatan yang akan ditindaki.
2. Waktu pelaksanaan
Tulis dengan jelas waktu pemberian tindakan tersebut yang meliputi jam, hari, dan tanggal pelaksanan tindakan.
3. Tindakan yang dilakukan
Catat semua jenis-jenis tindakan yang telah dilakukan dalam pemberian asuhan keperawatan.
4. Hasil
Catat hasil dari tindakan yang telah diberikan atau respon klien terhadap tindakan tersebut.
5. Paraf dan nama pemberi tindakan
Tulis nama terang dari pemberi tindakan disertai dengan paraf atau tanda tangan.
READ MORE - Implementasi Keperawatan

Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis yang dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual dapat ditentukan. Tahap ini mecakup tiga kegiatan yaitu pengumpulan data, analisis data dan penentuan masalah kesehatan serta keperawatan.
Cara pengumpulan data
1. Wawancara/anamnesis
wawancara/anamnesis adalah komunikasi timbal balik berbentuk tanya jawab antara perawat dengan pasien atau keluarga pasien tentang hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan pasien. Dalam hal ini perawat membina hubungan baik dengan pasien sebelum memulai wawancara. Wawancara dilakukan dengan penuh keramahan, keterbukaan, menggunakan bahasa yang sederhana dan kenyamanan pasien terjamin. Semua hasil wawancara dicatat dalam format proses keperawatan.
2. Pengamatan
pengamatan pasien dilakukan baik terhadap fisik, prilaku, dan sikap dalam rangka menegakkan diagnosis keperawatan. Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan panca indera. Semakin banyak panca indera yang terlibat maka hasil pengamatan akan semakin baik. Hasil pengamatan ini dicatat dalam format proses keperawatan.
3. Pemeriksaan fisik
pemeriksaan fisika dalah upaya menegakan diagnosis keperawatan dengan cara sebagai berikut:
• inspeksi, yakni melihat bagian tubuh pasien yang sakit
• palpasi, yaitu suatu pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara meraba bagian tubuh yang sakit
• auskultasi, yaitu suatu pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarakan bunyi bagian tubuh tertentu dan biasanya menggunakan stetoskop, misalnya mendengar denyut jantung, bising usus, dan suara paru
• Perkusi, suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengetukkan jari telunjuk/kepalan tangan/alat/hammer pada tangan yang lain diatas bagian tubuh yang diperiksa.
4. Analisa data
Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan berfikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan. Langkah-langkah dalam menganalisis data sebagai berikut:
5. Pengelompokan data:

    1. Data fisiologis/biologis
    • riwayat kesehatan dan penyakit
    • masalah kesehatan saat ini
    • masalah gangguan fungsi sehari-hari
    • masalah resiko tinggi
    • pengaruh perkembangan terhadap kehidupan
    2. Data psikologis
   • prilaku
   • pola emosional
   • konsep mdiri
   • gambaran diri
   • penampilan intelektual
   • tingkat pendidikan
   • daya ingat
   3. Data sosial
   • status ekonomi
   • kegiatan rekreasi
   • bahasa dan komunikasi
   • pengaruh kebudayaan
   • sumber-sunber masyarakat
   • faktor resiko lingkungan
   • hubungan sosial
   • hubungan dengan keluarga
   • pekerjaan
   4. data spiritual
   • nilai-nilai/norma
   • kepercayaan
   • keyakinan
   • moral

6. Tabulasi data
Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi sehingga mudah dibandingkan dengan standar, diinterpretasi, dan ditentukan alternatif permasalahannya.
7. Perumusan masalah
Dari analisis data yang telah dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang diintervensi dengan asuhan keperawatan (masalah keperawatan) tetapi ada juga yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis. Selanjutnya disusun diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah. prioritas masalah ditentukan berdasarkan kriteria penting dan segera. Penting mencakup kegawatan yang apabila tidak diatasi akan menimbulkan komplikasi, misalnya turgor kulit yang jelek pada kasus diare. Segera mencakup waktu, misalnya pada pasien stroke yang tidak sadar maka tindakan harus segera dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih parah atau bahkan kematian. Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hirarki kebutuhan menurut maslow yaitu:
• keadaan yang mengancam kehidupan
• keadaan yang mengancam kesehatan
• persepsi tentang kesehatan dan keperawatan
Pedoman untuk pengambilan riwayat pasien
a. Mendengar dengan seksama
Jadilah pendengar yang baik : anda perlu mendengarkan dengan sekasama apa yang dikatakan seseorang. Dengarkan seluruh ide dan pikiran tidak hanya fakta-fakta yeng terlihat saja.
b. Mendengar aktif
Gunakan keterampilan mendengar aktif, diam dan menerima untuk memberikan waktu yang cukup bagi pasien untuk berespon: berikan perhatian anda secara penuh pada proses wawancara dan jangan melakukan interupsi. Simpanlah komentar anda sampai pembicara selesai bicara
c. Objektivitas
Berusahalah seobjektif mungkin: mengidentifikasi hanya kontribusi pasien/atau orang terdekat terhadap riwayat pasien, dan tidak mencoba untuk menginterpretasikan data pada titik ini.
d. Rincian yang dapat diukur
mempertahankan sejumalah data yang dapat diukur: data yang dikumpulkan tentang pasien atau orang yang terdekat lainnya berisikan jumlah informasi yang luas. Beberapa darinya mungkin merupakan pengulangan. Tetapi dari beberapa data tersebut akan bernilai untuk mendapatkan informasi yang belum didapat sebelumnya.
e. Urutan informasi
Urutan adalah sangat penting: membuat dan menggunakan suatu bentuk yang membuahkan untuk menemukan informasi, mengeidentifikasi masalah dan memilih diagnosa keperawatan
f. Mencatat dengan jelas
Menulis yang dapat dibaca: keterampilan yang diperlukan ini meningkatkan komunikasi dan pemahaman tentang temuan-temuan anda, menurunkan terjadinya kesalahpahaman, menghemat waktu anda dan juga tenaga kesehatan lain yang mengandalkan catatan anda
g. Mencatat data sesuai waktunya
Tulis riwayat pasien sesegera mungkin seteleh memperoleh informasi
8. Validasi data
Validasi adalah proses yang dilakukan terus menerus selama fase pengumpulan data, bila data ditinjau dan dibandingkan. Anda meninjau data untuk memastikan bahwa apa yang telah dicatat adalah faktual dan untuk mengidentifikasi kesalahan dari kelalaian atau ketidak konsistenan yeng memerlukan penyelidikan tambahan. Validasi terutama penting bila data tersebut bertentangan, bila sumber data tidak andal atau bila bahaya yang serius pada pasien akibat beberapa ketidakakuratan. Ajukan pertanyaan tentang pasien atau yang lain untuk membuktikan kesan anda, validasi data dapat dilakuakn dengan menyampaikan asumsi anda dengan individu yang terlibat dan ajak mereka untuk memeriksa akurasi kesimpulan tersebut
Kriteria pengukuran untuk standar I ANA
• prioritas pengumpulan data dietentukan oleh kondisi atau kebutuhan klien dsaat itu.
• data yang berhubungan dikumpulkan dengan menggunakan tekhnik pengkajian yang sesuai.
• pengumpulan data melibatkan klien, orang terdekat, dan tenaga kesehatan yang lain bila diperlukan.
• proses pengumpulan data adalah sistematis dan berlangsung terus-menerus.
• data yang relevan didokumentasikan dalam bentuk yang dapat dilihat kembali.
Identifikasi Pola atau Divisi
Pola atau divisi merupakan gabungan beberapa data yang sama dan menunjukkan rangkaian tingkah laku selama periode waktu daripada kejadian-kejadian tersendiri. Pola kesehatan dan divisi diagnosa keperawatan membantu dalam mengatur data yang telah dikumpulkan. Data yang sama dikelompokkan dalam pola atau divisi.
Waktu yang digunakan dalam pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama dalam proses keperawatan, maka untuk mendapatkan data yang akurat maka sbelumnya harus melakukan kontrak waktu dengan klien. Waktu yang digunakan untuk mengkaji klien secara efektif maskimal dua jam. Hal ini mencegah kebosanan atau kecapean yang akan dialami klien selama pengkajian.
Wawancara dapat dilakukan setiap saat selama memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Diawal pertemuan dengan klien, perawat terlebih dahulu mengidentifikasi diri sendiri kepada klien dan jelaskan dengan teliti tujuan pengumpulan data. Sewaktu melakukan pengkajian jangan mengintimasi klien dengan pertanyaan yang bertubi-tubi. Adalah penting untuk mrngetahui kapan saatnya mempercepat pertanyaan atau memperlambatnya, atau kapan saatnya menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang menantang. Jangan buru-buru saat wawancara dan tetap pertahankan kontak mata berdasarkan sistem keyakinan dan budaya.
Keadaan kesehatan/keparahan kondisi pasien membuat anda perlu menempatkan prioritas pada bagian spesifik pengkajian anda, khususnya mengenai pemeriksaan fisiknya. Selama pemeriksaan fisik dukungan emosional dan perawatan harus sesuaikan dengan indikasi.
READ MORE - Pengkajian Keperawatan

Diagnosa Keperawatan

BAB II
PEMBAHASAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN

A.Pengertian
Diagnose keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengindentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (a Carpenito, 2000).
Gordon (1976) mendefinisikan bahwa diagnose keperawatan adalah “masalah kesehatan actual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya,dia mampu dan mempunyai kewenangan untuk memberikan tindakan keperawatan”.kewenangan tersebut didasarkan pada standar praktek keperawatan dan etik keperawatan yang berlaku di Indonesia.
NANDA menyatakan bahwa diagnose keperaatan adalah “Keputusan klien tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan actual dan potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat”.semua diagnose keperawatan harus didukung oleh data, dimana manurut NANDA diartika sebagai “Definisi Karakteristik”.Definisi karakteristik tersebut dinamakan “Tanda & Gejala”.Tanda adalah suatu yang dapat diobservasi dan gejala adalah sesuatu yang dirasakan oleh klien.

B. Tujuan Diagnosa Keperawatan
Tujuan diagnose keperawatan untuk mengidentifikasi:
1. Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan/penyakit.
2. Faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah (Etiologis)
3. Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah.
C. Langkah-langkah yang menentukan Diagnosa Keperawatan
1. Klasifikaasi dan Analisa data
Pengelompokan/klasifikasi data adalah mengelompokkan data-data klien atau keadaan tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan berdassarka criteria permasalahannya.Pengelompokan data dapat disusun berdasarkan “Pola fungsi kesehatan”.(Gordon, 1982).

“POLA FUNGSI KESEHATAN” : II pola (GORDON, 1982 cited in asih, 1994)
1. Persepsi kesehatan: pola piñata laksanaan kesehatan
2. Nutrisi: pola metabolism
3. Poola eliminasi
4. Aktivitas: pola latihan
5. Tidur: pola istirahat
6. Kognitif: pola perceptual
7. Persepsi diri: pola konsep diri
8. Peran: pola berhubungan
9. Seksualitas: pola reproduktif
10. Koping: pola toleransi stress
11. Nilai: pola keyakinan

2. Interpretasi/identifikasi masalah klien
a) Menetukan masalah kliien
b) Menetukan masalah klien yang pernah dialami
c) Penentuan keputusan
3. Validasi data
Begitu diagnose keperawatan disusun, maka harus dilakukan validasi.
Menurut price, ada beberapa indikasi pertanyaan tentang respon yang menentukan diagnose keperawatan:
a) Apakah data yang disampaikan, akurat dan berassal dari beberapa konsep keperawatan?
b) Apakah data yang signifikan menunjukkan gangguan pola?
c) Apakah ada data-data subjektif dan objektif mendukung terjadinya gangguan pola pada klien?
d) Apakah diagnose keperawatan yang ada berdasarkan pemahaman ilmu keperawatan dan keahlian kliinik?
e) Apakah diagnose keperawatan yang ada dapat dicegah, dikurangi dan diselesaikan dengan melakukan tindakan keperawatan yang independen?
D. Proses Diagnose terdiri dari 3 fase:
a. Proses data (analisa dan sintesa data)
b. Menentukan masalah kesehatan klien
c. Menyusun diagnose keperawatan (pernyataan)
E. Pernyataan Diagnose Keperawatan dibagi dalam 3 komponen:
1. Problem (P)
Menggambarkan perubahan apa yang terjadi pada status kesehatan klien.
Contoh: gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
2. Etiologi (E)
Adalah apa yang menjadi penyebab perubahan pada status klien.
Contoh: massalah gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
Etiologi yang mungkin terjadi:
Masukan bakteri dalam intestinal

Fungsi intestinal terganggu

Terjadi peningkatan peeristaltik usus

Sari makanan banyak terbuang
karena waktu transit absorpsi berkurang

Absorpsi tidak terjadi

Sari-sari makanan terbuang melalui feses

Kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi


3. Batasan karakteristik = sign (S)

Adalah diantaranya tanda dan gejala apa yang memberi bukti untuk pemilihan diagnose keperawatan. Batasan karaqkteristik diperoleh selama pengkajian member bukti bahwa ada masalah kesehatan, ada perubahan yang dirasakan oleh klien.
Gejala data subjektif (perubahan yang disampaikan klien / keluarga klien)
Tanda data objektif (perubahan yang diamati)

F. Diagnosa keperawatan dapat dibagii sesuai masalah kesehatan klien
1) Data actual
Yaitu diagnose keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah nyata sudah ada saat pengkajian dilakulkan
2) Data potensial / resiko
Yaitu diagnose keperawatan yang meenjalaskan bahwa massalah nyata terjadi bila tindakan keperawatan tidak dilakukan, masalah belum ada tetapi penyebab sudah ada.
G. rumusan diagnose keperawatan menurut GORDON:
a) Actual problem (P) + etiologi (E) + sign (S)
b) Potensial problem (P) + etiologi (E)


Contoh:
Keluhan utama:
• Badan teraba panas
• Passion tampak lemah
• Muka tampak merah
• Bibir pecah-pecah
• Kurang nafsu makan
• Mual dan muntah
• Keringat banyak keluar
• Leukosit > 10.000/mm3
• TD = 100x/menit
• Pernapasan = 25x/menit
• Suhu tubuh = 390C
READ MORE - Diagnosa Keperawatan

Seputar Polio

BAB II
Pembahasan

A. Definisi

Poliomyelitis (polio) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dan sebagian besar menyerang anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Polio tidak ada obatnya, pertahanan satu-satunya adalah imunisasi.Virus polio masuk ke tubuh melalui mulut, dari air atau makanan yang tercemar kotoran penderita polio. Juga disebabkan kurang terjaganya kebersihan diri dan lingkungan. Virus ini menyerang system syaraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan seumur hidup dalam waktu beberapa lama.

B. Gejala

Demam
Rasa lelah
Sakit kepala
Muntah-muntah
Rasa kaku pada leher
Rasa sakit pada kaki atau tangan

C. Pengobatan

Bagaimana mencegah dan membasmi polio dari muka bumi?

Satu-satunya cara mencegah dan membasmi polio adalah melalui pemberian vaksin polio, yaitu :
• Pemberian imunisasi polio lengkap kepada bayi (usia kurang dari 12 bulan) melalui program imunisasi rutin, atau
• Pemberian imunisasi polio kepada bayi dan balita (usia 0 – 59 bulan) melalui imunisasi massal, yang disebut PIN (Pekan Imunisasi Nasional)

Apakah PIN itu?

PIN (Pekan Imunisasi Nasional) adalah hari-hari yang dicanangkan secara nasional untuk memberikan imunisasi polio dengan 2 (dua) tetes vaksin polio kepada semua bayi dan balita (usia 0 – 59 bulan). Adalah sangat penting bagi para orang tua untuk membawa setiap bayi dan balita ke pos PIN terdekat untuk memastikan anak-anaknya mendapatkan perlindungan terhadap polio.

Apakah Vaksin Polio Aman?

Vaksin polio sangatlah aman dan efektif bagi anak-anak, bahkan yang sedang sakit. Pastikan imunisasi polio diberikan kepada anak walaupun mereka sedang sakit batuk, pilek, atau diare. Dan pastikan pula anak Anda memperoleh imunisasi penuh, karena setiap dosis tambahan akan memberikan perlindungan lebih bagi anak-anak.

Mengapa perlu PIN lagi?
• Setelah selama 10 tahun Indonesia bebas polio, penyakit ini kembali menyerang Indonesia dan telah melumpuhkan lebih dari 300 anak.
• Virus polio mencari kelompok-kelompok anak yang tidak terimunisasi di Indonesia.
• Penyakit polio SANGAT MENULAR. Satu orang anak yang belum diimunisasi berisiko menimbulkan penyakit polio pada anak-anak disekitarnya. Karenanya, PIN datang lagi untuk melindungi anak cucu kita dari ancaman penyakit polio dan memutuskan mata rantai penyebaran virus polio di Indonesia, sehingga Indonesia benar-benar bebas polio.
Bagaimana Pelaksanaan PIN ?
• PIN dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia dalam 2 (dua) putaran lanjutan. Putaran IV tanggal 27 Februari 2006 dan putaran V tanggal 12 April 2006.
• Pelayanan imunisasi polio dilakukan di pos PIN yang berlokasi di Posyandu, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit, dan tempat-tempat pelayanan kesehatan lainnya, baik pemerintah maupun swasta.
• Tempat-tempat strategis lainnya diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai Pos PIN, seperti terminal, stasiun, pasar, taman kanak-kanak, kelompok bermain, panti asuhan, dan tempat penitipan anak dengan dukungan sumber daya dari masyarakat dan pemerintah daerah.
• Pos PIN memberikan layanan imunisasi secara GRATIS. Jangan ada lagi yang lumpuh seumur hidup karena Polio. Mari, Lindungi Anak-anak Kita dari Polio………..!
READ MORE - Seputar Polio

Vaksin

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Vaksin
Vaksin (dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar), adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau "liar".
Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa membantu sistem kekebalan untuk melawan sel-sel degeneratif (kanker).
Vaksinasi adalah pemberian vaksin kedalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tersebut. Kata vaksinasi berasal dari bahasa Latin vacca yang berarti sapi - diistilahkan demikian karena vaksin pertama berasal dari virus yang menginfeksi sapi (cacar sapi). Vaksinasi sering juga disebut dengan imunisasi.
1. Sistem Imun
Pertahanan tubuh terhadap infeksi terdiri dari sistem imun alamiah atau nonspesifik yang sudah ada dalam tubuh, dan dapat bekerja segera bila ada ancaman, sedangkan sistem imun spesifik baru bekerja setelah tubuh terpajan dengan mikroorgansime ke dua kali atau lebih. Sistem imun nonspesifik terdiri dari faktor fisis seperti kulit, selaput lendir, silia, batuk dan bersin, faktor larut yang terdiri dari faktor biokimia seperti lisozim (keringat), sekresi sebaseus, asam lambung, laktoferin dan asam neuraminik, faktor humoral sepeti komplemen, interferon dan CRP, sedangkan faktor selular seperti sel fagosit (mono-dan polimorfonukliar), sel NK, sel mast dan sel basofil.
Sistem imun spesifik terdiri dari faktor humoral seperti berbagai antibodi yang diproduksi sel B dan faktor selular seperti Th (Th1, Th2, Ts, Tdth dan Tc). Refleks batuk yang terganggu oleh alkohol, narkotika, kerusakan mekanisme bersihan saluran napas oleh rokok atau polusi udara merupakan masalah sehari-hari yang banyak dijumpai dan harus dihadapi sistem imun. Gagal ginjal atau hati, penggunaan steroid dan diabetes melitus dapat menurunkan mekanisme bersihan darah dan risiko infeksi yang lebih berat. Pada infeksi HIV, mieloma multipel, limfoma terjadi gangguan produksi antibodi. Pada infeksi berat, penggunaan antibiotik dapat melepas sejumlah komponen dinding sel yang bahkan dapat memperberat proses inflamasi.
2. Respons Imun

Imunitas perlu dipacu terhadap jenis antibodi/ sel sistem imun yang benar. Antibodi yang diproduksi harus efektif terhadap mikroba ekstraselular dan produknya (toksin). Antibodi akan mencegah adherens atau menetralisasi toksin. Imunitas selular (CMI, sel T, makrofag) yang diinduksi vaksinasi adalah esensial untuk mencegah dan eradikasi bakteri, protozoa, virus dan jamur intraselular.
Oleh karena itu vaksinasi harus diarahkan untuk menginduksi baik sistem imun humoral maupun selular. Terhadap infeksi cacing dipilih induksi Th2 yang memacu produksi IgE, sedang untuk proteksi terhadap mycobacterium dipilih respons Th1 yang mengaktifkan makrofag. Antigen dapat diubah secara artifisial dan antibodi yang diproduksinya.
berhubungan dengan epitop yang berubah. Epitop dapat dihilangkan, ditambah atau diubah. Cara umum untuk meningkatkan jumlah epitop ialah dengan menambahkan hapten ke antigen.
Ajuvan adalah vaksin mati terdiri dari molekul kecil yang memerlukan konjugasi dengan bahan lain/antigen untuk meningkatkan efektivitas, misalnya aluminium hidroksida. Sel T terdiri dari sel CD4+ dan CD8+. Sel CD4+ disebut sel Th oleh karena membantu sel B untuk memproduksi antibodi. Sebaliknya sel CD8+ berfungsi untuk menghancurkan sel terinfeksi seperti virus dan disebut sel limfosit sitotoksik (CTL). Vaksin berperan penting dalam induksi memori pada sel T dan sel B. Untuk merangsang sel memori hanya diperlukan sedikit rangsangan dari antigen.


Gambar 1. Presentasi antigen dan aktivasi sel T
B. Tujuan Vaksin
1. Menumbuhkan Kekebalan
Sistem kekebalan mengenali partikel vaksin sebagai agen asing, menghancurkannya, dan "mengingat"-nya. Ketika di kemudian hari agen yang virulen menginfeksi tubuh, sistem kekebalan telah siap:Menetralkan bahannya sebelum bisa memasuki sel; dan Mengenali dan menghancurkan sel yang telah terinfeksi sebelum agen ini dapat berbiak.
2. Pemberantasan Penyakit
Berbagai penyakit seperti polio telah dapat dikendalikan di negara-negara maju melalui penggunaan vaksin secara massal (malah, cacar telah berhasil dimusnahkan, sedangkan rubella dilaporkan telah musnah dari AS).

C. Jenis-Jenis Vaksin
Beberapa jenis vaksin dibedakan berdasarkan proses produksinya antara lain :
1. Vaksin Hidup (Live attenuated vaccine)
Vaksin terdiri dari kuman atau virus yang dilemahkan, masih antigenik namun tidak patogenik. Contohnya adalah virus polio oral. Oleh karena vaksin diberikan sesuai infeksi alamiah (oral), virus dalam vaksin akan hidup dan berkembang biak di epitel saluran cerna, sehingga akan memberikan kekebalan lokal. Sekresi IgA lokal yang ditingkatkan akan mencegah virus liar yang masuk ke dalam sel tubuh.
2. Vaksin Mati (Killed vaccine / Inactivated vaccine)
Vaksin mati jelas tidak patogenik dan tidak berkembang biak dalam tubuh. Oleh karena itu diperlukan pemberian hingga beberapa kali.
3. Rekombinan
Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitop organisme yang patogen. Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin.
4. Toksoid
Bahan bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin kuman. Pemanasan dan penambahan formalin biasanya digunakan dalam proses pembuatannya. Hasil pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai natural fluid plain toxoid, dan merangsang terbentuknya antibodi antitoksin. Imunisasi bakteriil toksoid efektif selama satu tahun. Bahan ajuvan digunakan untuk memperlama rangsangan antigenik dan meningkatkan imunogenesitasnya.
5. Vaksin Plasma DNA (Plasmid DNA Vaccines)
Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA mikroba yang mengandung kode antigen yang patogen dan saat ini sedang dalam perkembangan penelitian. Hasil akhir penelitian pada binatang percobaan menunjukkan bahwa vaksin DNA (virus dan bakteri) merangsang respon humoral dan selular yang cukup kuat, sedangkan penelitian klinis pada manusia saat ini sedang dilakukan.

Beberapa pula jenis vaksin dibedakan berdasarkan klasifikasinya, antara lain :
Vaksin dibedakan menjadi vaksin bakteri dan vaksin virus. Contoh vaksin bakteri adalah : vaksin TT, vaksin DT, vaksin DTP, vaksin BCG Kering, vaksin Td, vaksin DTP-HB, dan sebagainya. Contoh vaksin virus adalah vaksin Polio, vaksin Campak, vaksin Hepatitis B, dan sebagainya.
Fungsi-fungsi dari beberapa vaksin yang disebutkan di atas adalah sebagai berikut :
1. Vaksin TT : berfungsi untuk pencegahan terhadap penyakit tetanus dan tetanus neonatal (tetanus yang terjadi pada bayi yang baru lahir).
2. Vaksin DT : berfungsi untuk pencegahan terhadap penyakit difteri dan tetanus.
3. Vaksin DTP : berfungsi untuk pencegahan terhadap penyakit difteri, tetanus, dan pertusis (batuk rejan).
4. Vaksin BCG Krg : berfungsi untuk pencegahan terhadap penyakit TBC (tuberculosis).
5. Vaksin Td : berfungsi untuk pencegahan terhadap penyakit Tetanus dan Difteri (konsenstrasi lebih kecil) pada anak usia 7 tahun ke atas.
6. Vaksin DTP-HB : berfungsi untuk pencegahan terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis, dan hepatitis B.
7. Vaksin Polio : berfungsi untuk pencegahan terhadap penyakit poliomyelitis.
8. Vaksin Campak : berfungsi untuk pencegahan terhadap penyakit campak.
9. Vaksin Hepatitis-B : berfungsi untuk pencegahan terhadap penyakit hepatitis-B.

D. Cara Pemberian Vaksin
Berbagai macam cara pemberian vaksin (intramuskular, subkutan, intradermal, intranasal atau oral) berdasarkan pada komposisi vaksin dan imunogenesitasnya. Sebaiknya vaksin diberikan di area tempat respon imun yang diharapkan bisa tercapai maksimal dan terjadinya kerusakan jaringan, saraf dan vaskular yang minimal. Penyuntikan intramuskular dianjurkan jika penyuntikan subkutan atau intradermal dapat menimbulkan iritasi, indurasi, perubahan warna kulit, peradangan, pembentukan granuloma. Risiko pemberian suntikan subkutan pada jaringan neurovaskular lebih jarang, non reaktogenik dan cukup imunogenik.
Vaksin itu antara lain untuk penyakit:
1. Tetanus
Tetanus adalah infeksi akut karena racun yang dibuat dalam tubuh oleh bakteri Clostridium tetani. Penyakit ini bisa membuat kejang otot, rahang terkancing, gangguan bernapas, dan kematian. Bakterinya terdapat di debu, tanah, lalu masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka terpotong, luka terbuka, dan luka terbakar. Macam vaksinnya adalah toksoid, diberikan dalam bentuk suntikan.
2. Meningitis meningokokus (Meningokok)
Penyakit radang selaput otak (meningitis) disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis (meningokokus). Cara penularannya melalui udara, batuk, bersin dari orang yang telah terinfeksi bakteri, atau kontak dengan sekret pernapasan (minum dari gelas yang sama). Gejala penyakitnya berupa demam, sakit kepala, dan tidak enak badan. Penyakit ini lebih sering terdapat di Afrika dan agak jarang dijumpai di Indonesia.
3. Tifoid
Lebih dikenal sebagai penyakit typhus atau demam Tifoid. Penderita akan mengalami panas tubuh C), sakit kepala, rasa lelah, dan hilang nafsu makan.yang tinggi (di atas 40 Gejala lain, sakit pada perut, buang-buang air, mual, dan menggigil. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi.
4. Campak (Measle)
Penyakit yang disebabkan virus ini memiliki gejala demam, menggigil, serta hidung dan mata berair. Timbul ruam-ruam pada kulit berupa bercak dan bintil berwarna merah pada kulit muka, leher, dan selaput lendir mulut. Saat penyakit memuncak, suhu C.tubuh bisa mencapai 40
5. Parotitis (Mumps) atau gondongan
Parotitis disebabkan oleh virus yang menyerang kelenjar air liur di mulut, dan banyak diderita anak-anak dan orang muda. Semakin tinggi usia penderita, gejala yang dirasakan lebih hebat. Kebanyakan, orang menderita penyakit ini hanya sekali seumur hidup.
6. Rubella (campak Jerman)
Rubella merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus, mengakibatkan ruam pada kulit menyerupai campak, radang selaput lendir, dan radang selaput tekak. Ruam ini biasanya hilang dalam waktu 2-3 hari. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku pada persendian, dan rasa lemas. Biasanya diderita setelah penderita berusia belasan tahun atau dewasa. Bila infeksi terjadi pada wanita yang sedang hamil muda (tiga bulan pertama) dapat memengaruhi pertumbuhan bayi.
7. Yellow fever (demam kuning)
Penyakit ini disebabkan virus yang dibawa nyamuk Aedes dan Haemagogus. Orang yang akan bepergian ke Afrika Selatan wajib menjalani vaksinasi penyakit ini. Serangan ringan demam kuning memberikan gejala mirip dengan flu.
8. Hepatitis B
Vaksinasi hepatitis B diperlukan untuk mencegah gangguan hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Gejala penyakitnya diawali dengan timbulnya demam selama beberapa hari. Lalu timbul rasa mual, keletihan, dan tetap terasa letih meski telah beristirahat cukup. Urine (air seni) akan terlihat keruh seperti air teh. Bagian putih bola mata dan kuku akan terlihat berwarna kuning.
9. Japanese B encephalitis
Penyakit ini disebabkan oleh virus yang menimbulkan infeksi pada otak. Virus dibawa oleh nyamuk Culex yang hidup di daerah Asia (dari India Timur ke Korea, Jepang, dan Indonesia). Vaksinasi diberikan melalui suntikan pada hari ke-0, 7, dan 28. Dilakukan vaksinasi pendukung setahun kemudian. Vaksinasi diulang setiap 3 tahun.
10. Rabies
Penyakit infeksi pada otak ini disebabkan oleh virus. Penularannya melalui gigitan atau cakaran hewan yang terinfeksi virus rabies. Hewan yang mungkin menularkan rabies adalah anjing, kucing, kelelawar, monyet, dan lainnya. Vaksin diberikan melalui suntikan sebanyak 3 kali, yaitu hari ke-0, 7, dan 28.
11. Influenza
Penyakit yang disebabkan oleh virus dari keluarga Orthomyxoviridae ini menimbulkan wabah berulang dengan aktivitas kuat serta kejadian infeksi dan kematian yang tinggi pada semua usia. Influenza merupakan penyakit yang cukup berat bila diderita oleh orang berusia lanjut (di atas 65 tahun) serta penderita yang mempunyai penyakit jantung, paru-paru, dan diabetes mellitus (kencing manis).
12. Hepatitis A
Virus hepatitis A Virus hepatitis A mengakibatkan penyakit berjangkit yang teruk serta keradangan hati. Keadaan klinikal penyakit ini berbeza, iaitu daripada sakit ringan yang berlanjutan selama satu hingga dua minggu hingga sakit teruk yang menyebabkan hilang keupayaan selama beberapa bulan. Sebahagian besarnya langsung tidak menunjukkan kesan, hanya sakit-sakit ringan terutama di kalangan kanak-kanak. Ia jarang menyebaLkan kematian dan kadar kematian amat rendah. Kematian hanya berlaku pada pesakit tua yang mendapat penyakit ini dengan mendadak.
Virus (HAV) Virus (HAV) ini berjangkit melalui saluran najis, mulut serta saluran penghadaman. Kerang, tiram dan kima (siput besar) boleh menjadi punca utama wabak hepatitis A jika tidak dimasak dengan betul. Ini kerana kerang mungkin menyedut air yang tercemar dan membawa HAV ke dalam tubuh manusia yang memakannya. Di negara-negara yang kekurangan infrastruktur bekalan air dan sistem pembetungan najis yang tidak sempurna, air yang tercemar boleh menjadi saluran penyebaran HAV.
Hepatitis A adalah penyakit berjangkit yang paling mudah dijangkiti. Kadar jangkitannya lebih 1,000 kali lebih tinggi daripada taun dan 10 hingga 100 kali lebih tinggi daripada demam kepialu. Kematian akibat hepatitis A dilaporkan lebIh dua orang setiap 100 mangsa yang berusia lebih 40 ta. hun dan meningkat hingga seorang dalam setiap 30 mangsa yang berumur lebih 49 tahun. Kajian yang dijalankan di negara kita menunjukkan bahawa 50 peratus daripada penduduk Malaysia di bawah usia 30 tahun tidak mempunyai pelalian kepada hepatitis A.
13. Hepatitis B
Virus hepatitis B (HBV) mengakibatkan keradangan hati yang teruk dan sangat mudah dijangkiti. Kuman berjangkit melalui sentuhan dengan darah atau cecair badan yang tercemar. Ia adalah 100 kali lebih mudah dijangkiti daripada HIV. Penyakit boleh dikesan melalui ujian fungsi hati. Dalam kes-kes yang teruk, pesakit berhadapan dengan maut akibat kerosakan hati di mana sebahagian atau keseluruhan hati musnah. Penyakit hati yang kronik boleh membawa kepada cirrhosis dan barah hati, salah satu jenis barah yang paling kerap dihidapi di dunia. Sebanyak 80 peratus daripada barah hati jenis primary hepatocellular carcinoma (PHC) di seluruh dunia disebabkan komplikasi jangkitan HBV. Jangkitan daripada ibu kepada bayi baru lahir mengakibatkan jangkitan hati yang kronik, cirrhosis atau PHC.
Mengikut anggaran, terdapat kira-kira 350 juta pembawa jangkitan hepatitis B kronik seluruh dunia. Vaksinasi menentang hepatitis B di kalangan remaja dan kanak-kanak dilakukan di banyak negara termasuk Amerika Syarikat, Perancis dan Itali. Pertubohan Kesihatan Sedunia (WHO) menetapkan matlamat imunisasi menyeluruh menentang hepatitis B di semna negara endemik (dengan kadar pembawa lebih tinggi daripada dua peratus) menjelang 1995. Semua negara mesti mempunyai program imunisasi menjelang 1997.
Di negara-negara yang tidak mempunyai program imunisasi menyeluruh, kumpulan-kumpulan yang dianggap mempunyai risiko serangan hepatitis B ialah anak-anak yang ibunya telah dijangkiti, homoseksual dan heteroseksual dengan berbilang pasangan, penagih dadah yang menggunakan suntikan, pekerja yang terpaksa menyentuh darah atau cecair badan orang lain, pekerja kesihatan dan penerima pemindahan organ manusia.
14. Poliomyelitis
Poliomyelitis atau polio juga penyakit berjangltit yang berbahaya dan berpunca daripada virus yang disebarkan melalui saluran najis dan mulut. Antara tanda-tandanya ialah demam, meningitis, lumpuh dan akhirnya maut. Walaupun penyakit ini tidak banyak lagi dikesan di negara-negara perindustrian namun masih berlaku di negara-negara yang mundur dan kurang membangun. Sebanyak 68 kes polio dikesan di Belanda pada 1992 dan dua menghadapi maut.
15. Varicella
Varicella atau cacar air adalah antara penyakit yang paling mudah dijangkiti oleh kanak-kanak dan menyebabkan kulit melepuh. Virus ini turut menyebabkan herpes .oster atau kayap ular. Ia kerap berlaku di kalangan orang tua namun boleh juga berlaku pada kanak-kanak bawah lima tahun yang tidak menerima imunisasi lengkap.
Di negara beriklim sederhana, 90 peratus mendapat cacar air sebelum berusia 15 tahun dan 95 peratus menjelang dewasa. Kadar ini lebih rendah di negara tropika dan paling teruk di kalangan pesakit yang tidak menerima imunisasi lengkap, remaja dan dewasa lebih-lebih lagi wanita hamil kerana risiko berlakunya pneumonia cacar air secara mendadak. Kematian berlaku pada pesakit yang tidak lengkap imunisasinya.
Pembawa utama virus varicella zoster adalah manusia sendiri. Kira-kira 90 peratus yang tinggal serumah dan terdedah kepada pesakit cacar air akan mendapat penyakit ini kerana virus tersebar melalui udara atau sentuhan dengan pesakit. Walaupun rawatan boleh diperolehi selepas jangkitan namun adalah lebih baik mencegah penyakit ini daripada berjangkit. Cara terbaik untuk mencegah ialah dengan mengasingkan pesakit, imunisasi atau vaksinasi.
16. Difteria
Difteria adalah jangkitan bakteria yang berpunca daripada Corynebacterium difteria (C. difteria). Penyakit ini menyerang bahagian atas mukosa saluran pernafasan dan kulit yang terluka. Tanda-tanda yang dapat dirasakan ialah sakit tekak dan demam secara tiba-tiba disertai tumbuhan membran kelabu melitupi tonsi] serta bahagian saluran pernafasan.
Pembawa kuman ini adalah manusia sendiri dan ia amat sensitif kepada faktor-faktor alam sekita seperti kekeringan, kepanasan dan sinaran matahari Difteria disebarkan daripada kulit, saluran pernafasaa dan pesakit difteria itu sendiri. Kadar kematia akibat difteria paling tinggi di kalangan bayi dan orang tua dan kematian biasanya berlaku dalam masa tiga hingga empat hari.
Rawatan bagi penyakit ini termasuk antitoksin difteria yang melemahkan toksin dan antibiotik. Erythromycin dan penisilin membantu menghapuskan bakteria dan menghentikan pengeluaran toksin. Umumnya difteria boleh dicegah melalui vaksinasi. Bayi, kanak-kanak, remaja dan orang dewasa yang tidak mempunyai cukup pelalian memerlukan suntikan booster setiap 10 tahun.
17. Tetanus
Tetanus lebih dikenali sebagai penyakit kancing gigi dan tanda-tandanya ialah kekejangan otot yang menyakitkan. Ia didapati apabila luka dicemari kekotoran yang mengandungi spora bacteria yang dinamakan Clostridium tetani. Tetanus penyakit berbahaya yang membawa maut dan menjadi punca utama kematian di Asia dan Afrika.
Clostridium tetani dijangkiti melalui manusia, kuda dan haiwan berdarah panas. Saluran usus, luka dan spora, tanah, najis mengandungi bakteria ini. Risiko penyakit ini amat tinggi jika kecederaan berpunca daripada objek runcing dan tajam seperti jarum atau duri pokok yang tercemar yang berkemungkinan mencucuk spora jauh ke dalam kulit.
Tanda-tanda seseorang itu mendapat tetanus ialah kelesuan, ketegangan atau kekejangan, sukar mengunyah, otot semakin keras hingga terkancing gigi, susah tersenyum lebar, pengecutan otot yang kuat, kekejangan yang menyakitkan. Tetanus mengakibatkan keretakan (di tulang-tulang panjang, tulang belakang), kerenggangan tendon, kesukaran makan, kegagalan jantung dan trombosis. Tetanus hanya boleh dicegah melalui vaksinasi.
18. Pertussis
Penyakit batuk kokol disebabkan bakteria Bordetelia pertussis dan berpunca daripada jangkitan saluran pernafasan yang tersekat-sekat terutama di kalangan kanak-kanak berumur bawah dua tahun. Tandata-tandanya ialah batuk sekali-sekala dan melarat menjadi batuk kokol berpanjangan dan akhirnya muntah. Pertussis jika dibiarkan boleh mengakibatkan kerosakan otak. Terdapat kira-kira 40 juta kes baru setiap tahun dan mengakibatkan 340,000 kematian di mana satu peratus daripadanya bayi berumur kurang setahun.
Pembawa kuman pertussis ialah manusia dan kumannya hidup di saluran pernafasan. Bakteria batuk koko sensitif kepada faktor alam sekitar termasuk kekeringan, kepanasan dan sinaran matahari dan mudah tersebar melalui pernafasan. Pertussis boleh menyebabkan pneumonia, konvulsi, pendarahan dan kekeringan.

E. Keamanan dan Stabilitas
Perhatikan keamanan dan stabilitas vaksin. Vaksin pada umumnya stabil selama 1 tahun pada suhu 4oC, sedangkan bila disimpan pada suhu 37oC hanya dapat bertahan 2-3 hari.
Persoalan yang dapat timbul pada penggunaan vaksin:
1. Vaksin bakteri/virus yang dilemahkan.
a. Proses untuk melemahkan bakteri / virus kurang mencukupi.
b. Mutasi ke bentuk wild type.
c. Kontaminasi.
d. Penerima vaksin imunokompromais.
2. Vaksin bakteri / virus yang dimatikan.
a. Kontaminasi.
b. Reaksi alergi atau autoimun.
c. Proses mematikan bakteri / virus kurang memadai.
3. Vaksin plasmid DNA dapat menimbulkan toleransi atau autoimun.

F. Vaksin Untuk Orang Dewasa
Imunisasi untuk orang dewasa dapat diberikan sebagai imunisasi ulangan atau imunisasi pertama. Vaksin yang tersedia untuk orang dewasa cukup banyak (Tabel 1).
Cermin Dunia Kedokteran No. 152, 2006 19
Tabel 1. Vaksin untuk orang dewasa
Nama vaksin Macam vaksin Cara pemberian
Tetanus TOKSOID IM
Kolera Bakteri yang dimatikan IM/SK
Hemofilus influenza tipe B Polisakarida IM
Pneumokok Polisakarida (23 tipe) IM/SK
Meningokok Polisakarida (tetravalen) SK
Tifoid Bakteri yang dimatikan Oral dan IM
BCG Bakteri dilemahkan ID/SK
Campak
Parotitis (Mumps) Virus dilemahkan
Virus dilemahkan SK
SK
Polio oral Virus dilemahkan Oral
Polio inactivated Virus tidak aktif SK(meningkatkan potensi polio oral)
Rubela Virus dilemahkan SK
Yellow fever Virus dilemahkan SK
Hepatitis B DNA rekombinan IM
Hepatitis A Virus tidak aktif IM
Influenza Virus tidak aktif IM
Japanese B encephalitis
Virus tidak aktif
SK

Rabies Virus tidak aktif
IM/ID

.
Dewasa ini sedang dikembangkan vaksin malaria, dengue, HIV, H. pylori dan virus papilloma.
Tabel 2. Jadwal imunisasi dewasa
Imunisasi dewasa diperuntukkan bagi setiap orang dewasa (usia >12 tahun) yang menginginkan kekebalan tubuh terhadap penyakit-penyakit tertentu. Namun ada beberapa kelompok individu yang berisiko tinggi terhadap penyakit-penyakit menular tertentu, oleh karena itu sangat dianjurkan untuk melakukan vaksinasi (Tabel 3).
Tabel 3. Imunisasi dewasa yang dianjurkan
Vaksin Sangat di anjurkan
Vaksin Dianjurkan
Influenza Usia lanjut > 50 th atau usia < 50 th yang mempunyai penyakit kronis (asma, diabetes, jantung, paru dll). Pneumokok Usia > 55 th, atau usia 2-64 th dengan penyakit kronis/risiko tinggi
Demam Tifoid Mereka yang bekerja di dapur/restoran
Hepatitis A
Mereka yang mempunyai risiko penularan
/ wisatawan
Hepatitis B
Semua umur
Campak,Gondong,Rubela
(MMR) Mereka yang mempunyai risiko penularan
Cacar Air (Varisela) Mereka yang rentan
Difteri Tetanus (DT) Mereka yang belum pernah mendapatkan imunisasi sewaktu anak.

INDIKASI
Indikasi penggunaan vaksin pada orang dewasa didasarkan kepada riwayat paparan, risiko penularan, usia lanjut, imunokompromais, pekerjaan, gaya hidup dan rencana bepergian.
Riwayat pajanan : Tetanus toksoid
Risiko penularan : Influenza, Hepatitis A., Tifoid, MMR
Vaksin
Dosis ke I Dosis ke II
Dosis ke III
Booster/
dosis
penguat

Influenza Satu dosis diberikan setiap tahun
Pneumokok Satu dosis diberikan 5 tahun sekali
Demam Tifoid Satu dosis diberikan 3 tahun sekali
Hepatitis A
Wisatawa
internasio
nal 6-12 bulan
setelah dosis
ke I Tidak perlu Tidak perlu

Hepatitis B Segera mungkin 1 bulan setelah dosis ke I 5 bulan setelah dosis ke II Diulang tiap 5 tahun (1 dosis), bila HbsAg (-)
Campak, Gondong, Rubela (MMR) Segera mungkin > 28 hari setelah dosis ke I Tidak perlu Tidak perlu
Cacar air (Varisela) Segera mungkin > 28 hari setelah dosis ke I Tidak perlu Tidak perlu
Difteri
Tetanus
(DT) 3 dosis primer jika belum diberikan pada saat anak
Setiap 10 tahun sekali cukup 1 dosis
Segera mungkin 1-2 bln setelah dosis ke I 6-12 bln setelah dosis ke II

Usia lanjut : Pneumokok, Influenza
Risiko pekerjaan : Hepatitis B, Rabies.
Imunokompromais : Pneumokok, Influenza, Hepatitis B.
Hemophili
Rencana bepergian : Japanese B encephalitis, Tifoid,
Hepatitis A, Meningitis





DAFTAR PUSTAKA

a Media Wiki.com/project./Vaksinasi.htm

www.google.co.id/vaksinasi mencelakakan manusia.htm

http/:Wordpress.com/jenis vaksin.doc

Katzung G. Bertram. Farmakologi Dasar dan Klinik. 2001. Salemba Medika

WikiPedia.co.id
http/:www.google.co.id/perlunya vaksinasi.htm
READ MORE - Vaksin

Senin, 14 Juni 2010

Askep Tumor Tulang

A. Pengkajian
1. Biodata : lihat di tumor tulang
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Jika klien mengalami manifestasi klinis tumor benigna, nyeri adalah keluhan yang umum. Nyeri dapat mempunyai rentang dari ringan sampai moderat, seperti yang terlihat pada kondroma, atau nyeri tak terputus yang kuat pada osteoma osteoid. Nyeri dapat disebabkan oleh invasi tumor langsung pada jaringan lunak, menekan saraf perifer, atau disebakan karena fraktur patologik.

Sebagai tambahan untuk mengumpulkan informsi yang berhubungan dengan sifat nyeri klien, perawat mengobservsi dan mempalpasi area yang diduga terkena. Bila tumor menyerang ekstremitas bawah atau tulang-tulang kecil pada tangan dan kaki, pembengkakan lokal dapat dideteksi sebagai pembesaran neoplasma. Pada beberapa kasus, atropi otot atau spasmus otot dapat terjadi. Perawat mempalpasi tulang dan otot untuk mendeteksi perubahan dan mengurangi nyeri.

Untuk tumor tulang ganas, data dikumpulkan serupa dengan riwayat pada tumor tulang benigna. Sebagai tambahan perawat menanyakan apakah dia mempunyai riwayat terapi radasi untuk pengobartan kanker.

Manifestasi yang tampak pada klien dengan tumor maligna atau penyakit metastatik bervariasi tergantung tipe lesi spesifik. Kebanyakan klien mengeluhkan sekumpulan maslah nonspesifik, termasuk nyeri, pembengkakan lokal, massa yang dapat dipalpasi dan lunak. Ketidakmampuan yang nnyata dapat terlihat pada penyakit metastatik tulang.

Pada klien dengan sarkoma Ewing, demam ringan dapat terjadi karena tampilan sistemik neoplasmanya. Karena alasan inilah sarkoma Ewing sering dibingungkan dengan dengan osteomyelitis. Kelemahan dan pucat tampak karena anemia juga sering terjadi.

Dalam melakukan pengkajian muskuloskeletal, perawat menginspeksi area yang terkena dan mempalpasi ukuran massa dan karakteristiknya. Perawat juga perlu menentukan kemampuan untuk melakukan mobilitas dan aktivitas sehari-hari. Derajat ketidakmampuan dapat ditentukan dengan membandingkan pengukuran selanjutnuya setelah intervensi medis dan keperawatan.

3. Pengkajian Psikososial.
Seringkali klien dengan tumor maligna adalah dewasa muda yang produktif secara sosial. Klien membutuhkan sistem dukungan untuk membantunya mengatasi kondisi ini. Keluarga, orang-orang terdekat, serta profesi kesehatan merupakan komponen utama dalam sistem dukungan.

Klien seringkali mengalami kehilangan kontrol selama kehidupannya ketika diagnosis keganasan ditentukan. Sebagai akibatnya mereka menjadi cemas dan takut akan hasil penyakit mereka. Koping terhadapnya meupakan tantangan berat. Klien mengalami proses berduka, awalnya mereka menolak. Perawat perlu mengkaji tingkat kecemsan dan mengkaji tingkat proses berduka yang dialami klien. Perawat juga mengidentifikasi perilaku maladaptif, yang mengindikasikan mekanisme koping inefektif.

4. Pemeriksaan diagnostik.
Radiografi rutin dan tomografi konvensional sangat bermanfaatdalam melokalisasi dan memvisualisasi neoplasma. Tumor benigna dikarakterisasi oleh: batas jelas, korteks intak, dan tulang yang halus, dengan periosteal tulang yang seragam. Computed Tomografi (CT) kurang berguna, kecuali dalam area anatomik yang kompleks seperti pada kolumna vertebralis dan sakrum. Uji ini sangat membantu dalam mengevaluasi penyebaran ke jaringan lunak.

Ketika diagnosis tumor benigna meragukan,. Biopsi jarum/biopsi terbuka perlu dilakukan. Metoda pembedahan terbuka dilakukan untuk mendapatkan jumlah jaringan yang mencukupi.

Pindai tulang tidak spesifik dalam membedakan tumor tulang benigna dan maligna, tapi memungkinkan visualsisasi yang lebih baik pada penyebarn lesi dibandingkan dengan kebanyakan pemeriksaan radiografik. MRI mungkin membantu dalam melihat masalah pada kolumna spinalis.

Pada tumor maligna semua prosedur diatas juga dapat digunakan. Meskipun setiap tipe tumor mempunyai karakteristik pola radigrafik, temuan tertentu tampak serupa pada semua tumor maligna. Tumor maligna pada umumnya mempunyai tampilan berbatas tidak jelas, perusakan tulang, periosteal irregular pada tulang baru dan penembusan kortikal.

Lesi metastatik mungkin meningkat atau menurunkan densitas tulang, tergantung pada jumlah aktivitas osteoblastik. CT juga berguna dalam menentukan perluasan kerusakan jaringan lunak.

Pengkajian laboratotik. Klien dengan tumor maligna umumnya menunjukkan peningkatan serum alkalin fosfatase (ALP), mengindikasikan tubuh sedang berusaha untuk membentuk tulang baru dengan meningkatkan aktivitas osteoblastik.

Klien dengan sarkoma Ewing atau lesi tulang metastatik sering menampakkan anemia normositik. Sebagai tambahan lekositosis umum pada sarkoma Ewing.

Pada beberapa klien dengan metastatis tulang dari payudara, ginjal dan paru, kadar kalsium serum meningkat. Destruksi tulang massif menstimulasi peleapsan mineral ke aliran darah.

Klien dengan sarkoma Ewing dan metastasis tulang sering mengalami peningkatan laju edap darah (ESD/LED), mungkin berkontribusi ada inflamsi jairngan sekunder.

Pengkajian Diagnostik Lainnya.
a. Biopsi tulang. Biopsi tulang dapat dilakuan untuk menentukan tipe tumor tulang. Biopsi jarum bisanya dilakukan ketika diduga ada metasatis. Metoda terbuka melalu insisi bedah lebih disukai pada lesi perimer. Ahli bedah berusaha untuk membuat inisi sekecil mungkin. Carut biopsi dibuang selama pembedahan kanker tulang untuk mengeliminasi sebaran tunas kanker. Setelah biopsy, kanker dikelompokkan berdasarkan derajat tumor. Metoda yang populer adalah sistem TNM, yang digunaakn untuk menentukan ukuran tumor, keterlibatan nodus, dan adanya metastasis.
b. Pindai tulang. Pindai tulang sangat membantu dalam menentukan tipe tumor dan juga memungkinkan visualisasi sebaran kanker. Pindai hampir selau dilakukan bila diduga ada metastatis.

B. Analsisis/Diagnosa Keperawatan yang Mungkin:
1. Nyeri (akut/kronik) berhubungan dengan invasi tumor secara langsung pada jaringan lunak
2. Berduka antisipatorik berhubungan dengan perubahan citra diri atau kemungkinan kematian
3. Gangguan citra diri berhubungan dengan efek kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
4. Risiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang sekunder terhadap tumor tulang.
5. Kecemasan berhubungan kehilangan kontrol dan kebutuhan sistem dukungan.
6. Takut berhubungan dengan diganosis medis, kemungkinan pembedahan atau kematian
7. Koping individu yang tidak efektif berhubungan dengan tidak bisa menerima dignosis medis
8. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan tidak bisa menerima diagnosa medis.
9. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan ukuran dan penyebaran tumor, kelemahan, dan efek akhir penyakit metastatik
10. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningktan prsoses metabolik sekunde terhadap kanker.
11. Kurang Pengetahuan mengenai proses penyakit dan program terapi
12. Gangguan harga diri berhubungan dengan hilangnya bagian tubuh, atau perubahan kinerja peran.

C. Perencanaan dan Implementasi
Sasaran utama pasien meliputi pemahaman mengenai proses penyakit dan program terapi, pengontrolan nyeri, tiadanya fraktur patologik, pola penyelesaian masalah yang efektif, peningktan harga-diri dan peniadan komplikasi.

Asuhan keperawatan pasien yang menjalani tulang pada beberapa hal sama dngna pasien lain yang menjalani pembedahan skeletal. Tanda vital dipantau, kehilangan darah dikaji, dilakukan observasi untuk mengkaji timbulnya trombosis vena profunda, emboli paru, infeksi, kontraktur, dan atropi disuse. Bagian yang dioperasi harus ditinggikan untuk mengontrol pembengkakan, status neurovaskuler harus dikaji. Biasanya derah tersbut diimobilisasi dengan bidai, gips atau pembelut elastis sampai sembuh.

1. Nyeri
Perencanaan: Tujuan Klien. Klien akan mengalami pengurangan nyeri b.d lesi tulang
Intervensi. Karena nyeri sering diakibatkan karena invasi langsung dari tumor, maka tindakannya adalah dengan mengurangi ukuran atau membuang tumor. Kombinasi tindakan bedah dan nonbedah digunakan untuk meningkatkan rasa nyaman klien dan mengeliminasi komplikasi dari kanker tulang.
Penatalaksanaan Nonbedah.
Sebagai tambahan selain pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri lokal, agen kemoterapi dan radioterapi diberikan dalam usaha untuk mengecilkan tumor. Pada klien dengan metastatik vertebral, pembelatan dan imobilisasi dengan traksi servikal akan membantu mengurangi nyeri pungung.
Terapi Medikasi. Dokter mungkin memberikan kemoterapi tunggal atau kombinasi dengan radiasi atau pembedahan. Tumor proliferatif seperti sarkoma Ewing sensitif pada agen sitotoksik. Sementara tumor lainnya seperti kondrosarkoma seringkali kebal-obat. Kelihatannya kemoterapi memberikan hasil terbaik pada lesi metastasik kecil dan mungkin diberikan sebelum atau sesudah pembedahan.
Pada kebanayakan tumor, dokter memberikan agen kombinasi. Saat ini tidak ada protocol yang diteima secara universal mengenai agen kemoetrapi. Obat terpilih ditentukansebagian oleh sumber kanker primer. Misalnya bila metastasis terjadi karena kanker payudara, maka estrogen dan progesterone umum diberikan. Kanker tiroid metastasik sensitive trehadap doksorubisin (adriamisin).
Perhatikan efek samping dan efek toksik masing0masing obat serta awasi hasi tes laboraterium dengan cermat.
Terapi Radiasi. Radiasi digunakan pada tumor-tumor maligna tertentu. Pada klien dengan sarkoma Ewing dan osteosarkoma dini, radiasi mungkin merupakan terapi pilihan untuk mengecilkan ukuran tumor dan tentunya juga rasa nyeri.
Pada klien dengan tumor metastatik, radiasi diberikan terutama sebagai terapi paliatif. Terapi diarahkan lokasi yang nyeri dan diusahakan untuk membrikan rentang waktu yang nyaman bagi klien. Dengan perencanaan yang tepat terapi radiasi dapat digunakan dengan komplikasi yang minimal.

Penatalaksanaan Bedah.
Tindakan bagi tumor tulang primer adalah pembedahan, sering dikombinasikan dengan radiasi maupun kemoterapi.

2. Berduka Antisipatorik
Perencanaan: Tujuan Klien. Klien akan melalui proses berduka dengan baik & menerima prognosisnya.
Intervensi. Peran perawat yang paling penting adalah menjadi pendengar aktif dan memungkinkan klien dan keluargnya untuk menyatakan perasaan mereka. Perawat juga bertindak sebagai advokat bagi klien dan keluarga serta meningkatkan hubungan klien-dokter. Atau dengan kata lain, klien mungkin tidak sepenuhnya mengerti dengan rencana tindakan medis/pembedahan tapi malu untuk bertanya. Intervensi keperawatannya adalah dengan memfasilitasi komunikasi, karena hal tersebut penting bagi keberhasilan penatalaksanaan klien dengan kanker.

3. Gangguan Citra Diri
Perencanaan: Tujuan Klien. Setelah diberikan intervensi keperawatan klien akan mengalami perbaikan perasaan mengenai citra dirinya dan menerima perubahan fisik yang terjadi.
Intervensi. Persepsi klien mengenai citra dirinya sangat erat kaitannya dengan kemampuan klien untuk menerima penyakitnya. Perawat perlu mengenali dan menerima pandangan klien mengenai citra diri dan perubahannya. Hubungan saling percaya akan memfasilitasi klien untuk bebas menyatakan perasaan negatifnya. Tunjukkan kekuatan dan kemampuan klien yang masih dapat dipertahankan. Tujuan yang realistis dalam menjalani kehiduan juga perlu ditegakkan bersama.

4. Risiko Cedera
Perencanaan: Tujuan Klien. Setelah diberikan intervensi keperawatan, klien dapat mencegah fraktur patologis dengan cara mencegah jatuh dan meminimalkan trauma.
Intervensi. Radiasi/pembedahan mungkin diperlukan untuk memperkuat atau menggantikan tulang yang terkena untuk mencegah fraktur.
Penatalasakanaan Nonbedah.
Untuk memperbaiki tonus otot, dan tentunya juga mengurangi resiko fraktur, klien dilatih untuk melakukan latihan kekuatan. Terapi fisik berbasis ambulasi juga sering disarankan.
Penatalaksanaan Bedah.
Prinsip pembedahan pada fraktur metaststik yaitu:
a. Mengganti sebanyak mungkin tulang yang terkena
b. Berhati-hati dan menyeluruh untuk menghindari prosedur ulangan.
c. Berusaha untuk mengambalikan status fungsional klien dengan hospitalisasi dan imobilisasi minimal.

5. Kecemasan
Perencanaan: Tujuan Klien. Setelah diberikan tindakan keperawatan klien akan mengalami penurunan kecemasan.
Intervensi. Perawat perlu mengkaji tingkat kecemasan klien dan faktor yang menyebabkannya. Kehilangan kontrol pada situsi klien dapat dikurangi dengan membolehkan klien untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan. Rasa takut dan ketidaktahuan juga berkontribusi pada kecemasan.
READ MORE - Askep Tumor Tulang

Prosedur pemenuhan cairan dan elektrolit

PROSEDUR PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Cairan dan elektrolit sangat berguna dalam mempertahankan fungsi tubuh manusia.Kebutuhan cairan dan elektrolit bagi manusia berbeda – beda sesuai dengan tingkat usia seseorang seperti bayi mempunyai kebutuhan cairan yang berbeda dengan usia dewasa.Bayi mempunyai tingkat metabolisme air lebih tinggi mengingat permukaan tubuh yang relatif luas dan persentase ai r tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa.Kebutuhan cairan sangat diperlukan tubuh dalam mengangkut zat makanan ke dalam sel , sisa metabolisme , sebagai pelarut elektrolit dan nonelektrolit , memelihara suhu tubuh , mempermudah eliminasi , dan membantu pencernaan.Dis amping kebutuhan cairan , elektrolit ( natrium , kalium , kalsium , klorida , dan fosfat ) sangat penting untuk menjaga keseimbangan asam – basa , konduksi saraf , kontraksi muskular dan osmolalitas.
Kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan cairan dan elektrolit dapat memengaruhi sistem organ tubuh terutama ginjal.Untuk mempertahankan kondiis cairan dan elektrolit dalam keadaan seimbang maka pemasukan harus cukup sesuai dengan kebutuhan.Prosedur pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam pelayanan keperawatan dapat dilakukan melalui pamberian cairan peroral atau intravena ( IV ).

PEMBERIAN CAIRAN MELALUI INFUS
Tindakan keperawatan ini dilakukan pada klien yang memerlukan masukan cairan melalui intravena ( infus ).Pemberian cairan infus dapat diberikan pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan atau nutrisi yang berat.Tindakan ini membutuhkan kesterilan mengingat langsung berhubungan denagn pembuluh darah.Pemberian cairan melalui infus dengan memasukkan ke dalam vena ( pembuluh darah pasien ) diantaranya vena lengan ( vena safalika , vena basilika dan mediana kubiti ) , pada tungkai ( vena safena ) , vena yang ada di kepala epari vena temporalis frontalis ( khusus untuk anak – anak ).Selain pemberian infus apda pasien yang mengalami pengeluaran cairan , juga dapat dilakukan pada pasien syock , intoksikasi berat , pra dan pasca bedah , sebelum transfusi darah , atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.

A. TUJUAN
1. Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.
2. Infus pengobatan dan pemberian nutrisi.
3. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit
4. Memperbaiki keseimbangan asam basa
5. Memberikan tranfusi darah

B. INDIKASI
1.Keadaan emergency (misal pada tindakan RJP), yang memungkinkan pemberian obat langsung ke dalam IV
2.Keadaan ingin mendapatkan respon yang cepat terhadap pemberian obat
3.Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar secara terus-menerus melalui IV
4.Klien yang mendapat terapi obat yang tidak bisa diberikan melalui oral atau intramuskuler
5.Klien yang membutuhkan koreksi/pencegahan gangguan cairan dan elektrolit
6.Klien yang sakit akut atau kronis yang membutuhkan terapi cairan
7.Klien yang mendapatkan tranfusi darah
8.Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
9.Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.

C. KONTRAINDIKASI
Infus dikontraindikasikan pada daerah:
1.Daerah yang memiliki tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau trombosis
2.Daerah yang berwarna merah, kenyal, bengkak dan hangat saat disentuh
3.Vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di bawah area flebitis
4.Vena yang sklerotik atau bertrombus
5.Lengan dengan pirai arteriovena atau fistula
6.Lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, atau kerusakan kulit
7.Lengan pada sisi yang mengalami mastektomi (aliran balik vena terganggu)
8.Lengan yang mengalami luka bakar

D. KOMPLIKASI
Komplikasi lokal
1.Flebitis
Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang vena, dan pembengkakan. Insiden flebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama pH dan tonisitasnya, ukuran dan tempat kanula dimasukkan, pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme saat penusukan).

Intervensi :
Menghentikan IV dan memasang pada daerah lain Tinggikan ekstremitas
Memberikan kompres hangat dan basah di tempat yang terkena

Pencegahan :
Gunakan tehnik aseptik selama pemasangan
Menggunakan ukuran kateter dan jarum yang sesuai dengan vena
Mempertimbangkan komposisi cairan dan medikasi ketika memilih area insersi
Mengobservasi tempat insersi akan adanya kemungkinan komplikasi apapun setiap jam
Menempatkan kateter atau jarum dengan baik
Mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi jika mungkin

2.Infiltrasi
Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di sekeliling tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi, ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar daripada tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang torniket di atas atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus tetap menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infiltrasi.

Intervensi:
Menghentikan infus (infus IV seharusnya dimulai di tempat baru atau proksimal dari infiltrasi jika ekstremitas yang sama digunakan)
Meninggikan ekstremitas klien untuk mengurangi ketidaknyamanan (meningkatkan drainase vena dan membantu mengurangi edema)
Pemberian kompres hangat (meningkatkan sirkulasi dan mengurangi nyeri)

Pencegahan:
Mengobservasi daerah pemasangan infus secara kontinyu
Penggunaan kanula yang sesuai dengan vena
Minta klien untuk melaporkan jika ada nyeri dan bengkak pada area pemasangan infus

3. .Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan nafcillin)

Intervensi:
Turunkan aliran infus
Pencegahan:
Encerkan obat sebelum diberikan
Jika terapi obat yang menyebabkan iritasi direncanakan dalam jangka waktu lama, sarankan dokter untuk memasang central IV.

4.Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat penusukan.

Intervensi:
Melepaskan jarum atau kateter dan memberikan tekanan dengan kasa steril
Memberikan kantong es selama 24 jam ke tempat penusukan dan kemudian memberikan kompres hangat untuk meningkatkan absorpsi darah
Mengkaji tempat penusukan
Memulai lagi uintuk memasang pada ekstremitas lain jika diindikasikan

Pencegahan:
Memasukkan jarum secara hati-hati
Lepaskan torniket segera setelah insersi berhasil

5.Tromboflebitis
Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis.

Intervensi:
Menghentikan IV
Memberikan kompres hangat
Meninggikan ekstremitas
Memulai jalur IV di ekstremitas yang berlawanan

Pencegahan:
Menghindarkan trauma pada vena pada saat IV dimasukkan
Mengobservasi area insersi tiap jam
Mengecek tambahan pengobatan untuk kompabilitas

6.Trombosis
Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena, pelekatan platelet.

Intervensi:
Menghentikan IV

Memberikan kompres hangat
Perhatikan terapi IV yang diberikan (terutama yang berhubungan dengan infeksi, karena thrombus akan memberikan lingkungan yang istimewa/baik untuk pertumbuhan bakteri)

Pencegahan:
Menggunakan tehnik yang tepat untuk mengurangi injuri pada vena

7.Occlusion
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area pemasangan/insersi. Occlusion disebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama.

Intervensi:
Bilas dengan injeksi cairan, jangan dipaksa jika tidak sukses

Pencegahan:
Pemeliharaan aliran IV
Minta pasien untuk menekuk sikunya ketika berjalan (mengurangi risiko aliran darah balik)
Lakukan pembilasan segera setelah pemberian obat

8.Spasme vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat.

Intervensi:
Berikan kompres hangat di sekitar area insersi
Turunkan kecepatan aliran

Pencegahan:
Apabila akan memasukkan darah (missal PRC), buat hangat terlebih dahuilu.

9.Reaksi vasovagal
Kondisi ini digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah.. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau kecemasan

Intervensi:
Turunkan kepala tempat tidur
Anjurkan klien untuk nafas dalam
Cek tanda-tanda vital (vital sign)

Pencegahan:
Siapkan klien ketika akan mendapatkan terapi, sehingga bisa mengurangi kecemasan yang dialami
Gunakan anestesi lokal untuk mengurangi nyeri (untuk klien yang tidak tahan terhadap nyeri)

10.Kerusakan syaraf, tendon dan ligament
Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon dan ligament.

Intervensi:
Hentikan pemasangan infus

Pencegahan:
Hindarkan pengulangan insersi pada tempat yang sama
Hindarkan memberikan penekanan yang berlebihan ketika mencari lokasi vena

Komplikasi sistemik
1.Septikemia/bakteremia
Adanya susbtansi pirogenik baik dalam larutan infus atau alat pemberian dapat mencetuskan reaksi demam dan septikemia. Perawat dapat melihat kenaikan suhu tubuh secara mendadak segera setelah infus dimulai, sakit punggung, sakit kepala, peningkatan nadi dan frekuensi pernafasan, mual dan muntah, diare, demam dan menggigil, malaise umum, dan jika parah bisa terjadi kollaps vaskuler. Penyebab septikemi adalah kontaminasi pada produk IV, kelalaian tehnik aseptik. Septikemi terutama terjadi pada klien yang mengalami penurunan imun.

Intervensi:
Monitor tanda vital
Lakukan kultur kateter IV, selang atau larutan yang dicurigai.
Berikan medikasi jika diresepkan

Pencegahan:
Gunakan tehnik steril pada saat pemasangan
Gantilah tempat insersi, dan cairan, sesuai ketentuan yang berlaku

2.Reaksi alergi
Kondisi ini ditandai dengan gatal, hidung dan mata berair, bronkospasme, wheezing, urtikaria, edema pada area insersi, reaksi anafilaktik (kemerahan, cemas, dingin, gatal, palpitasi, paresthesia, wheezing, kejang dan kardiak arrest). Kondisi ini bisa disebabkan oleh allergen, misal karena medikasi.

Intervensi :
Jika reaksi terjadi, segera hentikan infus pelihara jalan nafas
Berikan antihistamin steroid, antiinflamatori dan antipiretik jika diresepkan
Jika diresepkan berikan epinefrin
Jika diresepkan berikan kortison

Pencegahan:
Monitor pasien setiap 15 menit setelah mendapat terapi obat baru
Kaji riwayat alergi klien


3.Overload sirkulasi
Membebani sistem sirkulasi dengan cairan intravena yang berlebihan akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan tekanan vena sentral, dipsnea berat, dan sianosis. Tanda dan gejala tambahan termasuk batuk dan kelopak mata yang membengkak. Penyebab yang mungkin termasuk adalah infus larutan IV yang terlalu cepat atau penyakit hati, jantung dan ginjal. Hal ini juga mungkin bisa terjadi pada pasien dengan gangguan jantung yang disebut denga kelebihan beban sirkulasi.

Intervensi:
Tinggikan kepala tempat tidur
Pantau tanda-tanda vital setiap 30 menit sampai 1 jam sekali
Jika diperlukan berikan oksigen
Mengkaji bunyi nafas
Jika diresepkan berikan furosemid

Pencegahan:
Sering memantau tanda-tanda vital
Menggunakan pompa IV untuk menginfus
Melakukan pemantauan secara cermat terhadap semua infus

4.Embolisme udara
Emboli udara paling sering berkaitan dengan kanulasi vena-vena sentral. Manifestasi klinis emboli udara adalah dipsnea dan sianosis, hipotensi, nadi yang lemah dan cepat, hilangnya kesadaran, nyeri dada, bahu, dan punggung bawah.

Intervensi :
Klem atau hentikan infus
Membaringkan pasien miring ke kiri dalaam posisi Trendelenburg
Mengkaji tanda-tanda vital dan bunyi nafas
Memberikan oksigen

Pencegahan:
Pastikan sepanjang selang IV telah bebas dari udara, baru memulai menyambungkan infus
Pastikan semua konektor tersambung dengan baik

Persiapan alat
1. Set infus
2. Tiang penyangga Intravena
3. Cairan sesuai program medik
4. Jarum infus sesuai dengan ukuran ( abbocath )
5. Pengalas
6. Torniket
7. Kapas alkohol
8. Plaster
9. Gunting
10. Kasa steril
11. Betadine
12. Handskun
13. Bengkok

Persiapan Pasien
Jelaskan pada pasien tentang prosedur yang akan dilakukan (meliputi proses pungsi vena, informasi tentang lamanya infus dan pembatasan aktivitas)
Jika pasien akan menggunakan anestesi lokal pada area insersi, tanyakan adanya alergi terhadap anestesi yang digunakan
Jika pasien tidak menggunakan anestesi, jelaskan bahwa nanti akan muncul nyeri ketika jarum dimasukkan, tapi akan hilang ketika kateter sudah masuk.
Jelaskan bahwa cairan yang masuk awalnya akan terasa dingin, tapi sensasi itu hanya akan terasa pada beberapa menit saja.
Jelaskan pada pasien bahwa jika ada keluhan/ketidaknyamanan selama pemasangan, supaya menghubungi perawat.

Prosedur Kerja Pungsi/Pemasangan Infus
1.Baca status dan data klien untuk memastikan program terapi IV
2.Cek alat-alat yang akan digunakan
3.Cuci tangan
4.Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya
5.Perkenalkan nama perawat
6.Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
7.Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
8.Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
9.Tanyakan keluhan klien saat ini
10.Jaga privasi klien
11.Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
12.Tinggikan tempat tidur sampai ketingian kerja yang nyaman
13.Letakkan klien dalam posisi semifowler atau supine jika tidak memungkinkan (buat klien senyaman mungkin)
14.Buka kemasan steril dengan meanggunakan tehnik steril
15.Periksa larutan dengan menggunakan lima benar dalam pemberian obat
16.Buka set infus, pertahankan sterilitas kedua ujungnya
17.Letakkan klem yang dapat digeser tepat di bawah ruang drip dan gerakkan klem pada posisi off
18.Lepaskan pembungkus lubang slang IV pada kantung larutan IV plastik tanpa menyentuh ujung tempat masuknya alat set infuse
19.Tusukkan set infus ke dalam kantong atau botol cairan (untuk kantong, lepaskan penutup protektor dari jarum insersi selang, jangan menyentuh jarumnya, dan tusukkan jarum ke lubang kantong IV. Untuk botol, bersihkan stopper pada botol dengan menggunakan antiseptik dan tusukkan jarum ke karet hitam stopper botol IV.
20.Gantungkan botol infus yang telah dihubungkan dengan set infus pada tempat yang telah disediakan (pertahankan kesterilan set infus)
21.Isi selang infus dengan cairan, pastikan tidak ada udara dalam selang (terlebih dulu lakukan pengisian pada ruang tetesan/the drip chamber). Setelah selang terisi, klem dioffkan dan penutup ujung selang infus ditutup
22.Beri label pada IV dengan nama pasien, obat tambahan, kecepatan pemberian.
23.Pasang perlak kecil/pengalas di bawah lengan/tangan yang akan diinsersi
24.Kenakan sarung tangan sekali pakai
25.Identifikasi aksesibilitas vena untuk pemasangan kateter IV atau jarum
26.Posisikan tangan yang akan diinsersi lebih rendah dari jantung, pasang torniket mengitari lengan, di atas fossa antekubital atau 10-15 cm di atas tempat insersi yang dipilih (jangan memasang torniket terlalu keras untuk menghindari adanya cidera atau memar pada kulit). Pastikan torniket bisa menghambat aliran IV. Periksa nadi distal.
27.Pilih vena yang berdilatasi baik, dimulai dari bagian distal, minta klien untuk mengepal dan membuka tangan (apabila belum menemukan vena yang cocok, lepaskan dulu torniket, dan ulangi lagi setelah beberapa menit).
28.Bersihkan tempat insersi dengan kuat, terkonsentrasi, dengan gerakan sirkuler dari tempat insersi ke daerah luar dengan larutan yodium—povidon, biarkan sampai kering. (klien yang alergi terhadap yodium, gunakan alkohol 70 % selama 30 detik)
29.Lakukan pungsi vena, fiksasi vena dengan menempatkan ibu jari tangan yang tidak memegang alat infus di atas vena dengan cara meregangkan kulit. Lakukan penusukan dengan sudut 20-30°, tusuk perlahan dengan pasti
30.Jika tampak aliran darah balik, mengindikasikan jarum telah masuk vena.
31.Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan tarik jarum sedikit lalu teruskan plastik IV kateter ke dalam vena
32.Stabilkan kateter IV dengan satu tangan dan lepaskan torniket dengan tangan yang lain
33.Tekan dengan jari ujung plastik IV karteter, lalu tarik jarum infus keluar
34.Sambungkan plastic IV kateter dengan ujung selang infus dengan gerakan cepat, jangan menyentuh titik masuk selang infus
35.Buka klem untuk memulai aliran infus sampai cairan mengalir lancar
36.Fiksasi sambungan kateter infus (apabila sekitar area insersi kotor, bersihkan terlebih dulu)
37.Oleskan dengan salep betadin di atas area penusukan, kemudian tutup dengan kasa steril, pasang plester
38.Atur tetesan infus sesuai ketentuan
39.Beri label pada temapt pungsi vena dengan tanggal, ukuran kateter, panjang kateter, dan inisial perawat.
40.Buang sarung tangan dan persediaan yang digunakan
41.Cuci tangan
42.Berikan reinforcement positif
43.Buat kontrak pertemuan selanjutnya
44.Akhiri kegiatan dengan baik
45.Observasi klien setiap jam untuk menentukan respon terhadap terapi cairan (jumlah cairan benar sesuai program yang ditetapkan, kecepatan aliran benar, kepatenan vena, tidak terdapat infiltrasi, flebitis atau inflamasi)
46.Dokumentasikan di catatan perawatan (tipe cairan, tempat insersi, kecepatanaliran, ukuran dan tipe kateter atau jarum, waktu infus dimulai, respon terhadap cairan IV, jumlah yang diinfuskan, integritas serta kepatenan sistem IV.
READ MORE - Prosedur pemenuhan cairan dan elektrolit

Graha DBS n Th3 Hack3r

AdsenseCamp